Artikel ditulis oleh Haniya Fatmawati (210523617217 -- Offering E30)
Esensi dalam penegakan hukum adalah keadilan. Keadilan itu sendiri mempunyai berbagai macam makna, tergantung dari perspektifnya. Hakim menjadi penegak hukum untuk mewujudkan keadilan tidak boleh mulut undang -- undang, hakim harus progresif dan selalu memperhatikan perasaan keadilan para pihak dalam proses pemeriksaan di persidangan. Sebagaimana yang diatur oleh moralitas para pihak yang dilanggar selalu menginginkan keadilan atau penegakan hukum identik dengan penegakan keadilan. Dalam perkara perdata beraneka kepentingan akan dituntut hakim yang kritis, menguasai hukum secara komprehensif dan dapat mewujudkan hakikat keadilan dalam penegakan hukum berdasarkan hukum acara perdata yang fluralistik. Persoalan keadilan ialah persoalan yang sangat fundamental dalam penegakan hukum. Perwujudan keadilan haruslah didahului dengan kepastian hukum sehingga sangat diperlukan hukum acara perdata yang unifikasi atau tidak terlalu banyak multi interpretasi, yang akhirnya putusan hakim yang adil dapat diketemukan.
Tegaknya hukum akan mendukung terciptanya ketertiban dan keamanan dalam masyarakat dan kondisi keamanan yang mantap mendukung upaya -- upaya penegak hukum dalam mewujudkan hukum yang berkeadilan. Realisasi nilai keadilan dan kebenaran melalui penegakan hukum yang lugas, tegas, dan tidak pandang bulu.
Penodaan, penistaan, dan pelecehan terhadap ajaran dari berbagai agama kian marak dan berani. Aktivitas tersebut kemudian dan terkesan dibiarkan, diabaikan, dan dilalaikan oleh pihak yang berwenang. Akibatnya timbul gesekan bahkan konflik di beberapa daerah yang dipicu oleh sikap provokatif dari penganut agama -- agama tersebut. Propaganda mereka sudah mengarah pula pada ancaman yang sangat serius dan sekaligus ancaman terhadap  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lemahnya penegakan hukum terhadap penodaan, penistaan, dan pelecehan terhadap  ajaran dari berbagai agama bukan karena semata -- mata kurang lengkapnya peraturan  perundang -- undangan, atau terlampau sedikitnya jumlah aparatur penegak hukum, atau  kurang baik kompetensinya mereka, melainkan karena terjadinya ketidakfokusan pada  tujuan, hilangnya keteladanan, matinya hati nurani, ceroboh dalam menentukan sasaran, saling "tersandera kasus", dan meluasnya fitnah, yang kesemuanya itu disebabkan karena faktor uang, jabatan, kekuasaan, dan titipan asing (Yusuf, 2015).
Hukum di negara Indonesia sendiri masih tak jauh dengan penegakan hukum yang terkadang tidak adil untuk masyarakatnya. Masih banyak kasus hukum yang lebih mengutamakan para tersangka yang memiliki harta lebih dibandingkan dengan para tersangka miskin yang berasal dari masyarakat menengah ke bawah. Bukti kasus tersebut adalah disaat kasus dari seorang nenek yang mencuri tujuh buah kayu bakar kemudian mendapatkan sanksi dari hukum untuk dibui selama 5 tahun. Di beberapa kasus yang lain terdapat beberapa kasus yang menyeret para pejabat koruptor namun tidak mendapatkan sanksi tegas yang sesuai, kasus tersebut bahkan memperoleh sanksi hukum yang lebih ringan jika dibandingkan dengan kasus seorang nenek yang mencuri tujuh buah kayu bakar.
Hukum sudah diperdagangkan dan dipermainkan, maka pada gilirannya tingkat kepercayaan masyarakat dan pencari keadilan terhadap hukum dan penegakan hukum juga akan runtuh, dan ini musibah yang hebat dalam kehidupan bernegara. Efeknya ketika hukum  dan keadilan menghilang di tengah -- tengah para pencari keadilan, maka terjadilah  manusia menjadi serigala pemangsa bagi manusia lainnya, neobarbarian, menghalalkan segala cara, tindakan main hakim sendiri, hukum rimba siapa kuat dia menang, pengadilan jalanan, peradilan sesat, dan perbuatan tercela lainnya.
Hukum ditegakkan dengan tujuan untuk menjaga ketertiban dan keteraturan, kedamaian yang berketenteraman, keadilan, kepastian, pengayoman, kesejahteraan yang adil dan merata, pemeliharaan dan pengembangan moral, akhlak dan budi pekerti.
Pembangunan sistem hukum nasional tersebut bersumber pada dua sumber hukum materiil, yakni sumber hukum materiil pra kemerdekaan dan sumber hukum materiil pasca  kemerdekaan. Adapun yang termasuk sumber hukum materiil pra kemerdekaan terdiri atas :
- Hukum adat asli, sebagai suatu living law yang telah hidup dan berkembang dalam  masyarakat Indonesia.
- Hukum Islam
- Hukum Belanda
- Hukum Jepang
Sedangkan sumber hukum materiil pasca kemerdekaan terdiri dari :
- Instrumen hukum internasional
- Perkembangan hukum dalam civil law system
- Perkembangan hukum dalam common law system
Oleh karena hal tersebut, maka sudah selayaknyalah keadilan yang tercipta merupakan keadilan yang holistik, keadilan sejati yang tidak hanya bersifat lahiriah namun juga melingkupi aspek lain yang lebih transendental. Keadilan tersebut harus sesuai dengan keadilan yang diperintahkan oleh Tuhan.
Terdapat berbagai prinsip filosofis profetik dalam teori ilmu sosial politik, diantaranya yakni :
- Humanis, bahwa keadilan harus bersifat manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia dan dapat diaplikasikan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang selalu berinteraksi dengan orang lain dan alam secara dimanis dalam kehidupan sehari -- hari.
- Emansipatoris, teori profetik harus mampu melakukan perubahan -- perubahan yang signifikan terhadap konsep keadilan yang telah dirumuskan oleh teori etis dan utilitarianisme yang mendominasi praktik hukum saat ini.
- Transendental, prophetical law melintas batas disiplin ilmu hukum itu sendiri, bahkan melintas batas dunia materi (fisik).
- Teleologikal, prophetical law tidak sekedar hanya memahami benar dan salah terhadap suatu aksi atau praktik, serta penjatuhan vonis benar atau salah terhadap terdakwa tetapi juga memiliki tujuan transendental sebagai bentuk pertanggung jawaban manusia terhadap Tuhannya, kepada sesama manusia, kepada alam semesta bahkan terhadap diri pribadinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H