Mohon tunggu...
NANING Biyati
NANING Biyati Mohon Tunggu... Guru - guru

Humanis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Berdiferensiasi

13 Oktober 2024   14:12 Diperbarui: 13 Oktober 2024   14:14 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pembelajaran berdiferensiasi belum banyak diterapkan di sekolah. Pembelajaran masih didesain seragam, yakni semua siswa dalam satu kelas diberikan materi, tugas, dan penilaian yang sama. Semua siswa dinilai menggunakan kriteria yang sama, tanpa mempertimbangkan perbedaan individu. Hal ini seperti memberikan baju dengan ukuran yang sama untuk semua orang, tanpa mempertimbangkan perbedaan bentuk tubuh masing-masing.

Pembelajaran yang seragam tidak lagi relevan dengan tuntutan zaman. Sebab,  setiap siswa memiliki potensi dan cara belajar yang berbeda. Mereka akan merasa lebih terlibat dan tertantang ketika pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhannya. Selain itu, dunia saat ini menuntut individu yang kreatif, inovatif, dan mampu berpikir kritis.

Selama ini, produk hasil hasil belajar siswa belum terdokumentasi dengan baik. Biasanya hanya bermuara di daftar nilai bapak dan ibu guru. Tentu akan lebih memotivasi siswa apabila produk hasil belajar siswa dipajang dan  dipamerkan sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan. Pameran hasil karya siswa menunjukkan "Timun Mas"  menunjukkan sikap tidak egois dan keinginan untuk berbagi dengan orang lain.. Dampak positif pemeran hasil karya siswa dapat juga menjadi inspirasi bagi siswa lainnya. Melihat karya teman sebayanya dapat menjadi inspirasi bagi siswa lain untuk lebih kreatif dan berinovasi. Selain dipamerkan, karya-karya siswa dapat didokumentasikan menjadi bagian dari arsip sekolah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian atau pengembangan kurikulum di masa mendatang.

Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki tantangan sekaligus peluang untuk menyukseskan literasi, mengingat selama ini minat dan kemampuan literasi siswa sangat rendah. Baik membaca buku-buku paket, fiksi, maupun buku-buku nonfiksi. Meskipun dalam setiap kegiatan pembelajaran sudah mengintegrasikan literasi, namun pada kenyataannya hasil yang diperoleh masih jauh panggang dari api. Selain itu, latar  belakang anak juga beragam, sehingga pembelajaran berdiferensiasi perlu diimplementasikan dalam pembelajaran. Hal itu dikuatkan dengan hasil asesmen diagnostik nonkognitif di awal semester gasal serta hasil dari rapor Pendidikan di SMAN 1 Blora tahun 2022.

TANTANGAN 

 Pembelajaran di era kurikulum merdeka mengamanatkan kepada guru untuk menempatkan kepentingan siswa sebagai prioritas utama. Menjadi hal yang sangat menantang bagi guru untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan, kondisi, dan gaya belajar siswa, karena hal tersebut merupakan  kunci keberhasilan dalam menerapkan pembelajaran yang efektif dan berdiferensiasi. Mendesain pembelajaran yang berdiferensiasi menjadi tantangan yang perlu dihadapi dan dicari jalan keluarnya. Jika dirinci lebih detail, tantangan dalam pembelajaran berdiaferensiasi adalah sebagai berikut :

  • Waktu dan Persiapan

Mendesain dan menyusun kegiatan pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup untuk merencanakan berbagai aktivitas, materi, dan penilaian yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa. Terutama dalam mencari dan menyiapkan berbagai sumber daya yang relevan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran yang beragam.

  • Manajemen Kelas

Jumlah siswa yang banyak (seperti yang penulis alami mengajar  288 siswa) membuat guru kesulitan dalam  memberikan perhatian yang cukup kepada setiap siswa, terutama jika jumlah siswa dalam kelas cukup banyak.

  • Evaluasi dan Penilaian

Produk hasil belajar siswa yang beragam tentu saja membutuhkan berbagai instrumen penilaian untuk mengukur pemahaman siswa yang beragam serta membutuhkan waktu yang cukup untuk menilai hasil belajar setiap siswa secara individual.

Tantangan kedua yaitu meningkatkan kemampuan literasi siswa yang rendah. Banyak siswa lebih tertarik pada gawai dan media sosial daripada membaca buku. Siswa juga sering menganggap membaca hanya sebagai tugas yang harus diselesaikan, bukan sebagai aktivitas yang menyenangkan. Jika sejak kecil siswa tidak dibiasakan untuk membaca buku, maka akan sulit bagi mereka untuk mengembangkan minat baca saat mereka tumbuh dewasa. Namun kurangnya minat membaca, bisa jadi disebabkan oleh metode pengajaran yang monoton dan kurang menarik sehingga membuat siswa kehilangan minat untuk membaca.

Tantangan ketiga, yakni ketersediaan buku bacaan yang rendah. Keterbatasan fasilitas sekolah, seperti perpustakaan yang kurang lengkap atau ruang kelas yang tidak nyaman, menjadi kendala dalam meningkatkan literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun