Akhirnya masuk ramadhan, aku tak berpuasa lagi ramadhan kali ini. Sesuai rencana, aku mengambil cuti mulai 16 Agustus. Kali ini, dari awal ramadhan suami sudah ada di malang. Dia tak mau kelewatan lagi tak menunggui kelahiran anaknya.
22 Agustus terlewat, tak ada tanda-tanda anak keduaku akan lahir. Kami mulai menghibur diri, itu kan hari perkiraan saja, bisa benar dan juga bisa salah. Bisa maju dan juga bisa mundur.
Sabtu pagi, 28 Agustus, pagi-pagi kembali aku menemukan ada flek darah. Belajar dari persalinan pertama dulu, aku segera mengajak suamiku untuk ke poliklinik.
Sesampai di poliklinik dan diperiksa, ternyata belum mbuka. Bidan menyakan apakah aku ada keluhan selama ini, lalu menyarankan untuk USG aja dulu untuk negcek kondisi bayinya. Karena di poliklinik itu tak ada fasilitas untuk USG, dia lalu membuatkan rujukan untuk ke dokter. Dijadwalkan habis maghrib aku bisa ketemu dokternya. Akhirnya aku dan suami pulang lagi, pakaian yang sudah dibawa dari rumah tadi kami tinggalkan dipoliklinik.
Dari pagi sampai sore aku tak merasakan ada yang aneh dengan perutku. Menjelang maghrib aku mulai merasakan pegal di punggung. Rasa yang sama kurasakan menjelang kelahiran anakku yang pertama dulu. Aku mulai menduga-duga, apakah anakku akan segera lahir? Tapi aku belum memberi tahu suami tentang rasa pegal dipunggungku, rasa sakitnya masih bisa ditahan.
Usai maghrib, aku dan suami bersiap untuk ke tempat praktek dokter. Karena memang tak punya kendaraan, kami harus naik angkot. Jalan kaki dari rumah menuju terminal, sesekali aku berhenti karena perut terasa sakit dan punggung terasa pegal. Saya mengajak suami untuk langusng ke poliklinik saja, tapi suami tak mau. Akhirnya kami tetap menuju tempat praktek dokter untuk USG.
Sesampai ditempat praktek, dokternya belum datang. Rasa sakit semakin sering datang. Saya berusaha menenangkan diri dan berharap dokter segera datang. Setiap kali rasa sakit itu datang, saya cengkeram tangan suami dalam genggaman saya, sebagai pertanda bahwa suami harus mengelus-elus pinggang saya. Saya berharap dengan demikian dapat mengurangi rasa sakit yang saya alami.
Menjelang jam 7, akhirnya dokternya datang. Tapi saya dapat antrian nomor 2 jadi tak bisa segera masuk. Rasanya lama sekali menunggu pasien pertama keluar dari ruang prakteknya.
Akhirnya tiba giliran saya. Sesampai di dalam, dokternya nanya apa keperluan kami. Saya sodorkan surat rujukan dari bidan tadi pagi. Lalu saya disuruh berbaring di dipan yang disediakan. Proses usg pun dilakukan. Saya, suami dan dokter melihat tampilan di layar monitor. Tapi saya nggak ngerti, karena memang gambarnya nggak begitu jelas.
Usai proses usg, dokter menjelaskan bahwa anak saya sudah terlambat lahir. Air ketubannya sudah mulai menghitam dan berkurang volumenya. Tapi posisi bayi saya belum mapan. Seharusnya telentang, tapi bayi saya malah tengkurap. Menurutnya, anak saya harus lahir malam ini. paling lambat besok pagi.
Setelah itu dokter malah ngajak suami saya ngobrol tentang pengalamannya menghadapi persalinan anak-anaknya. Saya tak bisa menyela walau rasa sakit lagi-lagi menghampiri saya. Frekuensinya makin sering.