Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tiga Keunikan Gaya Belajar Siswa

26 Juni 2020   15:19 Diperbarui: 26 Juni 2020   15:18 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya belajar siswa menurut  DePotter( dalam Dryden, 1999: 347) digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu gaya belajar tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Masing-masing gaya belajar memiliki keunikan tersendiri sehingga guru diharapkan menggunakan strategi yang sesuai untuk mewadahi gaya belajar mereka. Walaupun jarang siswa yang memiliki satu gaya belajar ekstreem misalnya hanya visual yang sangat menonjol, sedangkan yang kedua tidak bergaung, namun dari ketiganya pasti ada yang lebih menonjol dibandingkan kedua gaya lainnya.

Grinder ( dalam Dryden, 1999: 349) mengatakan bahwa di sebuah kelas yang terdiri dari 30 siswa, 22 diantaranya akan menyeimbangkan kemampuan mereka dalam menyerap informasi. Mereka biasanya bertahan  ketika informasi tersebut ditampilkan secara visual, auditorial, maupun kinestetik. Akan tetapi, dua atau tiga diantaranya akan mengalami kesulitan belajar akibat faktor-faktor di luar kelas. 20 persen di antaranya mungkin tipe visual saja, auditorial saja, atau kinestetik saja, sehingga mereka akan kesulitan menyerap informasi jika informasi tersebut disajikan dalam gaya yang tidak mereka sukai.

Ada beberapa cara menemukan gaya belajar siswa yang telah dipelajari para guru. Dalam buku The Learning Revolution karya Gordon Dryden dan Jenanette Vos ( 1999: 353) dituliskan bahwa cara terbaik adalah bertanya. Ajakan berdiskusi sederhana tentang gaya belajar dan minat siswa merupakan cara termudah menghancurkan tembok antara guru dan siswa.

Dalam menghadapi siswa visual, berilah instruksi kepada mereka, maka mereka akan cenderung menggambar sebuah peta. Lebih jelasnya, mereka tidak akan puas hanya dengan mendengarkan isi menu di restoran. Mereka ingin melihat dan membacanya sendiri.

Sebaliknya, siswa tipe auditorial tidak begitu suka membaca, mereka lebih suka mendengarkan atau bertanya untuk memperoleh informasi daripada membaca buku petunjuk.

Tipe kinestetik selalu ingin bergerak. Mereka cenderung kesulitan untuk duduk manis berlama-lama. Mereka lebih suka menggunakan media jika belajar. Dalam sekolah tradisional, tipe kinestetiklah yang sering terancam gagal karena gaya belajarnya tidak selalu terwadahi. Jika guru mengajar dengan gaya ceramah saja, bayangkan ulah tipe kinestetik. Jika tidak keluar masuk kelas ada kemungkinan malah tertidur.

Banyak cara dalam menemukan ketiga gaya belajar siswa tersebut selain cara di atas.  Seperti ringkasan dari Sudarnosaputra (2014), cara pertama dengan mengobservasi siwa secara detail melalui metode ceramah lalu catatlah siswa-siswa yang tekun mencatat.

Cara kedua, putarlah film bergambar atau poster, juga peta dan diagram. Dengan cara ini pun akan terlihat bahwa para siswa yang memiliki kecenderungan visual, mereka pasti tertarik. Cara ketiga, pembelajaraan praktik maupun simulasi akan sangat menarik bagi pembelajar tipe kinestetik, sedangkan tipe auditorial akan senang jika diminta menerangkan kepada temannya apa yang telah didengarnya.

Cara keempat, dengan menugasi siswa untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan proses penyatuan bagian-bagian yang terpisah, misalnya menyatukan model rumah yang semula terlepas-lepas. Ada tiga cara dalam tugas ini. Selain itu, masih ada langkah kelima yaitu melalui survey atau tes gaya belajar. Survey ini walaupun adakalanya menggunakan jasa psikolog namun memiliki gaya akurasi tinggi.

Khusus untuk cara keempat yaitu penyatuan bagian-bagian yang terpisah, ada beberapa cara.  Yang pertama, melakukan praktik langsung dengan mencoba menyatukan bagian-bagian  rumah setelah melihat potongan-potongan yang ada. Kedua, dengan melihat desain rumah tersebut baru menyatukan.

