Era digital telah memberikan perubahan yang berdampak cukup besar bagi kehidupan bermasyarakat. Hal itu dipercepat dengan kedatangan covid-19 yang sedemikian cepat menguasai bumi.Â
Era pandemi covid-19 pun seolah semakin mempertegas isyarat tersebut. Keduanya mengisyaratkan mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus segera beradaptasi dengan era digital. Dengan kata lain, masyarakat seolah dipaksa melakukan migrasi meninggalkan tatacara manual menuju tatacara digital dalam menjalani segala aspek kehidupan.
Pembelajaran berbasis digital atau e-learning pun harus segera beradaptasi pula dari cara manual menuju media digital. Cepat atau lambat, kelak e-learning memang akan menjadi metode pembelajaran.Â
Dengan adanya pandemi covid-19, mau tak mau e-learning pun lebih cepat dalam merambah dunia pendidikan. Pembelajaran yang dilaksanakan secara daring pun telah pula dilaksanakan pada era pandemi covid-19 ini, sehingga kelebihan dan kelemahannya dapat segera diamati.
Beberapa kelebihan tersebut, misalnya:
1. e-learning melindungi peserta didik dan pendidik dari serangan covid-19.
2. Kelebihan berikutnya adalah pembelajaran dapat berlangsung secara hemat  waktu, hanya menggunakan gadget 'gawai', pun pembelajaran dapat dilaksanakan, bukan?Â
3. Dengan adanya e-learning, pembiayaan pun terjangkau. Betapa tidak? Dengan hanya bermodalkan paket data internet, peserta didik dan pendidik sudah dapat mengunduh dan mengunggah berbagai materi pembelajaran tanpa cemas menghamburkan uang lebih banyak, misalnya uang transport, uang make up, dan uang parkir.Â
4. Waktu yang digunakan untuk pembelajaran pun lebih fleksibel karena dapat dilakukan kapan saja di mana saja asalkan ada kemauan, bahkan juga dapat dilakukan sambil rebahan.
5. Penerapan e-learning tentu saja memperluas wawasan karena banyak materi yang diunggah dari hasil pengalaman maupun ujicoba, bahkan sebelum ditulis sebagai buku.
Meskipun banyak kelebihan, ternyata pembelajaran secara daring pun banyak pula kekurangan, misalnya:
1. Metode pembelajaran tersebut sangat bergantung kepada internet. Hal itu sangat merepotkan terlebih di Indonesia karena masaih ada daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan) yang belum terjangkau internet. Adakalanya yang sudah terjangkau pun internet tidak selalu lancarÂ
2. Interaksi antara peserta didik dan pendidik pun tidak maksimal padahal tidak semua peserta didik bertipe pembelajar visual. Ada beberapa yang bertipe pembelajar auditori, bahkan kinestetik maupun gabungan dari keduanya, serta gabungan dari ketiga tipe tersebut.
3. Penilaian terhadap aspek sikap yang merupakan penilaian utama dan pertama sebagai sarana pembentuk karakter bangsa pun tidak maksimal karena  pengawasan dalam pembelajaran secara daring acapkali kehilangan fokus.
4. Dengan adanya kemudahan mengakses internet, beberapa pengguna e-learning cenderung menunda-nunda waktu belajar, sehingga kesadaran dan kedisiplinan terhadap diri sendiri terasa sangat berkurang.
Beberapa metode pembelajaran tatap muka yang dapat diterapkan di sekolah sesuai dengan info kemendikbud yang diperoleh dari kompas.com, misalnya:
1. Tetap ada opsi Pembelajaran Jarak Jauh, sistem rotasi, selain tatap muka.
2. Satuan pendidikan dapat memanfaatkan ruang-ruang untuk pembelajaran di ruang terbuka dalam lingkungan sekolah tersebut, misalnya taman.
3. Peserta didik tidak harus masuk ke sekolah setiap hari demi mengantisipasi kerumunan massa.
4. Selain itu, harus memperhatikan kondisi kelas, kondisi kesehatan dan kepatuhan warga sekolah terhadap aturan protokol kesehatan pun harus diutamakan demi mengantisipasi penyebaran covid. Oleh karena itu dalam pembelajaran tatap muka maksimal hanya 50% dari jumlah peserta didik.
Setelah sekian lama siswa tidak datang ke sekolah memang menimbulkan beberapa permasalahan baik bagi peserta didik maupun orangtua. Hal itu terasa terutama bagi orangtua yang tidak banyak memiliki waktu menemani anak belajar.Â
Akan tetapi, orangtua yang memiliki waktu untuk menemani anak-anak dalam belajar pun bukan tidak memiliki masalah. Mereka kadangkala terlihat lebih sibuk daripada anaknya dalam mengerjakan tugas, sedangkan anaknya seolah semakin bergantung kepada orangtuanya dalam menangani tugas dari sekolah.
