Jika mau solusi yang permanen, maka pemerintah di Bali, baik kabupaten/kita maupun provinsinya harus menjalankan regulasi Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).Â
Jangan seperti sekarang ini. Karena dampak tidak menjalan UUPS saat sudah jelas dan menjadi bahan "bullying" oleh para "pecinta lingkungan" pendatang.
Sumber Timbulan Sampah Pantai
Di artikel berjudul "Potensi Sampah Laut yang Jarang Terdeteksi", Artikel Utama Kompasiana, 21 Februari 2022, saya pernah menulis tentang sumber timbulan sampah laut yang berakhir dan berlabuh di pantai.
Sedikitnya ada tiga sumber timbulan sampah laut. Pertama, sampah dari daratan yang memang sengaja dibuang ke sungai, kemudian terbawa ke laut.Â
Kedua, sampah dari daratan yang tidak sengaja masuk ke laut karena bencana angin topan atau terbawa banjir.Â
Ketiga, sampah yang dibuang dari aktivitas-aktivitas di laut seperti sampah kapal-kapal besar, kapal pesiar, kapal peti kemas, dan atau kegiatan di tengah laut lainnya. Mengingat peraturan mengenai persampahan secara nasional dan internasional masih sangat lemah.
Semua sumber sampah itu tidak harus di Indonesia. Bisa terjadi di mana saja. Karena bicara sampah, bukan hanya Indonesia yang sistem pengelolaan sampahnya amburadul. Banyak negara lain, di Asia, Eropa, Amerika, Afrika, dan Arab yang pengelolaan sampahnya tidak lebih baik daripada Indonesia.
Kapal-kapal atau aktivitas tengah laut lain yang membuang sampah ke laut juga belum tentu kapal Indonesia. Kapal-kapal asing dengan kapasitas besar juga bisa dan bebas membuang sampah di laut pada radius sekian kilometer dari garis pantai karena tidak ada pengawasan yang ketat.
Artinya, gelombang sampah yang menghantam pantai-pantai di Bali itu bisa berasal dari mana saja, dari seluruh dunia. Sampah-sampah itu akan berlabuh di pantai di mana angin dan ombak membawanya.Â
Sampah-sampah itu terombang-ambing di lautan sekian lama hingga akhirnya mencapai pantai. Dan itu bisa di pantai mana pun di seluruh dunia.