Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dalam Selubung Kabut (29)

20 Agustus 2020   13:21 Diperbarui: 20 Agustus 2020   13:14 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Shutterstock

"Mengapa suamimu pindah-pindah pekerjaan sih?" suatu sore abangnya yang datang bertamu bertanya sambil duduk di teras rumahnya.

"Apa salahnya? Ia kan lelaki. Andaikan aku tidak telanjur bekerja di perusahaan keluarga dengan posisi di atas seperti ini, aku juga ingin pindah-pindah pekerjaan,"jawabnya santai sambil menyuguhkan secangkir kopi dan sepiring pisang goreng.

"Berarti tidak memiliki komitmen, tidak ada pengabdian,"abangnya mencoba mematahkan pendapatnya.

Nayla yang merasa tidak sependapat, membantah,

"Tidak ada pengabdian yang bagaimana? Masihkah pengabdianku dianggap sebagai pengabdian jika ada bahkan banyak yang bisa menggantikan posisiku? Justru dengan berpindah-pindah,  peluangku naik gaji akan berkurang karena aku selalu sebagai orang baru di tempat baru."

Abangnya tidak segera menjawab. Posisi mereka berdua di perusahaan keluarga memang berada di puncak. Seringkali abangnya malah menyerahkan begitu saja tugas-tugas kepadanya. Apakah karena itu, abangnya cemas Nayla akan mengikuti jejak suaminya?

"Kamu ingin ikut suamimu?" 

"Jika ingin dan harus, mengapa tidak? Kami bekerja tidak untuk mencari uang berlebih, tapi demi kenyamanan...

"Nggak bisa begitu. Uang berlebih selalu bermanfaat. Banyak yang bisa Kaulakukan dengan kelebihan uang Kalian, misalnya membuka lagi cabang perusahaan  keluarga kita. Bayangkan, berapa puluh orang yang akan memeroleh pekerjaan dari uangmu yang berlebihan itu?"

Nayla tidak menjawab. Ia pun tidak tahu harus mengatakan apa dan bagaimana. Dalam hati ia mengakui bahwa apa yang dikatakan abangnya itu benar. Oleh karena itu, sebelum tertidur ia menelepon suaminya untuk menanyai pendapatnya.

"Memang benar yang dikatakan bang Dori, asalkan nggak tendensius." jawab suaminya sambil tertawa. Ia pun tertawa karena paham maksudnya. Bukankah selama ini demi ekspansi untuk membuka usaha yang lain lagi, ia sering dimanfaatkan oleh abangnya untuk mengerjakan tugas yang seharusnya ditangani Dori?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun