Tania terisak di sela keheranannya. Ia memang tidak pernah menganggap Boy bodoh. Tapi ia tidak menyangka, Boy ternyata pintar. Sepintar Ade yang diam-diam menjauhinya setelah mengetahui ia memiliki Boy? Tania masih menangis. Gurat-gurat kehampaan menjalari hatinya. Boy yang mencintai sepenuh hati, memeluknya. Sekali lagi prasangka buruk seolah menjalari sekujur tubuh Boy.
   "Aku tahu Kamu mengalami kehampaan sejak kecil. Ayah tidak ada. Kakak lelaki satu-satunya pun tidak sanggup memberikan keteladanan bersikap...
   "Aku nggak mau Kautuduh rakus,"keluhnya sambil balas memeluk suaminya.
   "Jika nggak mau disebut rakus, kuganti tidak bersyukur. Mau?"
   "Apa buktinya?"
   "Tania. Kamu tahu dan sadar bahwa Dirimu cantik. Sewajarnya jika Kamu memperoleh perhatian satu dua teman lelaki karena itu...
   "Kamu tahu darimana?" Duh Tania terkejut tapi pertanyaan konyol tersebut sudah telanjur meluncur.
   "Jadi, memang ada yang memberi perhatian berlebih kepadamu?"
   "Apa buktinya?"
   "Bukti? Perubahan tampilanmu."
   "Ah, jangan cemburu. Kini tidak lagi setelah tahu aku telah bersuami,"jawabnya kembali santai.