Jawaban untuk pertanyaan pertama. Pertanyaan yang sangat kritis itu pasti muncul dari fakta bahwa selama ini memang sangat banyak acara dan kegiatan tentang persampahan. Semuanya berbicara tentang pengelolaan sampah, pengurangan sampah, dan target-target Indonesia menjadi negara bersih dan bebas sampah.
Benar adanya bahwa banyaknya acara dan kegiatan tentang edukasi atau penyadaran tentang masalah sampah itu seakan-akan tidak bermanfaat. Penyebabnya, tidak ada tindak lanjut dari acara dan kegiatan tersebut. Sering saya jelaskan bahwa acara atau kegiatan edukasi dan penyadaran pengelolaan sampah itu hanya satu bagian dari 6 aspek pengelolaan sampah. Acara atau kegiatan edukasi pengelolaan sampah itu adalah salah satu bagian dari aspek peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat mengelola sampah itu ada banyak lagi bagian lainnya. Seperti bagaimana memberikan insentif pada masyarakat yang mengelola sampah, bagaimana mendampingi masyarakat, dan beberapa kegiatan lainnya yang terkait.
Kalau sektor dari aspek peningkatan partisipasi masyarakat sudah dilakukan, maka masih ada 5 aspek lainnya yang harus dilakukan juga secara simultan. Yaitu, aspek regulasi, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, aspek teknologi, dan aspek bisnis.Â
Nah, selama ini edukasi pengelolaan sampah jarang sekali ditindaklanjuti dengan bagian-bagian lain dari aspek peningkatan partisipasi masyarakat. Jika aspek peningkatan partisipasi masyarakat tidak tuntas dilakukan, maka aspek lainnya juga pasti tidak bisa dilakukan.
Seminar, edukasi, dan sosialisasi pengelolaan sampah sebenarnya tetap bermanfaat. Yaitu mengubah pola pikir dan meningkatkan kesadaran untuk mengelola sampah. Namun, perubahan pola pikir dan kesadaran itu belum mencapai perubahan perilaku dalam mengelola sampah.Â
Sebab, untuk mengubah perilaku diperlukan fasilitas yang memadai, sistem yang berjalan, program yang menyeluruh dan berkelanjutan. Jadi, meskipun orang sudah tahu, paham, mengerti, dan sadar, perilaku masih belum berubah karena belum ada regulasi yang mengikat, belum ada fasilitas untuk mengelola sampah, belum sistem yang berjalan, dan belum ada reward & punishment yang jelas.
Pertanyaan murid sekolah itu mestinya bisa menjadi sinyal bagi semua pihak. Terutama pihak-pihak yang selama ini hanya melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pengelolaan sampah. Anak-anak sekolah sudah melihat ketidakseriusan dari kegiatan edukasi tersebut.Â
Selama ini masyarakat sering dipersalahkan karena tidak kunjung berubah perilakunya pada sampah. Padahal sudah sering diedukasi dan disadarkan melalui seminar dan kegiatan lainnya. Menyalahkan masyarakat karena tidak mengelola sampah secara regulasi jelas keliru. Dalam pasal 13 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) sudah jelas bahwa penyediaan fasilitas pengelolaan sampah dilakukan oleh pengelola kawasan.
Siapa pengelola kawasan itu? Rujukannya adalah pemerintah. Baik itu Pemerintah RT, RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Jika pemerintah telah menyediakan sistem yang di dalamnya ada regulasi, fasilitas, pembiayaan, kelembagaan, dan bisnis, maka perilaku masyarakatpun akan berubah pada pengelolaan sampah.Â