Gunung sampah di TPA Benowo hanya bisa dilihat dari Tol Surabaya-Gresik, dan bisa tercium aromanya dari radius hingga Stadion Gelora Bung Tomo (GBT). TPA Benowo tak bisa dilihat kondisinya oleh siapa saja. Masyarakat tidak tahu kondisi TPA Benowo sehingga tak pernah khawatir untuk terus membuang sampah yang kemudian di angkut ke TPA Benowo.
Banyak pihak menyatakan TPA Benowo sesungguhnya sudah over capacity. Tapi Pemerintah Kota Surabaya hingga saat ini belum punya solusi untuk mengelola sampah Kota Surabaya yang volumenya mencapai 2.600 ton/hari. Semua sampah itu diketahui mayoritas dibuang ke TPA Benowo di samping persentase kecil diolah fasilitas-fasilitas pengolahan sampah.
Sama dengan kabupaten atau kota lainnya, fasilitas pengolahan sampah di Surabaya belum berjalan maksimal. Rata-rata masih menghasilkan residu tinggi dan membuangnya ke TPA Benowo. Hal ini disebabkan sistem sentralisasi pengelolaan sampah yang diterapkan Pemerintah Kota Surabaya.
PSEL Surabaya Tidak Memadai
Medio 2021, Presiden Joko Widodo meresmikan fasilitas Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Benowo. Sebuah proyek nasional yang hendak dijadikan pilot project percontohan bagi seluruh Indonesia.Â
Proses gasifikasi dengan PSEL Benowo ini diproyeksikan menghasilkan listrik 2 Megawatt per hari dari 600 ton sampah yang dibakar. Listrik itu kemudian akan diserap PLN karena kewajiban membeli listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT). PLN tidak bisa menolak membeli meski harganya lebih mahal dan kapasitasnya sangat kecil.
Meski begitu, PSEL Benowo tetap tidak bisa membereskan masalah sampah di Surabaya. Belum lagi jika musim hujan datang, maka sampah Kota Surabaya akan sulit dibakar untuk menghasilkan gasifikasi. Ditambah lagi biaya tipping fee yang mahal dan operasional lainnya. Maka, bisa jadi sampah yang awalnya bisa diolah jadi listrik 600 ton/hari bisa berkurang dari jumlah itu. Sementara volume sampah di Kota Surabaya jelas dan nyata sebesar 2.600 ton/hari.
Pemkot Surabaya Melanggar UUPS dan Perda-nya Sendiri
Sistem yang dijalankan Pemerintah Kota Surabaya dalam penanganan sampah hingga saat ini sesungguhnya masih melanggar Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Terutama dalam hal pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga, pengelolaan sampah kawasan, dan penutupan TPA Open Dumping.
Pemkot Surabaya tidak akan bisa melaksanakan operasional TPA Control Landfill atau Sanitary Landfill selama penanganan sampah masih dilakukan secara sentralistik. Terlalu banyak sampah yang harus diproses di TPA jika penanganan sampah sentralistik itu terus dilakukan. Solusi penanganan sampah sentralistik hanya satu : TPA Open Dumping. Tidak ada yang lain.
Selain melanggar UUPS, Pemkot Surabaya sebenarnya sedang melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan Kota Surabaya. Perda ini sama semangatnya dengan UUPS, dan dilanggar juga oleh pemerintah yang mengeluarkan aturan ini sendiri.