Siang ini ketika membuka-buka Harian Kompas, bukan koran hari ini sih, sudah beberapa hari yang lalu, tepatnya koran tertanggal 11 September 2020, pada halaman properti ada informasi menarik dengan judul Hunian Mandiri di hari Tua. Tulisan yang membuat saya ingin segera membacanya sampai rela  menunda makan siang, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12.01.
Judul yang menarik sekaligus menyentuh dan membuat terenyuh. Mengapa? Sebagai wanita yang hidup di budaya patriarki, saya memang merasa tidak harus menyesali takdir terlahir sebagai perempuan secara berlama-lama, bahkan terlalu cepat yang saya lakukan menurut beberapa orang, yaitu segera berinvestasi properti.
Bahwa patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan lelaki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam berbagai peran, misalnya politik sampai otiritas moral, yang terkesan menempatkan perempuan di bawah lelaki, Â adalah hal yang harus diterima dengan pasrah. Jika tidak? Silakan mencari tempat yang tidak memiliki tradisi demikian. Hehehe.
Masalahnya, cinta tanah air, terbiasa merasa nyaman berada di tempat masa kecil, juga bukan hal yang dianggap sederhana. Oleh karena itu, saya pun lebih memilih berdamai dengan tradisi tersebut, walaupun dengan risiko, tidak segera berani mengambil keputusan untuk menikah. Duh, segitunya. Memang para pemburu tidak ada yang baik? Banyak, bahkan sangat banyak pria tradisi patriarki yang masih berniat menjadi suami yang baik bagi isteri, sebagai ciri sebaik-baik lelaki.
Akan tetapi, tatkala tengah menjalin hubungan dengan seseorang, tidak bisa mendua adalah hak hati nurani, walaupun dengan risiko kehilangan kesempatan mendapatkan yang lebih baik akibat sok setia. Mengapa? Karena bisa setia ternyata menimbulkan kepuasan tersendiri. Yakh...jika ukurannya puas dan tidak puas, kemudian gagal mendapatkan yang terbaik akibat sok setia, tentu bukan salah siapa-siapa. Salahkan saja diri sendiri! Okelah.
Akhirnya, tatkala harus berani membayangkan hari tua untuk hidup sendiri tanpa suami dan anak-anak, saya pun memutuskan membeli properti. Selain tidak akan rugi karena harga tanah akan selalu naik dari tahun ke tahun, bisa ditempati segera, juga bisa untuk persiapan hari tua walauoun tanpa keluarga. Walaupun harus berhemat untuk itu, tapi  merasa wajar.
Mengapa merasa wajar? Sebagai manusia, baik wanita maupun pria, berkeluarga atau tidak, kelak harus mempersiapkan hari tua juga kan? Ada anak-anak atau tidak, mereka kelak akan meninggalkan orangtuanya juga untuk menyongsong masa depan, baik di tempat yang berdekatan dengan orang tua maupun berjauhan, bukan? Â Oleh karena itu, mempersiapkan mental untuk hari tua yang bahagia walaupun dalam kesendirian, haruslah diprogramkan juga.
"Hunian khusus lanjut usia mandiri ini bakal dilengkapi dengan lahan berkebun, danau buatan, beberapa gazebo untuk duduk..." cuplikan dalam judul tersebut di ataslah yang membuat tersentuh. Mengapa? Karena saya pernah membayangkan hunian hari tua kurang lebihnya pun demikian. Danau buatan bisa diganti kolam ikan, ada sedikit tempat untuk berkebun yang semuanya menyatu di lahan belakang, dilengkapi dengan gazebo-gazebo.
Mengapa menyukai desain seperti itu? Saya membayangkan ingin menikmati hari tua dengan lebih sering bertemu dengan kerabat, saudara, keponakan, sahabat, teman-teman secara berkala. Bukankah tatkala masih belum pensiun, sering tidak ada waktu dengan berbagai alasan yang berkaitan dengan kesibukan pekerjaan? Maka, menjalani kebersamaan pada masa pensiunlah yang diharapkan bakal terlaksana karena tidak ada lagi kesibukan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Manakala ada kesempatan membayangkan hari tua kemudian secara berkala mengundang mereka untuk datang ke rumah, ada perasaan senang memenuhi hati. Keinginan yang ditindaklanjuti dengan cara menabung sebagai persiapan hari tua. Oh indahnya kebersamaan. Dengan demikian, tatkala membayangkan situasi tersebut akan terjadi, yang terlintas manakala berdoa adalah memohon agar kami baik-baik saja, sehat-sehat saja demi menyambut hari tua yang indah karena terbebas dari kesibukan yang terikat jadwal.
