Judul di atas adalah pertanyaan seorang siswa peserta edukasi pengelolaan sampah di Jakarta.
Dalam dua hari ini (10-11 September 2024) Saya diberi kesempatan untuk memberikan materi edukasi pilah olah sampah untuk 1.000.000 pelajar di Jakarta. Acara yang diselenggarakan oleh Komunitas World Cleanup Day (WCD) Jakarta bersama Lions Club, Sekolah Sampah Nusantara (SSN), Suku Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta dan banyak lagi sponsor pendukung lainnya.
Yang mengejutkan dari kegiatan itu adalah begitu banyak siswa-siswi sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK yang begitu antusias mengikutinya. Mereka dengan tertib mengikuti materi yang saya sampaikan sekitar 1,5 jam. Setelah pemaparan materi, dibuka sesi tanya jawab.
Begitu banyak pertanyaan yang disampaikan para murid sekolah itu. Mulai dari bagaimana membentuk bank sampah sekolah, fungsi bank sampah sekolah, kenapa harus ada peraturan pengelolaan sampah hingga ke mana sampah terpilah dan bernilai ekonomis akan dijual ketika sudah terkumpul. Meski sejumlah pertanyaan itu sudah saya jelaskan dalam materi paparan, saya tetap menjawabnya dengan senang.
Namun, ada beberapa pertanyaan kritis dari siswa-siswi itu. Di antaranya ada tiga yang saya ingat. Antara lain dibawah ini:
1. Kenapa kondisi persampahan di Indonesia tidak berubah, padahal sudah banyak sekali seminar, edukasi, dan sosialisasi tentang pengelolaan sampah dilakukan?
2. Bagaimana peran teknologi persampahan di Jepang dan kenapa kita tidak meniru teknologi Jepang supaya Indonesia bersih seperti Jepang?
3. Apakah asap sampah dari teknologi pembakaran sampah di Singapura sama berbahayanya dengan pembakaran sampah biasa di Indonesia?
Meski bisa dijawab dengan singkat, saya memilih untuk menjawab dengan panjang kali lebar. Supaya menjadi pengetahuan bagi para murid dan bapak ibu gurunya yang ikut menyimak.