Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tanggung Jawab Produsen pada Sisa Produk Air Galon

18 Oktober 2020   21:04 Diperbarui: 20 Oktober 2020   12:15 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galon sebagai sisa produk air mineral yang ditarik kembali oleh produsennya. (Foto: teras.id)

Pola take back seharusnya tidak hanya dilakukan oleh produsen air galon maupun gas bahan bakar. Semua produsen produk seharusnya menjalankan pola tersebut agar sisa produk mereka tidak menjadi beban lingkungan dalam bentuk sampah.

Namun yang terjadi saat ini, mayoritas produsen seolah-olah tidak peduli dan mengalienasi sisa produk itu dari pola produksi dan distribusi produk. 

Galon sebagai sisa produk air mineral yang ditarik kembali oleh produsennya. (Foto: teras.id)
Galon sebagai sisa produk air mineral yang ditarik kembali oleh produsennya. (Foto: teras.id)

Menganggap sisa produk yang jadi sampah itu bukan lagi tanggung jawab mereka, meski sejak awal merekalah yang memproduksi sampah timbulan masyarakat di kemudian hari.

Adapun produsen yang peduli pada sisa produknya justru kurang tepat dalam implementasi kepeduliannya. Ada yang mencoba membangun sendiri jalur take back dan ada yang meredesain kemasan atau produknya agar kalau dibuang bisa terurai secara alami.

Pada sebuah acara diskusi EPR, nyata disampaikan oleh salah satu produsen produk berkemasan bahwa jalur take back yang dibangunnya tidak suistan. 

Tentu hal itu pasti terjadi karena jalur take back yang dibangun akhirnya membebani operasional mereka sendiri. Jelas tidak ekonomis jika jalur take back dibangun sendiri-sendiri oleh produsen setiap produk.

Akhirnya produsen mencoba pakai cara kedua. Meredesain kemasan menggunakan bahan yang biodegradable. Supaya jika kemasan produk itu dibuang bisa terurai secara alami.

Tapi pilihan ini dianggap tidak relevan dengan konsep EPR yang di dalamnya ada semangat circular economy. Cara redesain itu dianggap banyak pihak sebagai upaya produsen melarikan diri dari tanggung jawabnya terhadap sisa produknya. 

Sebab, dengan alasan sudah menggunakan bahan biodegradable, produsen akan kembali mengalienasi sisa produknya pada alam. Padahal, sisa-sisa produk belum tentu sesuai klaim yang berasal dari hipotesa penelitian dan tetap jadi beban lingkungan.

PKPS Menjawab Kebutuhan EPR

Semakin kecil produk, semakin besar potensi alienasi dari produsennya dan menjadi beban lingkungan. (Foto: Dokumnetasi Pribadi)
Semakin kecil produk, semakin besar potensi alienasi dari produsennya dan menjadi beban lingkungan. (Foto: Dokumnetasi Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun