Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

LSM Asing Bakal Serbu Indonesia untuk Urus Sampah

21 Januari 2022   14:33 Diperbarui: 21 Januari 2022   14:37 1537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu campur tangan asing kelola sampah Indonesia dengan skema kerjasama antarkota. (Dokumentasi pribadi)

April 2022 mendatang, 30-40 Non Government Organization (NGO) atau dalam bahasa Indonesia Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing akan datang dan berkumpul di Bali. Di antaranya adalah LSM yang didirikan oleh tokoh-tokoh terkaya dan terkenal dunia. Yaitu, Bill Gates hingga Rockefeller.

Di antara yang akan dibahas oleh LSM-LSM asing itu adalah soal perubahan iklim, sampah plastik di laut, hingga pemajuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). "Mereka menyurati Presiden Jokowi dan berharap presiden bisa hadir dalam pertemuan di Bali," kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan saat membuka acara Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) 2022 di Jambi,  Rabu 19 Januari 2022.

Presiden Jokowi, lanjut Luhut, bersedia dan akan hadir di pertemuan itu. Terutama berkaitan dengan pemajuan UMKM yang akan dibahas dalam pertemuan itu. "Ada hampir 30-40 foundation dunia. Yang jika dikumpul-kumpul nggak tahu berapa, bisa lebih besar dari GDP negeri kita ini," ujar Luhut.

Tentang akan hadirnya LSM asing ke Indonesia itu, ada pihak yang curiga bahwa mereka diundang oleh Pemerintah Indonesia. Karena tidak mungkin mereka akan tiba-tiba datang jika tak diundang. Terutama berkaitan dengan masalah sampah yang juga akan dibahas LSM-LSM asing itu. Namun, sebagian pihak yakin bahwa kedatang LSM asing itu justru akan membawa manfaat untuk Indonesia. Apalagi LSM-LSM asing itu didirikan oleh orang-orang kaya dunia dan dikenal sering memberikan bantuan secara filantropis.

Khusus soal lingkungan, sebenarnya sudah sejak lama Indonesia "dijajah" oleh LSM-LSM asing dunia. LSM-LSM asing itu datang ke Indonesia bukan diundang. Mereka datang karena banyaknya masalah lingkungan di Indonesia. Di mana masalah adalah "peluang" bagi mereka. 

Di Indonesia, LSM-LSM asing ini berkembang relatif cepat. Mereka kemudian merekrut anak-anak Indonesia. Anak-anak Indonesia itu pun kemudian dengan bangga bisa bergabung dengan LSM asing itu. Karena mereka merasa bergabung dengan LSM asing bisa meluaskan pergaulan mereka secara internasional.

Anak-anak Indonesia yang tergabung di LSM asing itu ada yang digaji oleh induknya. Menjadi pegiat LSM asing kemudian menjadi semacam pekerjaan. Ada juga yang bergabung sebagai sebagai relawan dan diberi kebebasan mencari duit sendiri menggunakan bendera LSM asing itu. Caranya macam-macam. Ada yang bikin program dan kegiatan untuk dibiayai perusahaan-perusahaan. Ada juga yang membuat program donasi dengan sasaran perorangan.

Cara kerja LSM asing itu kemudian banyak diadopsi LSM-LSM lokal yang berdiri belakangan. Di mana banyak pendirinya adalah orang yang pernah bekerja di LSM asing. Di mana LSM asing secara kinerja, akuntabilitas, dan programnya memang cukup bagus. Peningkatan kualitas di LSM asing berjalan dengan baik. Sehingga sumber daya manusia (SDM) LSM asing rata-rata berkualitas baik.

Kerja LSM asing pada umumnya adalah membuat program dan kegiatan yang menyasar Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan multinasional. Mereka membuat perwakilan di Indonesia dengan tujuan untuk menyerap CSR perusahan-perusahaan besar internasional yang menjual produknya di Indonesia. Sehingga perusahaan besar itu harus menjalankan CSR di Indonesia juga.

Bisa jadi, LSM asing itu juga di antaranya adalah bentukan perusahan-perusahaan besar untuk menyalurkan CSR-nya. Supaya perusahaan tetap bisa mengendalikan dana CSR-nya meskipun dialokasikan pada LSM.

LSM Lokal Tiru LSM Asing

LSM asing selalu buat program, kegiatan, dan acara yang melibatkan banyak orang. Mereka pintar dalam fund raising atau penggalangan dana. Entah memang benar-benar pintar atau dimudahkan karena LSM asing itu bentukan perusahaan penyumbang dana program, kegiatan atau acaranya.

Tapi, sebagus-bagusnya program dan kegiatan yang dibuat dan dilaksanakan LSM asing, umumnya tak menyentuh persoalan intinya. Hanya di permukaan saja. Sebab, mereka memang tidak punya kepentingan lain di Indonesia selain melaksanakan program, kegiatan atau acaranya itu. Indonesia bukan tanah air mereka. 