Beberapa masalah pun dihadapi guru dalam menangani peserta didik yang tengah "terjerat" situasi pandemi  covid-19 sehingga tidak masuk sekolah setiap hari, misalnya:
1. Adakalanya mereka mengikuti daring dalam keadaan belum mandi. Menurut beberapa orangtua, anak-anak sudah bangun ketika subuh, tetapi mereka tidur lagi begitu kedua orangtuanya berangkat bekerja.
2. Anak-anak lelaki adakalanya membiarkan rambutnya menjadi panjang tanpa cemas akan ditegur oleh tim tatatertib di sekolah.
3. Ketika pembelajaran tatap muka dengan pilihan materi yang memang memerlukan pembelajaran secara tatap muka, ada beberapa peserta didik yang menyampaikan keberatan. Mereka mengusulkan pembelajaran tatap muka diisi dengan materi yang menyenangkan bagi mereka, misalnya olahraga di lapangan.
Oleh karena itu, agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif meskipun tidak harus dilakukan tatap muka setiap hari, ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru antara lain:
1. Untuk Kompetensi Dasar (KD) tertentu yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara tatap muka, MGMPS sebaiknya mendata KD-KD tersebut kemudian menyampaikan kepada tim kurikulum. Tim kurikulum akan menjadwalkan secara khusus materi tersebut, misalnya praktikum di lab. kimia, biologi, dan lain-lain.Â
Dengan demikian, pembelajaran tatap muka yang mengharuskan peserta didik datang ke sekolah, diupayakan benar-benar efektif dengan jadwal pelajaran yang dikhususkan untuk KD tertentu. KD tersebut memang harus disampaikan secara tatap muka. Selebihnya yang tidak harus disampaikan secara tatap muka, pembelajaran dapat dilakukan secara daring.
2. Berikutnya, guru dan peserta didik dapat memilih tempat pembelajaran yang tidak mengharuskan mereka berada di ruang kelas, misalnya di halaman sekolah yang banyak tanaman. Di tempat tersebut, peserta didik dapat menulis puisi dari hasil mengamati suasana alam sekitar.Â
Selain pembelajaran menulis puisi, bermain drama, mencari ide penulisan cerpen maupun penulisan teks deskripsi pun dapat dilakukan di luar kelas. Dengan demikian, selain mematuhi aturan untuk tidak membiarkan terjadinya  kerumunan massa, pembelajaran di luar kelas pun menghindari kejenuhan karena tempatnya yang lebih luas daripada ruang kelas.
3. Langkah ketiga, dengan pemberlakuan tatap muka meskipun tidak harus berlangsung setiap hari, guru lebih memiliki banyak kesempatan untuk menilai aspek afektif 'sikap' peserta didik. Dengan adanya gawai, peserta didik yang tidak selalu datang tatap muka ke sekolah, sedikit banyak tentu semakin mengabaikan bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya.Â
Oleh karena itu, pembelajaran tatap muka pun dapat digunakan untuk melatih peserta didik bersosialisasi meskipun sekadar saling sapa dan senyum dengan teman-temannya dari kejauhan.
Disadari maupun tidak, pascapandemi covid-19 akan berdampak kepada proses pembelajaran. Peserta didik haruskah datang ke sekolah setiap hari? Apabila datang ke sekolah setiap hari bukan lagi merupakan keharusan karena untuk materi tertentu dapat dilaksanakan secara daring, mengapa tidak? Jika hal itu dapat  mengurangi kemacetan dan kepadatan lalu lintas, mengurangi polusi udara dan penghematan BBM, serta penghematan lainnya, mengapa tidak?
Meskipun tidak semua, ada materi pembelajaran tertentu yang mengharuskan peserta didik datang ke sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka. Penilaian sikap pun tidak efektif jika tidak ada pembelajaran tatap muka. Selain itu, bersosialisasi dengan warga sekolah pun harus dilakukan peserta didik selain mengakrabi gawai.
Bahan Bacaan:
wantiknas.go.id
Bramasta, Dandy Bayu. Nugroho, Rizal Setyo (ed.) Â 2021. Sekolah Tatap Muka Dimulai Juli 2021. Ini Skema dan Panduan Lengkapnya. Kompas.com - 31/03/2021, 10:08 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H