Ketiga, dengan membaca petunjuk cara menyatukan rumah.Bagaimana hasilnya? Pembelajar visual akan cenderung melihat gambar rumah secara utuh. Pembelajar auditori lebih suka membaca petunjuk atau langkah-langkah untuk menyatukan rumah tersebut. Pembelajar kinestetik akan langsung menyatukan dengan memerhatikan potongan-potongan bagian rumah tanpa membaca petunjuk maupun gambar utuh rumah.        

Demikianlah macam-macam gaya belajar siswa. Bukan hal yang mengherankan apabila guru tradisional menghadapi siswa kinestetik cenderung marah lalu menyampaikan teguran bahwa siswa tersebut nakal dan sebagainya. Pola belajar mengajar yang tidak memperhatikan gaya belajar siswa, ada kemungkinan akan mengacaukan ketenangan murid dan guru. Murid merasa trauma dan stress, sedangkan guru pun akn sering marah-marah karena ada murid yang tidak dapat duduk manis dan tenang mendengarkan apa yang dikatakan guru maupun teman lain. Jika demikian, bersekolah bukan menyenangkan melainkan akan menjadi siksaan bagi siswa, bukan?

Sekali lagi, saya layangkan pandang ke arah para siswa yang tengah dilatih mencintai literasi. Mereka diharuskan membaca teks, lalu meringkasnya, segera mengumpulkannya jika sudah selesai. Tiba-tiba terlintas keinginan mencoba cara lain untuk itu, yaitu melatih siswa menggunakan jembatan keledai demi menghapal struktur dan kaidah teks, "Cobalah menulis struktur dan kaidah teks yang Kalian baca saat ini, dengan menggunakan gaya jembatan keledai. Tidak dilarang membentuk kalimat yang kemudian dinyanyikan sambil berjoget atau menambahi susunan kalimat  dengan gambar."

Ternyata sambutan mereka beragam dan semuanya antuasias, bahkan ada yang mengajukan pertanyaan bolehkah saya menggunakan semuanya, Bu? Membuat gambar dan lirik lagu? Tentu saja boleh --Si penanya ada kemungkinan memiliki tipe visual dan auditorial seimbang--, Mereka pun berkelompok kemudian menindaklanjuti tugas tersebut bersama kelompoknya.

Saya melihat daftar peminat di papan tulis. Kebanyakan mereka hanya ingin menulis jembatan keledai menjadi lirik lagu, sedangkan yang ingin menulis lirik lagu dirindaklanjuti dengan cara berjoget, tidak ada. Sejak jam pertama sampai menginjak jam kedua, memang belum terlihat siswa yang keluar masuk kelas. Mereka tenang duduk manis sambil mendiskusikan yang dikerjakan. Ada kemungkinan memang tidak ada tipe kinestetik yang menonjol di kelas tersebut.

Saya pun berkeliling melihat hasil kerja kelompok mereka membuat jembatan keledai dari struktur dan kaidah teks. Ada yang menulis sambil menggambar, ada juga yang memetik gitar sambil menyimak singkatan yang disampaikan teman sekelompoknya. Semua bekerja, semua bersibuk. Ada perasaan terharu di situ. Ada keinginan meneruskan pekerjaan sebagai guru sampai tak lagi sanggup mengajar. Walaupun tugas guru bukanlah tugas yang ringan. Kami bertugas sebagi programmer, pelaksana, sekaligus evaluator. 

Pekerjaan sebagai pogrammer dilaksanakan tatkala kami menulis rencana pembelajaran  untuk setahun, lalu dirinci lagi untuk satu semester beserta strategi  dan soal-soal dengan tipe HOTS maupun MOTS dan LOTS-. Setelah itu sebagai pelaksana program kami pun eksyen di kelas, berlanjut menuju evaluator yang mengevaluasi hasil belajar siswa meliputi aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (keterampilan).

Dalam hal ini, sekali lagi manajemen waktulah yang kami andalkan untuk menyelesaikan semuanya. Jika tidak, tentu kami kesulitan dalam memberikan perhatian kepada siswa.  Bukankah mereka memiliki gaya belajar berbeda-beda? Gaya belajar yang  harus terwadahi semuanya jika ingin mereka tidak merasa bodoh, karena sebetulnya tidak ada siswa yang bodoh, bukan?

Sidoarjo, 26 Juni 2020

Bahan Bacaan

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos, 1999. The Learning Revolution. Bandung: Kaifa ( diterjemahkan dari The Learning Web, New Zealands)

https://sudarnosaputra.wordpress.com/2014/10/18/mengenali-gaya-belajar-siswa-dan-implementasinya-dalam-pembelajaran/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun