Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Dalih Produsen Wajib Mengelola Sampah dan Sisa Produk

16 Oktober 2022   10:35 Diperbarui: 17 Oktober 2022   10:26 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Produk makanan, minuman, dan farmasi kadaluarsa yang menumpuk di sebuah gudang perusahaan distributor. (Dokumentasi pribadi) 

Dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) ada Pasal 15 yang merupakan salah satu inti dari regulasi tersebut. Isinya tentang kewajiban produsen untuk bertanggung jawab mengelola sampah dan sisa produk yang diproduksinya.

Direktur Green Indonesia Foundation (GIF), Asrul Hoesein, mengungkapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Rachmat Witular awalnya mengajukan pembuatan regulasi tentang tanggung jawab produsen ke DPR RI. Namun, DPR RI tak menyetujuinya karena regulasi induk tentang pengelolaan sampah belum ada.

Rachmat Witular akhirnya kembali dengan rancangan undang-undang yang sekarang kita sebut UUPS. Tanggung jawab produsen terhadap sampah dan sisa produknya tercantum pada pasal 15. Bunyinya: Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Pasal 15 inilah yang populer dalam bahasa asing sebagai Extended Producer Responsibility (EPR). Untuk mendetailkan Pasal 15 itu, UUPS mengamanahkan untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP).

Namun, hingga saat ini PP itu tak kunjung ada. Namun, Tim Perumus Program Penerapan (TP3) EPR Indonesia yang dibentuk di Yogyakarta telah menginisiasi pembuatan PP tersebut dalam bentuk rancangan.

Begitu pentingnya pelaksanaan kewajiban produsen untuk bertanggung jawab mengelola sampah dan sisa produknya sampai-sampai UUPS diinisiasi karenanya. Sebab, sampah di lingkungan kita semuanya diproduksi oleh industri atau pabrikan. Terutama sampah-sampah berupa kemasan yang tidak bisa terurai secara alami maupun yang bisa terurai, dan sampah yang bisa didaur ulang maupun yang tidak bisa didaur ulang.

Sebagai negara besar dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar raksasa untuk berbagai produk. Dampaknya, tingkat konsumsi tinggi dan potensi sampah juga tinggi. Semua bahan/barang konsumsi akan dikemas untuk menjaga kondisi supaya tidak rusak. Semua bahan/barang konsumsi ada usia pakainya, semua akan rusak pada masanya.

Banyak kendaraan mobil mangkrak di salah satu kantor Jawa Timur karena tidak ada sistem EPR. (Dokumentasi pribadi)
Banyak kendaraan mobil mangkrak di salah satu kantor Jawa Timur karena tidak ada sistem EPR. (Dokumentasi pribadi)

Di banyak negara, para produsen sudah dengan konsisten bertanggung jawab pada sampah dan sisa produknya. Produsen tidak bisa main-main dan membiarkan sampah atau sisa kemasannya tercecer di mana-mana, karena pemerintah setempat akan menindak dengan memberi sanksi.

Hal itulah yang diharapkan juga berlaku di Indonesia. Yaitu, penegakan hukum dan regulasi atas penerapan tanggung jawab produsen. Toh, pembiayaan dari kewajiban itu bukan dibayar perusahaan, tapi dibayar oleh masyarakat yang membeli produk.

Di negara lain, tanggung jawab produsen dikatakan murni tanggung jawab produsen. Produsenlah yang membiayai penerapan tanggung jawab atas sampah dan sisa produknya.

Secara eksplisit memang produsen yang bertanggung jawab, tapi sesungguhnya penerapannya didanai oleh konsumen. Karena tentu saja produsen sudah memasukkannya dalam mekanisme harga produk yang selanjutnya dibeli konsumen.

Di Indonesia EPR pernah disebut sekali dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 13 Tahun 2012 dengan definisi strategi yang didisain dalam upaya mengintegrasikan biaya lingkungan ke dalam seluruh proses produksi suatu barang sampai produk itu tidak dapat dipakai lagi sehingga biaya lingkungan menjadi bagian dari komponen harga pasar produk tersebut.

Belakangan Permen LH Nomor 13 Tahun 2012 ini dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah. Pada peraturan menteri yang baru itu EPR sudah tak disebut lagi.

Hal ini sangat mencemaskan para pemerhati lingkungan karena frasa EPR kini tak ada lagi di semua regulasi tentang persampahan. Kondisi yang bisa menyebabkan produsen makin jauh dari melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya pada sampah dan sisa kemasannya.

Mengapa Produsen Wajib Mengelola Sampah dan Sisa Produknya?

Dalam hal ini, sampah secara umum adalah kemasan-kemasan yang membungkus produk. Di mana ketika konsumen telah membeli produk itu maka kemasan tersebut kemudian menjadi sisa dari produk tersebut.

Misalnya, bungkus makanan ringan, botol minuman, bungkus barang, dan lain sebagainya dengan fungsi wadah atau pengaman produk dari ancaman kerusakan.

Produk makanan, minuman, dan farmasi kadaluarsa yang menumpuk di sebuah gudang perusahaan distributor. (Dokumentasi pribadi) 
Produk makanan, minuman, dan farmasi kadaluarsa yang menumpuk di sebuah gudang perusahaan distributor. (Dokumentasi pribadi) 

Sedangkan sisa produk adalah barang-barang yang sudah tak dipakai lagi karena sudah selesai fungsinya atau karena rusak.

Misalnya, handphone, laptop, televisi, kursi, lemari, kasur, kulkas, sepeda motor, mobil, lampu, dan berbagai barang lain yang tak dipakai lagi karena ada pembaruan atau rusak.

Di samping itu, ada produsen yang mengkhususkan diri memproduksi barang-barang untuk kemasan. Maka sisa produk dari produsen tersebut dapat berupa kemasan untuk minuman, makanan, dan barang-barang utilitas. Bagi produsen yang menjual produk kemasannya langsung ke masyarakat, maka sisa produknya adalah tanggung jawab produsen.

Namun, jika produk kemasan itu dijual pada industri lainnya sebagai kemasan, maka sisa kemasan menjadi tanggung jawab industri yang menggunakan kemasan itu sebagai sampah. Industri pemakai kemasan yang diproduksi pihak lain dapat berbagi tanggung jawab dengan pembuat kemasan yang dibelinya tersebut.

Penjelasan di atas mungkin agak jelimet, namun semoga bisa dipahami dengan benar. Sebab, secara hirarki semua produsen harus bertanggung jawab pada sampah dan sisa kemasannya hingga ke titik awalnya.

Nah, mengapa produsen wajib mengelola sampah dan sisa produknya? Jawabnya sangat sederhana.

Itu karena produsenlah yang tahu bagaimana semua produk itu dibuat. Produsenlah yang tahu bahan apa saja yang dipakai untuk membuat produk tersebut. Dengan begitu berarti, hanya produsen itu jugalah yang tahu bagaimana semua produk itu bisa dimanfaatkan kembali.

Jika produk itu perlu dimusnahkan, maka produsen jugalah yang tahu bagaimana cara memusnahkannya agar tak menyebabkan masalah bagi lingkungan.

Jadi, sama sekali tidak ada alasan bagi produsen untuk tidak menjalankan kewajibannya mengelola sampah dan sisa produknya. Karena hanya merekalah yang tahu bagaimana awal produk itu dibuat dan bagaimana produk itu harus berakhir.

Masalah datang ketika ada pihak yang memberikan ruang pada produsen untuk tidak bertanggung jawab pada end of life produknya.

Dan makin runyam masalahnya ketika regulasi mengenai kewajiban tanggung jawab produsen tidak dijalankan. Yang menjadi korban akhirnya masyarakat, karena dianggap tidak sadar dan tidak peduli lingkungan.

Padahal, sebenarnya begitu ada sistem yang mengatur pelaksanaan kewajiban produsen dan regulasi tegak terkait hal itu, maka masyarakat juga tak akan bisa menghindar untuk bisa disiplin mengelola sampah dan sisa produk dari berbagai konsumsinya.

(nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun