Dari mempelajari pertanian, perkebunan, dan peternakan itulah Pak Asrul dipertemukan dengan Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) yang belakangan menjadi Menteri Pertanian. Pengalaman itu juga mengantarkan Pak Asrul menjadi pebisnis alat dan mesin pengelolaan sampah organik menjadi pupuk dengan mitranya di Bandung.Â
Di tengah bisnis alat dan mesin pengolahan sampah organik itu, Pak Asrul menikah dengan seorang Jaksa asli Betawi kemudian tinggal dan menetap sebagai penduduk Jakarta. Pak Asrul dengan kreativitasnya pergi ke seluruh Indonesia dalam rangka bisnis alat dan mesin pengolah sampah organik itu.
Hingga suatu saat, jiwa nasionalis dan kepeloporannya sadar bahwa teknologi pengolahan sampah tidak akan bisa mengatasi masalah sampah di Indonesia jika regulasi persampahan tidak ditegakkan.
Berdasarkan penuturan mendiang, dirinya tidak bisa menerima bahwa bisnis yang dijalankannya saat itu di bidang persampahan banyak mangkrak. Disebabkan regulasi persampahan tidak dijalankan.Â
Maka sejak itulah Pak Asrul menyatakan dirinya berhenti berbisnis dan fokus pada penegakan regulasi persampahan. Dia mendirikan lembaga swada masyarakat Green Indonesia Foundation (#GiF) berkedudukan di Jakarta dan menjadikan #GiF sebagai wadahnya bergerak.
Dalam upaya menegakkan regulasi persampahan itu, berbagai upaya dilakukan Pak Asrul. Mulai dari menjadi tim sukses Jokowi saat mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta.Â
Setelah Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta, Pak Asrul diangkat menjadi Sekretaris Tim Zero Waste Jakarta - Bogor - Depok - Tangerang - Bekasi - Cianjur (Jabodetabekjur) untuk pengelolaan sampah di seluruh daerah itu.
Berlanjut dan seolah tidak bisa dihentikan, Pak Asrul semakin intens dan keras membela Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan regulasi pendukung UUPS tersebut. Berbagai program persampahan nasional yang menurutnya melenceng dari amanat UPPS dilabraknya habis-habisan.
Saking kerasnya Pak Asrul dianggap tidak sopan karena kata-katanya yang tajam ketika mengkritik kebijakan. Meski demikian, dia tetap menjalin persahabatan secara pribadi dengan orang-orang dan pejabat-pejabat yang dikritiknya.
Namun, keras dan tegasnya Pak Asrul pada program persampahan nasional yang dianggapnya melenceng bukan tanpa solusi. Pak Asrul lah yang menurut penuturannya pertama kali mengusulkan pembentukan Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ABSI), yang belakangan tanpa keterlibatannya terbentuklah Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI).
Bersamaan dengan itu juga dia mengusulkan konsep Bank Sampah Induk (BSI) untuk setiap desa dan kelurahan sebagai wadah berkumpulnya bank sampah-bank sampah kawasan di satu desa atau kelurahan. Belakangan, tanpa keterlibatan Pak Asrul juga, BSI diadopsi dan diimpelementasikan untuk skala kabupaten atau kota.