Jika melihat gambar kebun yang di dalamnya terdapat kolam ikan, gazebo, tanaman yang membuat kebun tersebut menjadi teduh dan rindang, biasanya saya menindaklanjuti dengan mencorat-coret kertas meniru desain tersebut. Keisengan yang seringkali dapat menghalau kepenatan serta kejenuhan menghadapi rutinitas pekerjaan. Rutinitas karena setiap hari harus berangkat dan pulang dalam waktu yang sama setiap hari sampai saat pensiun tiba. Oleh karena itu, mempersiapkan tempat tinggal yang nyaman masa pensiun untuk dapat berkumpul dengan orang-orang terdekat, merupakan hal yang menyenangkan juga, bukan?
Sampai usia berapakah kita diizinkan hidup di dunia, memanglah  masih rahasia, sehingga mempersiapkan hunian yang menyenangkan bagi lansia bukanlah hal yang mengada-ada. Persiapan menghadapi masa pensiun, persiapan menghadapi masa tua dengan bahagia  tanpa harus tinggal di panti jompo, tentu lebih membuat bersemangat dalam mempersiapkannya, bukan?
Sejak masa kanak-kanak, kita sudah harus bersekolah ke Taman Kanak-Kanak, berlanjut ke Sekolah Dasar, kemudian menuju Sekolah Menengah Atas, masih dilanjutkan dengan ke Perguruan Tinggi sebelum akhirnya bekerja dan berkeluarga. Sejak saat itu, kita sudah seolah berpacu dengan waktu, kecuali pada masa libur, pada masa cuti, itu pun tidak panjang.
Maka, tatkala membayangkan menghadapi masa pensiun tanpa lagi ada batasan waktu, karena kita pun belum tahu sepanjang apakah waktu itu?  Setara dengan waktu yang kita gunakan untuk bersekolah kemudian bekerjakah? Ataukah hanya lima, sepuluh, bahkan satu bulan dua bulan pascapensiun langsung dipanggil Tuhan? Memang tidak ada yang tahu. Oleh karena itu, mempersiapkan  yang indah-indah dalam mengisi waktu 24 jam, tentunya akan menjadi waktu luang sangat panjang jika tanpa kesibukan dalam pekerjaan, masih lebih baik daripada tidak mempersiapkan sesuatu pun.
Bagi sebagian orang, pensiun merupakan  "hadiah" setelah puluhan tahun bekerja. Begitu tiba masa pensiun, itulah waktu yang ditunggu-tunggu, waktu yang tepat untuk bersantai, bereksplorasi, bersenang-senang, karena telah terbebas dari tekanan pekerjaan.Akan tetapi, ada pula yang menyambutnya dengan pesismis, merasa cemas bakal tertimpa aneka penyakit sehubungan dengan kondisi kesehatan yang kian merosot, serta produktivitas yang kian menurun.
Pensiun merupakan sebuah masa yang pasti akan tiba untuk semua karyawan dari berbagai latar belakang pekerjaan maupun pendidikan. Pada umumnya, organisasi menetapkan usia pensiun  sehingga masa pensiun adalah sebuah perubahan yang dapat diprediksi dari sisi waktu.
Akan tetapi, kebanyakan dalam cara memandang kehadiran masa tersebut masih beragam, pada umumnya pun tidak selalu positif, sehingga seringkali terjadi kekurangharmonisan dalam mengarungi masa itu. Masa-masa yang seharusnya dapat dijalani dengan indah dan nikmat tersebut, asalkan tidak terbelit masalah yang berkaitan dengan post power syndrome, inferior, dan masalah psikologis lainnya.
Untuk menghadapi pensiun, sebaiknya perlu mengubah cara pandang dengan mempersiapkan aspek psikologis maupun fisik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa 'Kesiapan memanfaatkan kesempatan' merupakan elemen mendasar menjelang masa pensiun nantinya.
Persiapan yang indah-indah apa saja misalnya? Mendata hobi yang dulu seakan terbengkalai karena kesibukan pekerjaan, misalnya hobi menulis, melukis, berkebun, yang dapat dilakukan di taman yang telah didesain seperti tersebut di atas. Lahan yang didesain serba guna, selain untuk menyibukkan diri dengan hobi, berolah raga, juga dapat digunakan sebagai sarana bertemu, berkumpul, bersilaturahim dengan orang-orang terdekat, sebagai penebus kegiatan masa lalu yang tidak selalu dapat terlaksana akibat kesibukan dalam pekerjaan.
Akhirnya, masa pensiun memang harus dipersiapkan sebaik-baiknya dengan cara pandang yang positif agar awet sehat dan lebih lama dalam menjalani masa pensiun tersebut. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H