Ada pula LSM asing yang keras pada suatu persoalan, khususnya lingkungan. Saking kerasnya, mereka hanya peduli pada lingkungan saja, sementara hal lain pendukungnya tak digubris. Mereka kecam semua yang merugikan dan merusak lingkungan tanpa memberi solusi sintesa bagaimana menyelesaikan persoalan itu.

Sayangnya, perilaku LSM asing itu kemudian menular pada LSM lokal. Akhirnya banyak program, kegiatan, dan acara tak punya spirit menyelesaikan persoalan sebenarnya. Yang dipentingkan hanya sukses program, sukses kegiatan, sukses acara, sukses dokumentasi, dan sukses pelaporan. Selesai.

Teristimewa dalam permasalahan sampah, hal seperti di atas itu sudah bukan rahasia lagi. Pemerintah pun suka pada yang demikian itu. Media catching dan tampak kepeduliannya. Meskipun masalah sebenarnya tak pernah teratasi.

Sudah banyak LSM asing dan LSM Indonesia sudah bergerak di persampahan. Tapi, tetap saja. Masalah sampah di Indonesia tak berubah dari kondisi sebelum LSM asing dan LSM lokal itu bergerak di persampahan. Karena persoalan sebenarnya tak pernah tersentuh.

Negara Dunia Ketiga Sasaran LSM Asing 

Di negara-negara maju LSM digerakkan oleh SDM-SDM berkualitas. Mereka memiliki peran yang begitu kuat sebagai perantara antara rakyat dengan pemerintah. LSM di negara maju menjadi corong rakyat pada pemerintah. Dan menjadi "penerjemah" pemerintah pada rakyat agar kebijakannya berjalan dengan baik.

LSM negara maju itu suka meluaskan jangkauannya ke negara lain. Atas inisiatifnya sendiri atau atas perintah pendananya (bisa jadi perusahaan multinasional tertentu). Yang disasar LSM asing khususnya negara-negara dunia ketiga. Mereka memakai frasa "membantu" negara lain, alih-alih mengintervensinya.

Sebelum LSM asing turun ke negara dunia ketiga, biasanya peneliti diturunkan lebih dulu. Akademisi asing kemudian akan datang ke negara sasaran untuk meneliti isu yang dituju. Hasilnya akan disebar ke mana-mana sampai negara yang diteliti tadi stress. Hingg kemudian negara itu mulai berbenah, termasuk siap menerima bantuan dari LSM asing dari manapun agar masalah yang dihadapinya bisa diselesaikan 

Dalam hal sampah, lihatlah bagaimana peneliti dari Amerika Serikat, Dr. Jenna Jambeck yang meneliti sampah di Indonesia pada 2015 silam. Hasil penelitian itu sangat mengejutkan dan membuat Indonesia stress. 

Dalam artikel ilmiah hasil penelitiannya, Jenna Jambeck mengemukakan Indonesia sebagai penghasil sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah Cina. Pernyataan itu membuat Indonesia stress. Bukan hanya pemerintah, rakyat Indonesia juga ikut stress. 

Maka sejak itulah pemerintah dan rakyat Indonesia bersatu dalam soal sampah. Pemerintah menyatakan masalah sampah disebabkan rakyat tak sadar lingkungan. Sejak 2016 itu pula LSM-LSM asing berdatangan ke Indonesia mengurusi sampah. LSM asing yang sebelumnya tak pernah perhatikan sampah, akhirnya ikut urus sampah juga.

LSM asing yang urus sampah itu pada gilirannya melahirkan LSM lokal yang urus sampah juga. Tapi dengan cara yang sama dengan LSM asing. Targetnya hanya program, kegiatan, dan acara kolosal, media catching, dan menyerap CSR dari perusahaan-perusahaan besar penimbul sampah atau pencemar lingkungan.

Sampai sekarang sudah banyak sekali LSM asing dan lokal mengurus sampah. Tapi masalah sampah tetap tak bergerak, masih sama seperti sebelum ada LSM turun mengurus sampah. 

Kondisi inilah yang menjadi pemancing LSM asing lebih banyak lagi datang ke Indonesia. Mirisnya, pemerintah tidak sadar diri bahwa banyaknya campur tangan asing adalah bukti buruknya kinerja pemerintah. Pemerintah justru bangga bisa diperhatikan oleh asing, baik pemerintah asing maupun LSM asing.

Kita boleh saja berharap LSM asing bisa membawa manfaat bagi Indonesia. Tapi, sebagus-bagusnya mereka, Indonesia bukan tanah air mereka. Di samping itu, kalau kita ingat pada ungkapan "tidak ada makan siang gratis", kita harus bersiap-siap untuk membayar. 

Entah apa yang harus Indonesia bayarkan untuk perhatian asing itu.(nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun