"Kekuatan Do'a"
"Ukhtunal jamilah Zainab ja'at min dairoh Pamekasan" ini sudah kesekian kalinya suara mikrofon meramaikan hari jum'at di pondok pesantren al-hikmah, berbeda seperti pondok pesantren lainnya, pondok yang bertempatan di desa sampang ini memiliki libur di hari jum'at sedangkan untuk hari minggu masuk sekolah seperti biasanya menggantikan libur hari jum'at. Bukan tanpa alasan pondok pesantren ini mengubah liburnya di hari jum'at salah satunya yaitu dengan mengubah hari libur ke hari juma't dimana hari itu adalah hari santri santriwati dikirim oleh keluarga masing2 oleh karena itu untuk lebih mengefisiensi waktu. Â
Zainab yang saat itu sedang menjemur baju di rooftop pondok tersenyum lalu dengan kilat ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar ia bisa bertemu dengan  orang tua yang sudah sebulan ini ia tak jumpa. Setelah semua dirasa cukup, zainab segera pergi ke kantor pengiriman disana sudah banyak sekali santriwati beserta walinya memenuhi ruangan itu, zainab mengedarkan pandangan sampai kedua tangan melambai ditengahnya ada cincin yang sudah tak asing lagi baginya, ia langsung menuju kepada sosok perempuan yg sudah amat ia rindukan, namun bukan hanya itu hari ini ini ia rasa tuhan sangat baik kepadanya bagaimana tidak, ayahnya ikut serta pada pengiriman bulan ini, langsung saja ia menyalami tangan kedua orang tuanya dengan wajah tak bisa berhenti tersenyum.
Tak terasa sudah dua jam lamanya zainab ditemani orang tuanya melepas rindu, sebelum pamit pulang, ayah zainab menutup pembicaraan sambil menatap lekat wajah zainab sorot matanya menerawang jauh kedalam manik mata sayup zainab, zainab dibuat gugup karena tak biasanya ayahnya bersikap seperti ini,dengan pelan ayah berkata "Nduk, melihat kamu yg sudah kelas 3 SMA ini tapi bagi ayah kamu tetap putri kecil ayah, tapi mau tidak mau ayah harus tetep bilang sama kamu" zainab meneguk salivanya kasar mendengar penuturan ayahnya tersebut "kamu sudah ayah jodohkan dengan sepupu kamu dari kecil nduk, ayah gak bisa untuk menolak perjodohan ini, bibi kamu itu sudah banyak membantu keluarga kita, ini satu satunya cara agar kita membalasnya nduk, bagaimana nduk apa kamu bisa menerima perjodohan ini?" beda dengan ayahnya yangf terus menatap lekat kearah zainab, ibunya justru memalingkan wajahnya, terus terang ia sangat menyayangi anak bungsunya tesebut, tapi mau bagaimanapun ini harus mereka lakukan.Â
Zainab menundukan pandangan memilin hijab untuk menghilangkan ketegangan, matanya berkaca kaca, satu sisi Ia tak ingin mengecewakan orang tuanya disisi lain kia tak mau dijodohkan apalagi dengan kerabatnya sendiri, melihat banyak dari kerabatnya yang banyak dijodohkan satu sama lain, ia berharap semoga kejadian seperti itu tak terjadi kepadanya, namun sat ini mungkin tuhan sedang mengujinya, ini piilihan yang sulit baginya, mau bagaimanapun orang tuanya tetap menjadi prioritas dalam hidupnya, ia mengedip-ngedipkan mata untuk menghilangkan bulir mata yang sudah dari tadi menggenang di pelupuk matanya, perlahan ia mengangkat mukanya menatap sendu sosok malaikat tak bersayapnya sedangkan yang dilihat menatap harap menunggu jawaban dari zainab  "Sebelumnya ini jauh dari angan-angan zainab kedepannya yah, tapi zainab tahu semua pilihan ayah ibu itu pasti untuk kebaikan zainab, dari itu zainab menerima perjodohan ini" zainab tersenyum sebisanya menyangkal keinginan besar dalam hatinya, tapi sekali lagi ia tak mau dengan mementingkan keinginan pribadinya, menatap ayah ibunya yang tak bisa berhenti tersenyum, ia kaget saat dua malaikat itu memeluknya secara bersamaan , pelukan hangat ini dulunya bila ia dapatkan sangat bahagia, namun kali ini suasananya berbeda, ia tak bisa menahan air matanya ia menangis sambil memeluk orang tuanya berharap bahwa pilihannya ini benar, dengan sekuat hati ia meyakinkan diri bahwa pilihan orang tuanya gak pernah salah.
Setelah kejadian itu, zainab tak pernah berhenti berdo'a kepada allah, disatu sisi ia sangat ingin kuliah disisi lain ia tak ingin melukai hati orang tuanya. Bahkan tak jarang ia sangat ingin untuk menentang perjodohan ini, yang seakan sudah menjadi tradisi perjodohan sejak dini oleh masyarakat kampungnya itu, pemikiran mereka yang kuno, ia sangat ingin sekali mencerahkan pemikiran seperti itu di kampungnya tersebut, satu satunya cara yaitu dengan kuliah, ia berfikir dengan kuliah ia mendapat ilmu untuk sedikit demi sedikit mengubah pola pikir itu, setidaknya mereka isa berfikiran bahwa kita bangsa perempuan dari desa bisa seperti mereka dapat mengikuti kemajuan era teknologi yang semakin canggih itu dapat memotivasi para orang tua yang masih mempunyai pemikiran kuno seperti itu.
