Kebingungan yang mmebuatnya malah tak mengerjakan apapun. Kepala yang sudah menempel di bantal dengan punggung lekat di kasur, tak sanggup pula secara cepat membuat mata terlelap.
Godaan ponsel yang tergeletak lemah sendirian di lantai seolah kian melambai-lambai untuk disentuh. Maka, niat beristirahat sebentar sekadar menghilangkan penat pun terpinggirkan oleh ponsel yang tak pernah mau mengerti kelelahan si tuan putri.
Ia pun menyergap waktu yang sudah menunjukkan pukul 16.00 tersebut untuk menghipnotis si tuan putri berselancar di alam maya bersamanya sampai magrib tiba.
Perolehan informasi tentang isu, gosip, maupun berita terkini yang bagi orang lain bisa jadi tidak penting, namun penting banget bagi si tuan putri. Karena dari situlah ia dapat memperoleh banyak inspirasi untuk kemudian menuangnya ke dalam puisi, cerpen, maupun opini.
Akan tetapi, inspirasi yang tidak segera dituang pun akan melenyap dan melebur bersama waktu, membawa pergi  gumpalan-gumpalan aneka ide dan masalah yang menjejali tempurung kepalanya. Gumpalan ide dan masalah tersebut kemudian menghambur keluar laksana butiran-butiran kerikil yang beterbangan keluar dari dalam pick up yang melaju kencang di jalanan.
Jika sudah demikian, ia merasa isi kepalanya ringan dan fresh kendati segala inspirasi di otaknya tidak ada yang tertuang ke dalam tulisan. Akan tetapi, tidak demikian dengan kaca-kaca jendela rumahnya.
Debu- debu yang menempel akibat diterbangkan angin pun semakin tebal tanpa ada sebutir pun yang mau terlepas dari jendela. debu yang semakin tebal, dan menebal, membuat pandangan ke luar tak lagi lepas, tapi sudah dipenuhi aneka bayangan buruk dari bentuk-bentuk debu yang menggumpal dan menempel. Menempel dan menggumpal.
Pandangan keluar pun tampak memburuk. Bukan buruk karena tampilan pemandangan tersebut, namun buruk akibat kaca jendela yang tidak segera dibersihkan. Semua yang tampak dari balik jendela menjadi kabur, penuh noda kehitaman. Lukisan noda tersebut pun beraneka ragam. Ada yang berwujud menakutkan, mengerikan, menggelikan, bahkan menjijikkan.
Jika sudah demikian, keluarlah aneka sumpah serapah terhadap berbagai bentuk yang tampak dari balik jendela. ia menggerutu dan mengatakan betapa jelek dan tidak menarik semua yang dilihatnya dari balik jendela.
Jadi, harus ada kambing yang bersedia dicat hitam. Si kambing yang terpilih pun tidak tanggung-tanggung. Seringkali malah motivator yang menyemangati alasan dirinya bekerjalah yang tercomot demi menyelamatkan diri.Â
Bahkan, adakalanya Sang Maha Pencipta pun tak luput dari amuk kuas yang akan melumurinya dengan warna hitam dalam lukisan yang telah dipersiapkannya. Lukisan berwujud kambing itu pun harus pasrah menjalani eksekusi karena kuas yang telah dicelupkan ke dalam cat hitam segera melumurinya, jika tidak dapat dikatakan menumpahinya, dengan cat hitam.