Dalam dunia psikologi, terdapat bidang khusus yang membahas problem tersebut, yaitu kesehatan mental (Mental hygiene). Secara umum kesehatan mental dapat diartikan sebagai suatu upaya terapi agar manusia terhindar dari gejala gangguan jiwa (neurosis) dan penyakit jiwa (psychose) (Daradjat,1982:11). Oleh karena kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi pada umumnya, maka diskursus tentang kesehatan mental tidak dapat dilepaskan dari pemikiran ketiga aliran besar dari psikologi, yaitu aliran Psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud, aliran Behaviorisme oleh J.B Watson dan aliran Humanistik dipelopori oleh Abraham Maslow. Ketiga aliran ini banyak mempengaruhi pemikiran psikologi, sehingga semua kerangka pikir teori kesehatan mental sangat diwarnai oleh ketiga aliran tersebut.
Pandangan para ahli, dengan aliran-aliran yang dimunculkan itu, menampakkan perbedaan pendapat terhadap batasan kesehatan jiwa. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari pandangannya terhadap tingkah laku manusia itu sendiri. Aliran Psikoanalisa memandang tingkah laku manusia ditentukan oleh naluri asal yang disebut eros (naluri seks) dan tenatos (naluri merusak). Sedangkan menurut aliran Behaviorisme, tingkah laku manusia ditentukan oleh rangsangan yang menimbulkan pada organisme. Aliran Humanisme menjadikan kebebasan tingkah laku manusia sebagai ciri utama, tanpa itu manusia bukan lagi manusia. Penekanan kebebasan manusia itu dalam rangka perwujudan potensi-potensi yang ada pada dirinya sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya (Bastaman, 1997: 52).
Konteksnya dengan penyuluhan terhadap gangguan psikologis manusia modern, Mubarok mengungkapkan:
"Ketidakberdayaan manusia bermain dalam pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu, menyebabkan sebagian besar "manusia modern" terperangkap dalam situasi yang menurut istilah Psikolog Humanis terkenal, Rollo May sebagai "Manusia dalam Kerangkeng", satu istilah yang menggambarkan salah satu derita manusia modern. Manusia modern seperti itu sebenarnya manusia yang sudah kehilangan makna, manusia kosong. The Hollow Man. la resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan, alienasi, yang disebabkan oleh (a) perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, (b) hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, (c) lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, (d) masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, dan (e) stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial" (Mubarok, 2002: 159).
Mubarok dalam buku lainnya: Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern menyatakan: "Sebagai makhluk yang memiliki kesadaran, manusia menyadari adanya problem yang mengganggu kejiwaannya, oleh karena itu sejarah manusia juga mencatat adanya upaya mengatasi problema tersebut. Upaya-upaya tersebut ada yang bersifat mistik yang irasional, ada juga yang bersifat rasional, konsepsional dan ilmiah. Pada masyarakat Barat modern atau masyarakat yang mengikuti peradaban Barat yang sekular, solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problem kejiwaan itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi, dalam hal ini kesehatan mental.
Melihat fenomena Flexing maka bisa terjadi karena manusia tersebut sedang mengalami krisis jiwa modern sehingga menghalalkan berbagai cara untuk tujuan tertentu, baginya selama ada jalan cepat menuju sukses dan kaya walau dengan cara menipu dan berbohong  akan dijalankan, pandangan seperti ini akan mudah ditemukan di kalangan masyarakat modern seperti ini. Hanya saja satu persatu mereka yang melakukan flexing akhirnya beruntuhan satu persatu diluar dugaan dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H