Masa-masa betapa kita sederajat, berjiwa besar, toleran, mau menanggalkan segala atribut yang telah diraih, semisal status sosial maupun kekayaan, tidak membuat teman merasa rendah diri dengan pertanyaan yang menyudutkan misalnya mengapa belum menikah? Mengapa belum mempunyai anak?
Banyak cerita lucu yang masih bisa disampaikan selain pertanyaan yang menyudutkan, misalnya kenangan saat membolos, menggoda teman, kenangan naksir seseorang yang juga hadir dalam reuni yang mungkin membuat terkejut. Akan tetapi, masa itu tidak bisa diulang karena waktu sudah berlalu. Â Kisah itu hanyalah kenangan masa lalu. Hal yang lebih netral biasanya menyanyi bersama.
Adakalanya, dengan teman kita memang ingin iseng bergurau, tanpa maksud lain, misalnya ada teman yang unggahannya lucu. kelucuan yang membuat saya sering berkomentar terutama jika unggahannya menyerempet kepada kenangan masa lalunya tatkala ia masih bersekolah dan pernah dekat dengan teman sekolahnya. Keterbiasaan bergurau di medsos karena unggahan-unggahan lucunya, manakala saya berganti foto profil, ia dengan santainya pun  memuji fotoku.
Tak lama kemudian, isterinya minta berteman pula denganku. Kuterima permintaan pertemanan beliau, tapi saya mulai mengurangi komentar-komentar terhadap unggahan lucu temanku itu, jika tidak benar-benar sedang ingin berkomentar maupun perlu berkomentar, saya tidak lagi melakukannya.
Bagaimanapun, kita memang harus mencoba menghargai perasaan pasangan masing-masing. Jangan ada kelalaian yang menyulut ketidaknyamanan akibat komentar-komentar kita yang sebetulnya sekadar bergurau. Tetap berteman tapi dengan cara yang bijak, bukan hal yang terlarang, Guys.
Bahan bacaan
m. brilio. Net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H