Mohon tunggu...
Naqoy The7Awareness
Naqoy The7Awareness Mohon Tunggu... Penulis - Trainer & Konsultan Leadership SDM di BUMN
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis buku laris The7awareness, Pemecah rekor MURI 2009, Master Trainer dan Sang Penutur Kesadaran indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kaya Kok Bohong-bohongan?

22 Maret 2022   10:12 Diperbarui: 22 Maret 2022   10:20 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perilaku flexing bisa dijelaskan dengan teori Individual Psychology milik Alfred Adler (Feist & Feist, 2010). Dalam teorinya, manusia termotivasi menjadi pribadi yang sukses karena pengaruh sosial. 

Artinya, motivasi muncul Ketika melihat sosok yang dianggap sukses.Adler meyakini bahwa semua orang memiliki keinginan dasar untuk menjadi bagian dalam kelompok. Bila seseorang belum merasa seperti itu, ia sedang mengalami inferior. Ada kecenderungan orang akan menunjukkan sedang menuju kesuksesan atau superior.(Bracht et al., 2021)

Teori Alfred Adler pun bisa dilihat di sekitar kita. Ada selebriti yang berusaha tampil mewah agar bisa diterima dalam sebuah kelompok. Ada seseorang yang membuat cerita seolah-olah dirinya "wah" padahal hal tersebut untuk menutupi rasa inferior. Perasaan inferioritas muncul karena ada pengalaman memalukan, ketidaksempurnaan dan perasaan kurang ketika berhadapan dengan orang lain. Jadi bisa dikatakan bahwa flexing adalah self defense mechanism. Pada tahun 2007 di Koran Kompas ada tulisan besar 1 halaman berjudul "Jika di barat ada The7Habit, di Timur ada The7Awareness" , dunia timur memiliki daya tahan lebih kuat  menghadapi tekanan  pada saat fokus kembali kepada titik kesadaran (Munawwar : 2007: 10).

Penelitian yang dilakukan oleh Budhy Munawwar Rachman ini menunjukan bahwa ketika seseorang telah menemukan jalan kesadaran walau banyak godaan dirinya akan bisa melewati dengan mudah . WS Rendra dalam puisnya menuliskan bahwa "Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrwala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata".

Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa akar dari persoalan "flexing" adalah sulitnya menemukan "Self Awareness", lebih tepat adalah "One Minute Awareness", seperti seseorang mengejar bayang-bayang sendiri, semakin dikejer semakin lari dan tidak akan pernah bisa diraih. Ketika banyaknya korban "flexing" menunjukan bahwa mereka para korban sendiri tidak menyadari pentingnya kesadaran diri sehingga mudah mengikuti perilaku teman yang menawarkan kaya dengan cara mendadak.

Siapa yang menolak jika kaya muda dan bisa pesta pora dan menghamburkan uang dengan mudah tanpa beban. Ilustrasi kemudahan mendapatkan uang tanpa kerja keras dan hanya duduk santai ini membuat akhirnya "kesadaran itu hilang", ketika kesadaran tidak dimiliki maka ibarat pohon tidak memiliki akar yang kuat sehingga mudah terjungkal oleh angin yang kencang. (Yusuf, N. Q. (2013).

Jadi keterbaruan dari penelitian ini adalah bahwa "kesadaran adalah kunci" yang membuat seseorang tidak mudah menjadi orang lain, ketika kesadaran masih melekat pada dirinya maka kecerdasan dan logika kritis masih terasa segar dalam pikiranya, tentu akan menolak dengan tepat ketika ada bisnis yang memberikan "janji syurga"  kepadanya dengan mudah tanpa masuk akal.

Ketika kesadaran itu tumpul maka otak seperti berhenti berpikir dan akan kehilangan semua kecerdarasan yang sebenarnya berfungsi agar manusia bisa membedakan manakah yang benar  dan manakah yang salah. Hilangnya kesadaran juga membuat seseorang akan mandul dalam hatinya , dirinya kesulitan menemukan "inner voice", sepertinya tidak ada ruang dialog antara dirinya dengan suara hatinya sendiri, mengambil istilah The7Awareness dalam No Box Leadership "Nurani hilang, yang ada hanya dzulmani" (Naqoy, N., & Rusilowati, U. (2021).  

Ada banyak korban kaya bohongan "Flexing" ketika sedang mengikuti afliator seperti tidak ada yang bisa memberikan masukan kepada dirinya, dari mulai keluarga, teman dekat bahkan relasi semuanya  hanya sebatas informasi. Hatinya telah terkunci rapat oleh rayuan dan angan-angan palsu sehinga akhirnya kehilangan "sense of ownership", jati diri yang tergadaikan oleh materi dan pada ujungnya hanya penyesalan dan kesedihan, ratusan milyar telah dikorbankan, uang yang harusnya bisa memajukan perekonomian bangsa dengan UMKM yang bergerak di desa masing-masing kemudian pindah kepada para pelaku "flexing", seperti sebuah ungkapan "Tertawa diatas penderitaan orang lain", itulah gambaran dari mereka yang mencoba menjadi kaya dengan bohong-bohongan.

Adapun tujuan dari tulisan ini adalah agar masyarakat memahami bahwa "flexing" bukan hanya kabar jauh dari mereka, namun bisa jadi mereka sudah menjadi target dari sebuah bisnis dengan pendekatan "flexing", sehingga masyarakat akhirnya memahami bahwa diantara kita hidup bisa jadi banyak orang kaya palsu (flexing) yang kaya di tampak dalam pencitraan namun hakikatnya sama sekali bohong.

Akhirnya Flexing kena batunya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun