Kendati Pemerintah Pusat gagal menjalankan target penerapan tanggung jawab produsen pada sampahnya atau Extended Producer Responsibility (EPR) pada tahun 2022, Pemerintah Daerah tetap bisa melaksanakannya secara lokal. Lokalitas yang dimaksud adalah lingkup provinsi maupun kabupaten atau kota.Â
Dasar yang bisa dijadikan acuan untuk menerapkan EPR lokal adalah Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Usulan atau Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan EPR Indonesia beserta kelengkapannya yang telah dibuat oleh Tim Perumus Program Penerapan (TP3) EPR bisa dijadikan Peraturan Pemerintah Daerah melalui sejumlah penyesuaian.Â
Penerapan EPR lokal dapat dilakukan dengan payung hukum otonomi daerah. Para kepala daerah yang serius dengan upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup terutama masalah sampah, mestinya bisa langsung meraih kesempatan tersebut.
Dengan menerapkan sistem EPR sampah secara lokal, Pemerintah Daerah akan secara rapat menutup celah potensi pencemaran lingkungan karena sampah. Sistem EPR memungkinkan untuk memenuhi prinsip pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.
Pemerintah daerah yang mau menerapkan EPR lokal tidak akan bingung-bingung lagi soal pembiayaan untuk bisa memenuhi kebutuhan aspek-aspek pengelolaan sampah.Â
Bukan hanya bisa berhemat anggaran untuk pengelolaan sampah dari sektor anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), Pemerintah Daerah justru bisa mendapat tambahan pendapatan asli daerah (PAD) dari persampahan.
Namun, sekali lagi, menerapkan EPR lokal hanya akan dilakukan oleh Kepala Daerah yang memiliki komitmen kuat pada penyelamatan lingkungan. Jika tidak ada komitmen itu, sangat kecil atau bahkan mustahil penerapan EPR lokal akan dijadikan solusi permasalahan sampah.Â
Solusi pengelolaan sampah melalui penerapan EPR mempunyai nilai positif yang sangat besar dibanding sistem lainnya. Sebab, penerapan EPR akan melibatkan banyak pihak dan banyak biaya.Â
Namun, sebagai konsekuensinya, penerapan EPR juga akan memberikan banyak keuntungan bagi banyak pihak hingga berfungsi menyetop anggaran besar yang selama ini dikeluarkan terus menerus untuk menyelesaikan masalah sampah (namun masalah tidak selesai juga).
Nah, tidak banyak kepala daerah yang legawa dengan hal-hal yang melibatkan dan menguntungkan orang banyak, kendati rakyatnya sendiri. Tidak banyak juga kepala daerah yang rela APBD-nya jadi hemat karena ada sesuatu di ceruk itu. Begitu pula, tak banyak kepala daerah yang mau PAD-nya bertambah karena ada sesuatu juga di ceruk itu.
Hanya kepala daerah yang istimewa yang mau dan mampu mengambil kesempatan untuk memberdayakan rakyatnya secara luas, berhemat APBD dan meningkatkan PAD kabupaten/kota yang dipimpinnya. Kalau toh Kepala Daerahnya mau, kadang orang-orang di sekelilingnya yang enggan. Karena sudah terlalu enak dan lama makan dari "sampah".
Produsen Harus Mendukung
Jika ada Pemerintah Daerah yang mau menerapkan EPR, maka produsen seharusnya senang dan mendukungnya. Bukan sebaliknya, menjadi takut dan terus berusaha menghalang-halangi Pemerintah Daerah untuk tidak menerapkan EPR.
Penerapan EPR sesungguhnya justru akan sangat menguntungkan produsen. Namun, selama ini penerapan EPR dianggap dan dibuat menakutkan bagi produsen. Sebab, seolah-olah EPR hanya akan menguntungkan konsumen (masyarakat) dan pemerintah saja.
Anggapan bahwa EPR akan merugikan produsen adalah satu kesalahan besar berpikir. Karena penerapan EPR justru dengan sangat rapi menata kelola sampah hingga akhirnya mendatangkan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat tanpa kecuali.Â
Penerapan EPR hanya akan ditakuti oleh produsen-produsen "nakal" yang tidak mau bertanggung jawab pada sisa produk/sampahnya. Tentu produsen yang bermental tidak bertanggung jawab itu akan selalu berusaha agar penerapan EPR tidak diterapkan di Indonesia secara nasional maupun lokal.
Maka dari itu, penerapan EPR sekaligus akan menjadi seleksi bagi produsen "nakal" yang tak peduli pada sisa produk/sampahnya. Produsen "nakal" seperti itu bisa diusir untuk kemudian mendorong usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah menggantikannya.Â
Jika sebaliknya, banyak produsen mendukung dan terlibat secara positif dalam penerapan EPR, maka pemerintah daerah akan kian banyak memberdayakan masyarakat di bidang pengelolaan sampah.Â
Sampah adalah bahan baku ekonomis yang tidak mungkin dikerjakan sendiri atau dimonopoli, sehingga bisa menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H