Kabar meninggalnya Asrul Hoesein begitu mendadak dan mengagetkan. Dia meninggal karena serangan jantung saat akan bertolak dari Yogyakarta ke Jakarta setelah mengisi seminar tentang pengelolaan sampah di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.Â
Pak Asrul (sapaannya) meninggal di Yogyakarta International Airport (YIA) pada Sabtu petang, 26 November 2022. Dia ambruk di lokasi dan langsung dinyatakan meninggal dunia setelah upaya pertolongan oleh pihak bandara.Â
Jenazahnya dirawat di Yogyakarta kemudian diterbangkan untuk dimakamkan di tanah kelahirannya, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Tokoh Sentral Persampahan Indonesia
Hampir seluruh orang dan pihak yang menggeluti persampahan mengenal Asrul Hoesein. Dia dua kali dinobatkan sebagai pemuda pelopor nasional di masa mudanya mewakili Kabupaten Bone dan Provinsi Sulawesi Selatan.Â
Sejak muda dia telah kerap berangkat pulang Jakarta-Bone untuk urusan kepemudaan dan bisnisnya. Mengurus persampahan nasional adalah salah satu manifestasi jiwa kepeloporan nasionalnya.
Anak ketiga dari tiga bersaudara itu sudah menjadi instruktur produktivitas di Kementerian Tenaga Kerja pada sia muda karena keberhasilan bisnis percetakan yang dipeloporinya. Bisnis percetakan itu eksis hingga kini di Bone, dijalankan penerusnya.Â
Sepeninggal ayahnya, Pak Asrul banting setir menjadi petani untuk merawat tanah-tanah peninggalan orangtuanya. Dia masuk "hutan" meninggalkan semua bisnisnya untuk fokus mempelajari pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Selama setahun di dalam "hutan", Pak Asrul mempelajari secara praktik berbagai teknik pertanian, perkebunan, peternakan, dan teknologinya. Dari upayanya itu dia berhasil meningkatkan produktivitas cengkeh di lahan warisan ayahnya hingga 10 kali lipat. Lahan pertanian dan peternakan kecil juga berhasil meningkat produktivitasnya.
Dari mempelajari pertanian, perkebunan, dan peternakan itulah Pak Asrul dipertemukan dengan Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) yang belakangan menjadi Menteri Pertanian. Pengalaman itu juga mengantarkan Pak Asrul menjadi pebisnis alat dan mesin pengelolaan sampah organik menjadi pupuk dengan mitranya di Bandung.Â
Di tengah bisnis alat dan mesin pengolahan sampah organik itu, Pak Asrul menikah dengan seorang Jaksa asli Betawi kemudian tinggal dan menetap sebagai penduduk Jakarta. Pak Asrul dengan kreativitasnya pergi ke seluruh Indonesia dalam rangka bisnis alat dan mesin pengolah sampah organik itu.
Hingga suatu saat, jiwa nasionalis dan kepeloporannya sadar bahwa teknologi pengolahan sampah tidak akan bisa mengatasi masalah sampah di Indonesia jika regulasi persampahan tidak ditegakkan.
Berdasarkan penuturan mendiang, dirinya tidak bisa menerima bahwa bisnis yang dijalankannya saat itu di bidang persampahan banyak mangkrak. Disebabkan regulasi persampahan tidak dijalankan.Â
Maka sejak itulah Pak Asrul menyatakan dirinya berhenti berbisnis dan fokus pada penegakan regulasi persampahan. Dia mendirikan lembaga swada masyarakat Green Indonesia Foundation (#GiF) berkedudukan di Jakarta dan menjadikan #GiF sebagai wadahnya bergerak.
Dalam upaya menegakkan regulasi persampahan itu, berbagai upaya dilakukan Pak Asrul. Mulai dari menjadi tim sukses Jokowi saat mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta.Â
Setelah Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta, Pak Asrul diangkat menjadi Sekretaris Tim Zero Waste Jakarta - Bogor - Depok - Tangerang - Bekasi - Cianjur (Jabodetabekjur) untuk pengelolaan sampah di seluruh daerah itu.
Berlanjut dan seolah tidak bisa dihentikan, Pak Asrul semakin intens dan keras membela Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan regulasi pendukung UUPS tersebut. Berbagai program persampahan nasional yang menurutnya melenceng dari amanat UPPS dilabraknya habis-habisan.
Saking kerasnya Pak Asrul dianggap tidak sopan karena kata-katanya yang tajam ketika mengkritik kebijakan. Meski demikian, dia tetap menjalin persahabatan secara pribadi dengan orang-orang dan pejabat-pejabat yang dikritiknya.
Namun, keras dan tegasnya Pak Asrul pada program persampahan nasional yang dianggapnya melenceng bukan tanpa solusi. Pak Asrul lah yang menurut penuturannya pertama kali mengusulkan pembentukan Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ABSI), yang belakangan tanpa keterlibatannya terbentuklah Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI).
Bersamaan dengan itu juga dia mengusulkan konsep Bank Sampah Induk (BSI) untuk setiap desa dan kelurahan sebagai wadah berkumpulnya bank sampah-bank sampah kawasan di satu desa atau kelurahan. Belakangan, tanpa keterlibatan Pak Asrul juga, BSI diadopsi dan diimpelementasikan untuk skala kabupaten atau kota.
Pak Asrul juga mengusulkan pembentukan Primer Koperasi Bank Sampah (PKBS)di seluruh kabupaten/kota Indoneska. Tanpa keterlibatannya kemudian terbentuklah sekitar 300 PKBS di seluruh Indonesia yang tidak berkembang.Â
Belakangan, Kementerian Koperasi dan UKM kemudian memanggil Pak Asrul untuk terlibat dan menerima usulan dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengubah PKBS menjadi PKPS (Primer Koperasi Pengelola Sampah).Â
Hal itu untuk memperluas keanggotaan koperasi yang dari bank sampah saja menjadi seluruh pihak yang bergerak di bidang pengelolaan sampah. Kini telah berdiri puluhan PKPS di seluruh Indonesia dengan bantuan inisiasinya dibantu anak-anak didiknya di bidang persampahan.
Solusi-solusi bidang persampahan itu disampaikan Pak Asrul secara resmi kepada kementerian terkait dan terus disuarakannya. Bukan hanya melalui penulisan buku, Pak Asrul juga adalah penulis yang rajin dan merupakan salah satu headliner Kompasiana.Â
Pak Asrul juga menyampaikan ide, gagasan, dan memperkuat kritik sarannya melalui video-video di kanal Youtube-nya. Selain itu tentu saja Pak Asrul kerap dijadikan narasumber oleh berbagai pihak dalam seminar dan diskusi persampahan.Â
Media massa dan televisi nasional sering mengundangnya berbicara tentang regulasi dan pengelolaan sampah di Indonesia.
Sejumlah negara didatangi Pak Asrul untuk mempelajari sistem pengelolaan sampahnya. Secara detil dia pelajari untuk diadopsi dan dikombinasikan dengan ide dan gagasannya sendiri sesuai kondisi masyarakat dan alam Indonesia.Â
Menurutnya, pengelolaan sampah luar negeri tidak bisa langsung dan secara bulat-bulat diterapkan di Indonesia.
Semasa hidupnya, Pak Asrul juga berjuang menghentikan program Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG), karena diduga penuh dengan permainan. Dia menyatakan uang masyarakat yang dikumpulkan dari program itu tak jelas dipergunakan untuk apa.
Bukan tidak setuju dengan dengan program KPB/KPTG, menurutnya program itu sangat bagus namun harus jelas sistemnya agar uang yang dikumpulkan dari program itu dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya para pengelola sampah.
Pak Asrul jugalah yang mengkritik habis-habisan program nasional aspal mix plastik. Itu karena menurutnya program tersebut sangat berpotensi curang. Dia tahu betul letak potensi kecurangannya karena latar belakangnya sebagai sarjana teknik sipil.
Program Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) juga digugat bersama teman-temannya untuk dihentikan. Program itu dinilai tidak sesuai dengan kaidah lingkungan dan Konvensi Stockholm untuk tidak mengubur dan membakar sampah.Â
Perkara gugatan itu dimenangkan oleh Mahkamah Agung dan Peraturan Presiden (Perpres) untuk program itu dihentikan. Kendati demikian belakangan terbit lagi reinkarnasi Perpres tentang PLTSa dengan nama Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Pak Asrul bergeming.
Pak Asrul juga menerbitkan buku berjudul: Bank Sampah "Masalah dan Solusi". Buku yang mengurai permasalahan kelembagaan bank sampah yang tidak sesuai harapan dan mengarahkannya menjadi sosial engineering.Â
Dia mendorong bank sampah menjadi perekayasa sosial di masyarakat, bukan hanya berbisnis sampah saja dan menjadi pesaing pemulung, perosok, dan pengepul sampah.
Buku itu menjadi titik balik, seolah Pak Asrul "memusuhi" bank sampah. Padahal, dia sedang berupaya menata bank sampah agar menjadi lebih baik dan menjadi solusi yang benar-benar solusi di dalam pengelolaan sampah Indonesia.Â
Pro kontra terhadap upaya perbaikan bank sampah itu membuat Pak Asrul kian populer di kalangan penggelut, pegiat, dan pemerhati persampahan.
Pria asal Bone itu berkeliling Indonesia untuk memperbaiki pengelolaan sampah dengan bertemu Bupati, Wali Kota, dan Gubernur membawa misi Indonesia Bebas Sampah dengan sistem yang holistik. Hingga akhir hayatnya di Yogyakarta, dia juga pergi untuk misi nasionalnya itu.
Untuk meyakinkan orang-orang bahwa dirinya benar-benar ingin menata kelola persampahan Indonesia sesuai UUPS, Pak Asrul selalu menegaskan bahwa dirinya berhenti dan tidak berbisnis sampah. Dia tidak punya kepentingan apapun kecuali ingin Indonesia bebas dari masalah sampah.Â
Untuk itulah dia menginisiasi ide PKPS di setiap kabupaten/kota, agar setelah pendampingannya dalam pengelolaan sampah selesai, bisnis sampah bisa dikerjakan oleh putra-putri daerah. Dinyatakannya, bisnis sampah adalah bisnis yang memiliki karakteristik khusus.
Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) juga pernah menjadikannya sebagai penasihat. Menurut penuturannya, selama di ADUPI dia memperjuangkan agar pelarangan-pelarangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dihentikan oleh pemerintah. Karena pelarangan itu akan mematikan para pengusaha daur ulang dan hajat hidup orang-orang yang bekerja di industri utama dan pendukung plastik.Â
Pak Asrul lah yang menyatakan bahwa memperhatikan dan menyelamatkan lingkungan tidak boleh an sich untuk kepentingan ekologi saja. Kepentingan ekonomi masyarakat juga harus dipikirkan.Â
Oleh karenanya dia selalu getol pada sistem pengelolaan sampah. Sehingga sebanyak apapun plastik dipakai, tidak akan menjadi masalah bagi lingkungan selama pengelolaan berjalan secara menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.
Selama di ADUPI, Pak Asrul juga mengusahakan agar para pengusaha yang menggunakan bahan daur ulang mendapatkan insentif dari pemerintah berupa pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi Rp 1. Dengan catatan, para pengusaha tersebut mengayomi dan merawat pengelola sampah seperti bank sampah dan sebagainya sebagai penyuplai bahan baku daur ulang.Â
Tahun 2020 saat pandemi Covid-19 sedang marak, Pak Asrul tidak berhenti. Di Surabaya dia mendirikan Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) sebagai pengawas, kemudian menjadi pembinanya.Â
Ketika Covid-19 mulai reda, Pak Asrul kembali ke Jakarta dan diangkat menjadi Ketua Komisi Penegakan Regulasi Persampahan oleh Satgas Nawacita Indonesia.
Kritik keras Pak Asrul juga ditujukan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Nomor P.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.Â
Tak tanggung-tanggung, Pak Asrul menyatakan peraturan itu sebagai peta buta. Untuk mengantitesis peraturan itu, Pak Asrul menginisiasi pembentukan Tim Perumus Program Penerapan (TP3) Extended Producer Responsibility (EPR) dengan #GiF, YAKSINDO, dan Institut Teknologi Yogyakarta (ITY).Â
Tim itu kemudian menghasilkan Draft Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penerapan EPR (Tanggung Jawab Produsen) di Indonesia beserta Rumusan Penetapan Status Ramah Lingkungan Kemasan dan Produk, Rumusan Pelaksanaan Penerapan EPR Indonesia, dan Landasan Pelabelan Kemasan dan Produk.
Draft PP tersebut telah diusulkan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta pada Komisi IV DPR RI dan Badan Legislasi DPR RI. Inilah yang terus menjadi pembahasan Pak Asrul hingga akhir hayatnya.
Terakhir Pak Asrul juga diangkat sebagai Ketua Badan Pemberdayaan Pengelolaan Persampahan dan Lingkungan Hidup (BP3LH) oleh Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI).Â
Pertemuan BP3LH SOKSI dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekrat), Sandiaga Uno menghasilkan kesepakatan untuk membuat program bersama pengelolaan sampah pada destinasi wisata prioritas dan non-destinasi wisata.
Nasib Penegakan Regulasi Sampah
Melihat dan mengenang sepak terjangnya, tidak dapat dipungkiri bahwa Pak Asrul merupakan tokoh sentral di persampahan Indonesia. Visi dan misinya sangat besar dalam tata kelola sampah Indonesia. Bahkan, tak hanya persampahan Indonesia, Pak Asrul juga memikirkan pengelolaan sampah dunia.
PKPS yang diinisiatorinya digadang-gadang olehnya sebagai solusi sampah internasional. Supaya Indonesia tidak jadi tempat sampah negara-negara maju lewat impor sampah di mana Indonesia selalu dicurangi namun tak ada tindakan tegas dari negara.Â
Menurut Pak Asrul, PKPS yang ada di seluruh dunia akan menjadi solusi permasalahan sampah laut yang membahayakan lingkungan laut dan masa depan generasi penerus.Â
Sepeninggal Pak Asrul begitu banyak orang merasa kehilangan. Bukan hanya keluarganya, tapi duka mendalam juga dirasakan anak-anak didiknya di seluruh Indonesia. Ucapan belasungkawa terus mengalir dari berbagai pihak atas meninggalnya tokoh sentral penegakan regulasi persampahan itu.
Bersamaan dengan itu, muncul pertanyaan yang begitu berat dijawab. Yaitu, bagaimana nasib penegakan regulasi persampahan Indonesia dan siapa yang akan meneruskan perjuangan almarhum?
Kini, bisa dibilang belum ada lagi orang yang disegani dalam penegakan regulasi persampahan. Namun Puang Asrul telah banyak berbuat dan mengantar banyak pihak untuk masuk ke depan pintu sistem pengelolaan sampah yang holistik komperhensif.Â
Nasib penegakan regulasi dan pelaksanaan tata kelola sampah di Indonesia akan jadi tantangan yang kian berat sepeninggal almarhum. Semoga anak-anak didik Pak Asrul mau, mampu, kuat, dan tegar sebagaimana Pak Asrul yang merupakan sahabat, orang tua, dan gurunya dalam persampahan.
Bukan tidak mungkin, sejumlah pihak justru merasa lega untuk bisa berbuat apapun sepeninggal "tukang kritik dan tukang protes" itu. Sehingga, persampahan Indonesia akan semakin amburadul dan lingkungan semakin semrawut untuk ditinggali selanjutnya.
Selamat jalan pejuang!
(nra)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI