Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Puncak Bahaya TPA Desa: Sampah Bisa "Membunuh" Semuanya

25 Februari 2022   07:00 Diperbarui: 25 Februari 2022   07:20 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara administrasi dan geografis, desa/kelurahan merupakan lingkup pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Sehingga pemerintah desa diharapkan dapat memberikan solusi berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Tidak terkecuali dalam urusan pengelolaan sampah.

Saat ini, seiring dengan terus meningkatnya populasi di desa maka meningkat pula potensi timbulan sampahnya. Makin baiknya infrastruktur transportasi dan pembangunan di desa juga membuat berbagai produk mampu menjangkau hingga
ke pelosok.

Situasi itu pada akhirnya akan berdampak pada makin beragamnya bentuk fisik, jenis, dan unsur potensi sampah yang timbul hingga pelosok desa. Pada umumnya desa tidak siap menghadapi potensi volume timbulan sampah yang kian meningkat tersebut.

Sebagian besar desa/kelurahan masih mengandalkan cara lama dalam pengelolaan sampah. Bagi desa/kelurahan yang dapat dijangkau oleh Dinas/Badan Lingkungan Hidup, timbulan sampah diangkut dan dibuang ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Sedangkan desa/kelurahan yang tidak terjangkau pengangkutan sampah oleh dinas terkait maka sampah
dikelola dengan dibuang secara ilegal dumping, dikubur, dibuang ke sungai/danau/laut, dibakar atau dibuang ke TPA yang dibangun oleh Pemerintah Desa.

Cara lama dalam mengelola sampah dengan membuat TPA di desa bukanlah solusi yang tepat. Cara-cara tersebut hanya menunggu waktu untuk menimbulkan masalah dari sampah yang ditimbun di TPA.

Sebab, seiring waktu berjalan sampah tidak akan berkurang atau habis dengan sendirinya. Sebaliknya, sampah akan terus bertambah dan bertambah. TPA akan penuh. Dampak pencemarannya akan diderita lingkungan di desa. Pencemaran akibat sampah akan berdampak negatif pada udara, air, dan tanah di desa serta pada kesehatan manusia di sekitar TPA.

Cari Untung dengan Bangun TPA Desa

Konsep sentralisasi pengelolaan sampah dengan TPA memang sangat menggiurkan keuntungannya. Desa melalui Karang Taruna, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), atau pengusaha lokal bisa dengan mudah dapat uang dengan pola TPA ini. Caranya, dengan memungut retribusi/iuran/kewajiban kebersihan pada warga atau penimbul sampah.

Keuntungan melalui cara itu akan lebih besar lagi jika ada desa sebelah atau desa lain ikut buang sampah di TPA desa itu. Maka, tarif membuang sampah di TPA akan diberlakukan sebagaimana TPA pada umumnya yang dikelola pemerintah daerah. Potensi duit lebih besar lagi kalau ada industri atau perusahaan mau buang sampah di desa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun