Jika kita menjawab ya berati kita tengah dikendalikan oleh rutinitas. Betapa banyak orang yang tidak memberikan perhatian kepada rutinitasnya. Ketidakperhatian terhadap rutinitas sampai akhirnya krisis datang menjelang. Situasi yang  membuat kita terjaga lalu mau tak mau memberikan perhatian juga kepada rutinitas tersebut.
Jika rencana yg tersusun dengan matang berubah karena satu dan lain hal, bagaimana kita menyikapinya? Dianggap krisis atau bukan? Seorang psikolog mengatakan janganlah hanya mengandalkan otomatisasi dalam diri jika ingin tanggap terhadap krisis. Hal yang juga disebut zona nyaman itu merupakan satu di antara ciri berhenti memerhatikan hal-hal baru di sekitar kita.
Bersikap lentur dlm mengategorikan berbagai pengalaman merupakan antisipasi terhadap krisis. Hal itu karena banyak peristiwa sekitar kita yang bisa ditafsiri secara berbeda, jika cara pandang dan cara paham hanya satu arah saja. Jika demikian halnya sikap kita, kita akan kehilangan faktor kebaruan, kehilangan kesempatan mempelajari sesuatu, dan membuka diri terhadap pengalaman baru.
Oleh karena itu jika dicermati lebih jauh, kegagalan sebenarnya tidak harus selalu berasal dari situasi eksternal yg buruk karena kita pun bisa gagal dalam situasi tenang dlm suasana adem dan nyaman.
Jika Mengalami situasi krisis, cobalah meluangkan waktu sesaat untuk berefleksi. Evaluasilah apa saja yangg berhasil dan yang gagal pada tahun sebelumnya. Dengan melakukan refleksi diri kita akan dapat membuat resolusi yangg rasional dapat dilaksanakan dengan baik untuk mencapai kebahagiaan.
Masih teoretis? Ada contoh peristiwa berkaitan dengan krisis dan resolusi.
Contoh pertama, seorang gadis tiba-tiba terkejut menerima undangan pernikahan pacarnya. Untuk sesaat ia merasa syok, merasa terhina dan tak berharga. Akan tetapi, daripada membiarkan diri terbelit duka yang berkepanjangan yang akhirnya malah membuatnya semakin terpuruk, ia pun membuat resolusi. Ia pun menentukan program perbaikan nasib dengan target tertentu yang harus diperjuangkannya dengan gigih, misalnya kuliah lagi. Dengan demikian, ia memiliki kesibukan baru yang tidak akan membuatnya merasa terpuruk.
Contoh kedua, Karl tiba-tiba dikeluarkan dari pekerjaan yang dikira bakal memberinya rezeki berkelimpahan. Situasi buruk tersebut datang secara tiba-tiba dan tidak disangka olehnya, hanya karena terdeteksi ia sedang tidak fokus bekerja. Kelalaian sesaat namun membahayakan nyawa banyak orang itu membuatnya harus kehilangan pekerjaan.
Akan tetapi, ia sangat beruntung karena memiliki isteri yang terampil dan rajin. Begitu mendapati suaminya lari kepada minuman keras akibat pemecatan itu, dalam kondisi hamil tua sedangkan si sulung pun masih umur tujuh bulan,  sementara itu tabungan dan pesangon  pun sudah dialokasikan untuk menutup cicilan rumah dan mobil, isterinya tetap tegar dalam menjalani resolusi.  Ia turun tangan menyelamatkan roda perekonomian, setelah resign dari pekerjaannya akibat hamil dan mengikuti suaminya di mana pun berada,  dengan cara membuat dan berjualan kue-kue.
Semula ia memasarkan kue-kue tersebut kepada teman-temannya, kemudian ia pun menawarkannya secara online. Semula dalam kondisi mabuk Karl bahkan hampir bunuh diri, namun senyum manis isterinya menyelamatkannya, menggagalkannya dari keputusasaan yang fatal tersebut.
Upaya percobaan bunuh diri yang sekilas dianggap tidak akan terjadi pada semua orang ini pun perlu diantasipasi, selain iman manusia selalu naik turun, stress pun kerap menyertai kepedihan. Data WHO menyatakan bahwa risiko bunuh diri akibat krisis mental yang berkaitan dengan keuangan diperkirakan akan meningkat.