2011
Niatan mulia dari seorang Handayah
Janda beranak tiga
Untuk 2 ibu yang terlantarkan oleh kondisi
Dia manusiakan, ibu yang telah melahirkan.
Kini
Ber-27, riuh memenuhi istana lansia
Kalamullah bergema di setiap sudut
Ajaran ke-Ilahian
Menuntun hati mengarah ketauhidan.
Menimang bimbang di antara sungging senyum
rambut memutih, tubuh bungkuk menulang, kulit keriput dengan aroma khas.
Rabun tak bisa menengara, genggam tak lagi kokoh
rasa tak bisa bohong dari sepi tak bertepi.
Cintanya tak lagi bertuan, hidup dari belas kasih
di lorong tua yang tak terukur seberapa panjang.
Kemana berlalunya belahan hati yang dulu menyita
waktu, tenaga, dan materi
Di masa lalunya yang manis.
"Siapa menanam akan menuai."
Apa yang telah para ibu itu tanam sehingga menuai ketertepian kasih di usia senja
Secara kodrati, setiap diri memiliki arti
Ilahi Robi menorehkannya dalam kalam
Seberapa berartinya ibu sehingga dia tergolek penuh harap.
Duhai nasib...
yang tak berpihak pada yang tertepikan. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Bukankah ibu adalah sumber cinta yang tak habis untuk digali
Ibu adalah rahim, dimana akar kasih menghujam
bagi anak yang berbudi.
Kini dan entah sampai kapan
kesendirian mengakrabi
Para filsof  perumus makna 'amour'
 acapkali kehabisan kata untuk melukiskan.
Tak ada kata yang dapat mewujudkan keterwakilan cinta
Tak habis untuk dibahas, tak lekang dimakan waktu
Ejawantahnya beragam
dan itu tidak berlaku ada di Bendelonje.
Cinta ada ketika masih ada yang termanfaatkan
Selebihnya, sepah dibuang.
Kasih tetaplah anggun di tahtamu
 masa lalu ibu terhapus termakan usia
Tercipta ikhlas,
Untuk budi yang tak berbalas.
Jangan diambil hati,
karena mengasihi adalah memberi
Ibu...
takdirmu berakhir di Bendelonje
karena definisi cinta sudah kehilangan makna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H