Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kampanye dan Ujung Sampah Visual Politik

29 November 2023   08:55 Diperbarui: 29 November 2023   14:08 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejeran alat kampanye berderet di persimpangan jalan protokol di Surabaya. (Dokumentasi pribadi)

Sejak 28 November 2023 partai politik sudah start secara resmi untuk berkampanye. Baik berkampanye untuk calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) maupun untuk calon legislatifnya. Di mana semua kampanye itu diupayakan bukan hanya melalui kegiatan langsung dan melalui media sosial.

Hingga saat ini para politisi itu masih memilih penampakan visual melalui banner, spanduk, dan baliho untuk tampil di masyarakat. Meskipun sekarang sudah tak sebanyak 10 -20 tahun lalu, di mana pada capres-cawapres serta caleg menempel gambar mereka di mana-mana termasuk memaku pohon.

Saat ini sosialisasi politik yang menimbulkan sampah visual itu sudah jauh berkurang. Tapi bukan tidak ada sama sekali. Dan tetap ada yang memasang gambar politisi itu di pohon. 

Memang tidak langsung dipaku pada pohon, tapi mereka membuat bingkai dari bambu dengan bagian tertentu tetap dipaku pada pohon supaya bingkai itu tak cepat roboh.

Media kampanye juga masih banyak dipasang di pertigaan dan perempatan jalan-jalan protokol. Pada media kampanye itu tak banyak kata-kata dicantumkan. Sedikit sekali dari para politisi itu menyampaikan visi, misi atau programnya. 

Mereka hanya memasang namanya, gambar dirinya, nomor urutnya di surat suara, dan logo partainya. Selain itu adalah gambar paku untuk simulasi pencoblosan surat suara. Itu untuk para caleg.

Sementara para capres-cawapres juga nyaris sama. Di media sosialisasinya mereka hanya memang nama, gambar, nomor urut dan sedikit jargon-jargon politik. Sulit sekali menemukan media sosialisasi politik berisi program kerja mereka. Masyarakat hanya disuguhi wajah para capres-cawapres saja agar tidak lupa saat masuk bilik suara untuk mencoblos.

Memang banner besar dan alat peraga kampanye semacam itu masih dinilai efektif bagi sebagian politisi. Padahal, biaya untuk memasang alat kampanye seperti itu bukan hal yang murah. 

Biaya cetak, pasang, dan pengamanannya tidak murah. Apalagi jika dipasang pada media-media iklan yang berada di lokasi strategis. Meski bisa jadi ada dukungan dari pemilik media iklan untuk pasang gratis, tapi tetap saja butuh biaya yang lumayan.

Pertanyaannya, jika semua kontestasi politik itu sudah selesai, di mana ujung semua media kampanye itu berakhir? 

Biasanya banner-banner itu akan ditertibkan, diturunkan, dan disimpan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) jika sudah masuk masa tenang atau waktu akhir kampanye. 

Namun, itu hanya alat kampanye kecil-kecil yang bisa mereka jangkau. Untuk media kampanye besar yang dipasang di billboard-billboard, Sat Pol PP sangat jarang menertibkannya. Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) yang akan mencatatnya sebagai pelanggaran jika pihak pemilik media kampanye tak segera menurunkannya.

Selanjutnya, ke mana Sat Pol PP dan pemasang alat kampanye itu mengeksekusi semuanya?

Sampah Visual jadi Beban Lingkungan

Berbagai jenis bahan spanduk dan banner digital printing saat ini umumnya terbuat dari bahan anorganik. Mayoritas mengandung plastik dengan serat benang untuk menjaga stabilitasnya. Hingga saat ini belum ada teknologi daur ulang untuk sisa penggunaan spanduk dan banner digital printing itu.

Spanduk dan banner sisa biasanya dipakai ulang (reuse) untuk alas dan penahan panas di warung-warung kecil. Tapi itu pun tak bisa tahan lama. Bahan spanduk dan banner digital printing biasanya hanya kuat bertahan 3 bulan sampai 1 tahun saja. Setelah masa tahannya habis, spanduk dan banner itu retak, sobek, dan rusak.

Sebuah armada membawa alat kampanye untuk dipasang di titik-titik strategis. (Dokumentasi pribadi)
Sebuah armada membawa alat kampanye untuk dipasang di titik-titik strategis. (Dokumentasi pribadi)

Ada pula pegiat sampah yang mengguna ulang spanduk dan banner sisa untuk dijadikan tas. Ada juga dengan kreativitasnya, spanduk dan banner sisa dibuat sebagai pot vertikultur untuk tanaman hias dan sayur. 

Namun, semua itu juga tak bisa tahan lama. Sebab masa tahan spanduk dan sisa banner digital printing tidak lama. Bahan plastiknya memang bisa tahan lama, tapi cat atau tinta printing membuatnya terdegradasi lebih cepat.

Jadi, sisa spanduk dan banner bekas media kampanye politik maupun yang lainnya pada akhirnya jadi beban lingkungan. Karena tidak ada sistem daur ulang dan teknologi yang bisa memanfaatkan ulang, maka biasanya benda itu dibakar. 

Jika tak dibakar, biasanya diletakkan begitu saja di tempat seperti gudang atau lainnya yang semacam itu. Saat tiba waktunya, bisa dipastikan spanduk dan banner sisa itu akhirnya dibuang juga.

Dari tempat sampah, sisa spanduk dan banner itu akan dibawa ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah. Karena sudah tidak bisa dipakai ulang atau didaur ulang, maka selanjutnya akan diangkut ke tempat pembuangan/pemrosesan akhir (TPA) sampah. Di sinilah ujung perjalanan dari sampah visual itu. Akan menumpuk dengan sampah lainnya dan menjadi beban lingkungan. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun