Syukurlah. Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) makin lama makin berkualitas secara formal. Setidaknya berkualitas di atas kertas. Sebagaimana dinyatakan dalam Surat Edaran (SE) Nomor: SE.1/MENLHK/PSLB3/PLB.O/1/2022 tentang Hari Peduli Sampah Nasional 2022.
Dalam SE tersebut dinyatakan, tema HPSN 2022 ini "Kelola Sampah Kurangi Emisi Bangun Proklim". Target utamanya adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% - 41% . Di atas kertas, target ini tertulis begitu tegas. Namun, kenyataannya belum tentu demikian.
Di mana-mana, biasanya acara puncak HPSN dipuncaki dengan acara pungut-pungut sampah. Acara itu diadakan secara kolosal. Melibatkan orang banyak. Pemerintah, LSM, komunitas, penggerak, pegiat lingkungan bersatu dalam kegiatan pungut sampah untuk memperingati HPSN.
KLHK akhirnya "menghentikan" acara itu dengan tema HPSN tahun ini. Mungkin baru sadar bahwa, kegiatan HPSN tahun-tahun sebelumnya itu salah.Â
HPSN yang diperingati untuk mengenang kejadian longsor gunung sampah di TPA Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat pada 21 Februari 2005 yang menewaskan banyak orang, justru diperingati dengan cara memperbanyak kirim sampah ke TPA dari acara puncak HPSN.
Maka tahun ini, kalau masih ada acara HPSN yang hasilnya mengirim sampah ke TPA, berarti pihak tersebut betul-betul tak paham soal masalah sampah Indonesia. Hanya ingin terlihat peduli saja. Yang kalau bisa, selain ingin dilihat punya kepedulian, bisa juga dapat dana sponsor dan bantuan.
Namun di sisi lain, KLHK cukup berani menentukan tema "Kelola Sampah Kurangi Emisi Bangun Proklim" pada HPSN 2022. Karena kenyataan di lapangan, mayoritas sampah tidak diolah. Jika makna dari kata kelola sampah itu adalah mengolahnya untuk dimanfaatkan kembali.Â
Sejauh ini, pengelolaan sampah di Indonesia mayoritas mandeg pada prinsip penanganan. Di mana penanganan yang dimaksud adalah mengangkut dan membuangnya ke TPA. Maka, target pengurangan emisi 29% - 41% emisi gas rumah kaca, bisa dibilang sama sekali tidak linear dengan kondisi di lapangan.
Pengelolaan sampah memang ada. Tapi lebih banyak ke penanganan sampah. Yaitu, mengirim sampah ke TPA. Sementara pengolahan sampah masih sangat kecil. Data menunjukkan, sampah yang diolah untuk didaur ulang baru di angka 7% saja. Sementara sampah masuk TPA 69%. Dan sampah tercerai berai di berbagai tempat 24%.Â
Ingat, potensi sampah Indonesia mencapai 68 juta ton. Dengan persentase sampah diolah hanya 7%, maka target pengurangan emisi gas rumah kaca 29% - 41% tentu sangat sulit dicapai.Â
Tapi bukan KLHK namanya kalau membuat target yang mudah. Karena sebelumnya di bidang persampahan, KLHK menargetkan menerapkan EPR hanya dengan bermodal Peraturan Menteri LHK. Sementara hal EPR seharusnya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana diamanatkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
HPSN Kembali pada Ruh UUPS
HPSN diperingati bertepatan dengan hari nahas. Yang sebelum-sebelumnya kejadian nahas itu dirayakan dengan suka cita. Berkumpul, berlomba, gegap gempita lalu menghasilkan sampah. Mayoritas HPSN diperingati dengan kegiatan-kegiatan yang sama sekali jauh dari ruhnya.Â
Apa ruhnya?
Ruh peringatan HPSN seharusnya berpulang pada kejadian yang menjadi tonggak peringatannya dan UUPS. Yaitu, pengurangan sampah yang dibuang ke TPA dan meningkatkan sistem pengelolaan sampah sesuai UPPS. Supaya gunungan-gunungan sampah tak bertambah tinggi.
Mestinya, HPSN menjadi hari evaluasi bersama seluruh Indonesia mengenai pelaksanaan waste management. Mengoreksi tentang sudah benarkah tata kelola sampah dilakukan dan sejauh mana tata kelola itu menyebabkan pengurangan sampah di TPA.
Toh sudah ada UUPS yang terbit 3 tahun usai kejadian di Leuwigajah. Aturan induk pengelolaan sampah yang banyak sekali aturan turunan terbit setelahnya.
Semua regulasi itu seharusnya menjadi solusi persampahan agar gunungan sampah di TPA tak terus menerus bertambah. Tak akan berat pengelolaan sampah jika mau dilaksanakan. Kecuali memang ada yang senang Indonesia terus kotor dan bermasalah dengan sampah.Â
Hentikan Legalisasi Bakar Sampah
Kalau KLHK atau bahkan Presiden RI Joko Widodo serius mau mengatasi dan mencegah dampak perubahan iklim, salah satu yang harus dilakukan juga adalah menghentikan legalisasi bakar sampah. Jangan justru memberi peluang-peluang untuk membakar sampah dengan alasan untuk menyelesaikan persoalan sampah.
KLHK dan Presiden perlu menegaskan pada pemerintah-pemerintah daerah agar tidak menyelesaikan masalah sampah dengan membakarnya. Meskipun dengan alasan hasil pembakaran sampah untuk dijadikan energi listrik.Â
Sebab, sampah benar-benar bisa diselesaikan dengan sistem pengelolaan yang benar dan sesuai regulasi. Dengan catatan, sistem pengelolaan sampah yang tersentralisasi seperti saat ini harus dihentikan.
Sentralisasi pengelolaan sampah itu dampaknya sangat buruk bagi lingkungan Indonesia. Salah satunya menciptakan peluang orang berspekulasi untuk mengambil keuntungan di tengah carut-marutnya persoalan karena sentralistik pengelolaan sampah itu. Di antaranya dengan membangun narasi-narasi bahwa masalah sampah hanya bisa diselesaikan dengan teknologi, peralatan, dan mesin.
Sampai-sampai orang berani berspekulasi untuk membuat alat pembakar sampah tanpa buangan gas emisi. Narasi dan spekulasi ini dibangun hanya dengan satu tujuan: bisa menjual mesin atau teknologi apapun yang diproduksinya.
Narasi dan spekulasi ini sangat diminati. Terutama oleh oknum pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengelola kawasan, dan dunia usaha yang sisa produknya jadi sampah. Sebab, membakar sampah dengan teknologi itu bisa melanggengkan sentralisasi pengelolaan sampah, dan produsen akan bebas dari tanggung jawab pada sampah yang dihasilkan dari produknya.
Sentralisasi dipertahankan untuk meraup keuntungan dari penanganan sampah. Dan itu sejalan dengan kepentingan produsen untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya. Maka legalisasi pembakaran sampah akan menjadi jalan tol untuk kong-kalikong itu.
Jika itu terus terjadi. Jangankan mengurangi emisi gas rumah kaca 29% - 41%, mungkin 1% pengurangan pun tidak akan tercapai.
Kita tunggu saja. Apakah KLHK akan menambah deretan kegagalannya. Setelah gagal mencapai target Indonesia Bersih 2020, kemudian ditunda menjadi 2025. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H