Bulan berganti, kini sudah waktunya zainab dikirim jika biasanya ia begitu senang jika tiba waktunya dikirim tapi berbeda untuk kali ini ia sangat gugup. Dengan hasil istikharah yang selama ini ia lakukan dan upaya memantapkaan hati bagaimana caranya agar kedua orang tuanya tersebut tidak sakit hati mengenai perubahan keputusannya, zainab mengakui ini terlalu beresiko tapi mau tidak mau ia harus melakukannya meyakinkan kedua orang tuanya tentang mimpi-mimpinya.Â
Awalnya orang tuanya tidak setuju dengan pilihannya "Kenapa kamu gak mau sama pilihan ayah? Ga ada orang tua yang mau menjerumuskan anaknya ke hal yang jelek zainab!" Ucap ayahnya tegas dengan sorot mata kemarahan, entah keberanian dari mana ini baru pertama kali ia menentang keinginan orang tuanya "Iya ayah zainab tau, tapi zainab punya pilihan sendiri ayah, zainab punya mimpi, zainab ingin melihat ayah sama mama tidak bekerja susah payah lagi, zainab hanya ingin itu yah, sesimpel itu!!" zainab berucap dengan mata berkaca2 sambil menekan setiap kata perkatanya agar tidak terdengar oleh santri lainnya "sejak kapan kamu berani menentang ayah?" setelah lama hening, zainab membuka suara sambil menundukkan kepala "Zainab gak menentang yah, tapi zainab hanya ingin mengungkapkan karena ini menyangkut masa depan ayah, zainab ingin restu ayah dan mama untuk membantu mewujudkan mimpi2 zainab" air matanya sudah tak bisa dibendung lagi oleh zainab, mamanya memeluk zainab mencoba menenangkan putrinya itu, "kamu fikir, jika kamu menikah dengan pilihan ayah tidak membuat ayah bahagia zainab, selain dia bisa menjaga kamu dia juga dari keluarga terpandang zainab, kebutuhan kamu pasti terkecukupi, nurutlah sama ayah kamu" zainab mendongkakkan kepalanya ia tak habis fikir dengan apa yang ada dipikiran ayahnya itu "yang menjadi prioritas disini adalah kebahagiaan yah, soal materi kita bisa cari, tapi kalo zainab tidak bahagia apapun itu tak bernilai yah" mama zainab yang sedari tadi memeluk zainab kini sudah angkat bicara "yah, zainab benar yah kita tidak seharusnya memaksa nya sampai seperti ini, sudahlah kita batalkan perjodohan ini agar_'" Â "terserah, tapi sampai kapanpun aku tak akan memberi restu untuk kamu kuliah" ayahnya memotong perkataan mamanya "Ayo kita pulang" lanjutnya sambil menarik lengan mamanya meninggalkan zainab yg sudah menangis sesenggukan.
Zainab keluar dari kantor pengiriman dengan menunduk agar teman-temannya tidak melihat mata sembabnya, ia bergegas ke rooftop karena disana satu-satunya tempat paling pas untuk menyendiri, setelah sampai ia melamun memandangi langit senja yang sangat menenangkan pikirannya yang berkecamnuk sampai-sampai ia tak sadar sudah ada ustadzah yg duduk disampingnya, "ustadzah tau kamu sedang ada masalah zainab, cobalah kamu berbagi perasaan kamu ke orang lain, its okay kamu gak percaya sama teman kamu, tapi masih ada ustadzah yang siap kapan saja mendengarkan cerita kamu" bukan nya semakin membaik, zainab malah semakin menjadi tangisnya sambil memeluk ustadzah "maafin zainab ustadzah" ucapnya sambil sesenggukan "gak papa zainab kamu boleh cerita sama ustadzah kali aja ustadzah dapat membantu"zainab semakin mrempererat pelukannya sambil bercerita tentang masalahnya belakangan ini "kalo menurut ustadzah itu sudah bener nab, kamu sabar aja dulu mungkin orang tua kamu masih menenagkan diri, kamu jangan lupa do'akan terus orang tua kamu" dengan senyum yang sedikit dipaksakan zainab menatap wajah ustadzah "terimakasih ustadzah, zainab akan terus mendoakan mereka" ustadzah berdiri sambil menepuk bahu zainab dan berucap "Ustadzah kebawah dulu kamu cepetan wudlu, ngaji habis ini maghrib" "Baik ustadzah" jawab zainab sambil tersenyum.
Tiada hari zainab lewati tanpa belajar, ia sudah bertekad untuk meyakinkan orang tuanya, ia tak ingin orang tuanya menyesal karena pilihan yang ia pilih ini, ia akan membuktikan bahwa ia bisa. Banyak hal yang sudah zainab lewati belajar keras sampai tidur jam sebelas malam bangun jam tiga pagi sholat tahajjud dan mengaji sampai adzan subuh berkumandang. Ia juga tak pernah disetiap sholatnya, do'a selalu ia langitkan yaitu orang tuanya bisa menerima pilihannya dan merestui langkahnya kedepan.
Seharusnya hari ini adalah jadwalnya dikirim, akan tetapi sampai matahari mullai tenggelam tanda-tanda ia akan dikirim tidak ada. Ia yakin ayahnya pasti masih marah padanya, jujur ini sangat menyiksanya, ia bingung harus bagaimana ia tak berhak untuk menyalahkan takdir karena ia paham manusia hanya bisa berharap dan berusaha tapi yang menentukan tetap Allah SWT. Ia bertekad untuk lebih serius lagi ketika berdo'a, mungkin beberapa hari ini do'anya kurang atau usahanya masih kurang. Entah sejak kapan teman-teman di pondoknya itu sering mengolok-olokannya dengan sebutan ambis, tapi ia tak punya waktu untuk membalas perkataan mereka, yang ia prioritaskan saat ini adalah berdoa agar orang tuanya mengizinkan ia untuk kuliah dan bebas dari perjodohan ini.