Pada level menengah ini pemerhati dan pegiat sampah tertuju pada "daging-daging" sampah. Sering orang tidak setuju jika orang-orang ini dimasukkan pada kelompok pemerhati dan pegiat persampahan. Karena sesungguhnya mereka didorong oleh cuan di bisnis pengolahan sampah, bukan karena cinta lingkungan.Â
Tapi bagaimanapun mereka bagian dari upaya pengelolaan sampah yang tidak bisa diabaikan sumbangsihnya. Sebab, mereka ini mengisi di ruang lingkup daur ulang dalam prinsip pengelolaan sampah.
Mereka tahu bahwa ada bagian sampah yang bisa didaurulang secara teknis. Menjadi barang/benda yang sama atau turunannya. Dalam siklus daur ulang itulah ada perputaran cuan yang "gila".
Begitu menggiurkannya bisnis sampah ini sehingga cukup banyak orang tertarik magnetnya. Sampai-sampai hanya terfokus pada nilai ekonomis sampah saja. Mayoritas lalu tidak peduli pada "tulang-tulang" sampah, yang terpenting untung dari "daging-daging" sampah.
Saking menariknya bisnis sampah, pemerintah sampai menganggap hal itu sebagai solusi masalah sampah. Semua orang didorong untuk berbisnis sampah. Tapi apa boleh buat, akhirnya terhenti pada satu titik lagi. Di mana sampah yang dianggap tidak menghasilkan uang masuk ke tempat pemrosesan akhir sampah (TPA). Di mana hampir semua TPA hanya menumpuk sampah dan dijadikan gunung-gunung sampah.Â
Umumnya mereka di level ini memahami regulasi. Tapi dalam bisnis tentu regulasi merupakan ganjalan yang bisa jadi beban bisnis.Â
Maka untuk kepentingan bisnis, seringkali regulasi hanya dipakai seperlunya saja untuk keuntungannya. Â Padahal, sejak awal regulasi dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam lingkup peraturan itu.
Level Pengelola
Yang ketiga ini bisa dikatakan level tertinggi dalam memberikan perhatian dan berkegiatan terkait sampah. Mereka mengelola sampah, yang berarti menangani dan mengolah sampah.
Menghadapi persoalan sampah perlu sistematika yang baik, selain butuh kerapian struktural, dan gerakan yang terukur.Â