Di Indonesia expanded polystyrene (EPS) lebih dikenal dengan sebutan styrofoam. Familiar sebagai wadah mie gelas, wadah makanan, dekorasi dan pengganjal alat elektronik.
Dikutip dari b-panel.com, styrofoam ini adalah merek dagang milik Dow Chemical Corp dari Amerika Serikat. Yang benar, nama umumnya adalah  EPS.
Di luar negeri, EPS bukan dikenal dan familiar seperti di Indonesia sebagai wadah, dekorasi dan pengganjal. Yang merusak lingkungan karena sulit terurai secara alami. Negara-negara maju justru mengenal EPS sebagai penyelamat lingkungan.
Bagaimana EPS menyelamatkan lingkungan?
Dengan desain khusus EPS bisa jadi solusi geoteknik. Yakni, untuk pengisi tanah atau material kontruksi lainnya. Teknologi itu disebut Geofoam.
Dengan fungsinya tersebut 'geofoam dapat menyelamatkan alam dari pengerukan tanah. Seperti yang terjadi sekarang. Gunung, bukit, pantai dan tempat lain yang bisa diambil pasir dan Tanahnya dikeruk untuk pembangunan jalan, gedung dan sebagainya.
Andai teknologi geofoam dipakai, tetap lestarilah alam kita. Selamat dari pengerukan di mana-mana.
Geofoam Ada Sejak 60 Tahun Silam
Teknologi geofoam  sudah dikenal sejak 30 tahun lalu. Bahkan ada yang menyatakan teknologi itu sudah ada sejak 60 tahun silam.
Sebagai pengisi tanah untuk kontruksi, geofoam diketahui lebih baik daripada yang lain. Karena partikel EPS dalam desain geofoam sangat rapat. Super rapat.
Geofoam sebagai pengisi tanah kontruksi bisa optimal memperlambat pergerakan tanah dasar. Dengan geofoam tidak akan ada lagi penurunan yang membuat  jalanan atau gedung retak. Karena stabilitas tanah terjaga.
Di negara maju geofoam menjadi bagian penting dari berbagai proyek pembangunan.
Di Eropa, 70 persen penggunaan EPS untuk non-packaging. Lebih banyak dipakai untuk kebutuhan proyek pembangunan. Sebab keunggulan dan manfaatnya sudah teruji.Â
Di antara keunggulan geofoam adalah berat jenisnya yang sangat ringan. Yakni 1:10 dengan berat tanah urugan yang biasa diambil dari gunung, bukit, pantai dan tempat lainnya.
Geofoam sudah terbukti dan teruji dalam proyek-proyek kelas berat. Sudah banyak negara memakainya untuk membangun jalan angkutan berat, bahkan untuk landasan bandara.Â
Indonesia Jarang Pakai Geofoam karena Korupsi
Kekuatan dan keunggulan geofoam bisa membuat hasil pembangunan lebih awet. Dan itu jelas tidak sesuai di Indonesia.Â
Orang-orang Indonesia lebih suka hasil pembangunan cepat rusak. Supaya segera ada proyek lagi atau minimal dana pemeliharaan.
Pembangunan menggunakan geofoam memang relatif lebih mahal. Tapi itu sebanding dengan kekuatan dan ketahanannya. Sekali lagi, ini tidak baik untuk atmosfer proyek yang penuh korupsi.
Makanya, geofoam tidak disukai di Indonesia. Sehingga, produsennya kemudian banyak banting setir menjadikan EPS sebagai packaging.Â
Berbagai keuntungan geofoam untuk proyek bangunan seperti keringanannya, keawetannya dan kehematannya diabaikan. Demi mengejar keuntungan yang terus merongrong keuangan negara dan daerah. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H