Sampah organik adalah bagian terbesar komposisi sampah di Indonesia. Jangan bandingkan dengan komposisi sampah Indonesia dengan negara lain. Pasti pasti beda.
Juga jangan samakan sampah Indonesia dengan sampah di negara lain. Pasti beda juga. Karena itu, teknologi pengolahan sampah di luar negeri jangan dibawa ke Indonesia. Yang di antaranya alat-alat dan mesin untuk membakar sampah.
Sebelum banyaknya wadah plastik, mungkin sampah di Indonesia 100% adalah sampah organik. Di antaranya sisa makanan, sisa masak dari dapur, dan wadah makanan dari dedaunan kuat nan lebar. Seiring teknologi berkembang, sampah organik Indonesia menjadi tinggal 60-70%.
Sampah organik yang 60-70% itu umumnya dibungkus dalam kantong plastik. Lalu dibuang. Diangkut tukang sampah atau petugas kebersihan ke TPS. Dari TPS ke TPA. Jadi gunung sampah dari waktu ke waktu sampai sekarang.
Jika Anda masuk ke TPA dan melihat gunungan sampah, itu sesungguhnya gunung sampah organik. Anggap saja hanya 30%-nya saja yang anorganik. Dan 30% sampah anorganik itu yang menghambat dekomposisi sampah organik.
Hambatan dekomposisi sampah organik itu menyebabkan TPA menjadi bau. Bau itu adalah gas metana yang muncul dari proses kimia alami karena macam-macam sampah tercampur itu. Mencemari udara.
Selanjutnya, proses itu menghasilkan air lindi yang juga bau tidak enak. Menyerap ke dalam tanah dan menyebar. Mencemari tanah.
Lindi dari sampah yang terus menerus masuk ke dalam tanah, akhirnya mencemari air. Air ikut bau. Tidak sehat dikonsumsi. Maka jangan heran jika kawasan sekitar TPA tak produktif lagi jika sebelumnya adalah sawah, kebun, ladang, atau tambak.
Padahal, andai dipilah sejak dari sumbernya. Semua kerugian pada lingkungan dan manusia itu tidak akan terjadi. Justru sampah organik dan juga sampah anorganik akan memberi keuntungan.
Sampah anorganik seperti plastik dan lainnya yang bisa didaur ulang bisa dikirim ke industri pendauran ulang.Â