Awal Mei 2020 saat bulan suci ramadan masih berlangsung seorang profesor di bidang hukum melontar rencana pemerintah pusat di bawah pimpinan bapak Presiden Jokowi  akan melakukan relaksasi PSBB.
     Bapak Profesor Mahfud MD menjelaskan bahwa tujuan relaksasi PSBB adalah untuk memberikan kekuatan ekonomi nasional yang mulai melemah akibat pandemi covid19.
     Namun tujuan positif tersebut bisa bernilai negatif bagi insan yang berbeda persepsi. Seperti kata pepatah lama rambut sama hitam namun isi kepala berbeda.
     Bagi pihak yang berbeda pemikiran tentang relaksasi PSBB mengatakan bahwa niat tersebut sangat prematur karena jumlah penderita covid19 masih terus bertambah.
     Seharusnya pemerintah pusat bersikap untuk terus berusaha agar virus terkutuk itu bisa mampus dari nusantara. Karena jika terjadi sedikit kelalaian, perjuangan keras yang selama ini terjadi akan gagal.
     Mengingat jumlah ongkos negara dan banyaknya korban jiwa. Termasuk gugurnya para pejuang medis akibat usaha keras menyebuhkan pasien. Bahkan sempat pula terjadi penolakan dari warga sekitar penguburan jenasah korban covid19 karena salah paham.
     Akibat edukasi yang tanpa henti masyarakat sekitar makam covid19 bisa mengerti bahwa jenasah tersebut sudah di bungkus dengan secara sempurna menurut peraturan dari WHO. Di tambah pula adanya bantuan dari TNI dan Polri untuk memberikan pengamanan saat acara pemakaman sehingga kejadian itu bisa terlaksana aman.
     Namun edukasi belum bisa berhenti. Ternyata masih banyak warga yang berkumpul di luar rumah lebih dari lima orang. Walau ada nasehat dari pemerintah yang berbunyi, jika tidak ada kepentingan yang sangat mendesak jangan keluar rumah agar tidak tertular covid19.
     Nasehat yang mengajak warga agar selamat dari penyakit mematikan ternyata di anggap angin lalu oleh beberapa warga. Mereka merasa penyakit tersebut hanya mampu terkena pada orang yang berumur enam puluh keatas alias sudah uzur.
     Pemerintah pun memberi penjelasan bahwa orang sehat bisa menularkan bahkan bisa menjadi penderita virus terkutuk itu. Namun dengan informasi yang ada masih juga ada kerumunan orang, karena nilai kepentingan orang bisa berbeda seperti belanja sembako sampai hal sepele nongkrong di warung makanan agar suasana hati tetap senang.
     Dengan terpaksa Presiden Jokowi memberikan arahan agar ada usaha yang lebih keras dari pemerintah daerah agar penyebaran virus terkutuk bisa melemah.
     Berbagai upaya di lakukan pemerintah daerah agar warganya tertib dan disiplin supaya sang warga bisa hidup dalam waktu lama.
     Pembubaran paksa kerumunan di tempat selain pasar, penyemprotan paksa oleh mobil pemadam kebakaran dengan cairan kaporit ke toko yang masih beroperasi, penyegelan paksa bagi kantor dan pabrik yang belum tutup.
     Semua tindakan kepada publik akhirnya di lakukan dalam keadaan terpaksa karena situasinya terpaksa. Benar juga sih.
     Dalam situasi terpaksa orang bisa ikut arus deras karena jika melawan berakibat kesulitan yang semakin besar. Namun dengan situasi terpaksa pula perlawanan lahir akibat keadaan perut lapar.
     Manusia yang lapar perlu makanan. Situasi ini bisa terjadi kepada siapapun baik itu manusia bodoh atau manusia pintar. Manusia lapar merasa menderita, manusia yang menderita merasa harga dirinya di tindas. Jika penindasan terjadi dalam waktu lama, manusia berfikir cepat agar deritanya segera selesai.
     Agar penderitaan yang lama menjadi segera selesai manusia bisa nekat untuk menghalalkan segara cara menyelesaikan deritanya. Logika manusia memberikan usulan yang memberikan banyak kreasi.
     Saya yakin kita sepakat bahwa mencuri adalah perbuatan yang salah. Makanya untuk kenyang orang harus membeli makanan. Untuk membeli makanan di butuhkan alat pembayaran yang bernama uang.
     Uang sebagai alat pembayaran di dapat dengan cara bekerja atau berusaha mandiri misalkan berjualan barang dan jasa. Uang yang di dapat di manfaatkan untuk membeli sembako dan pembayaran jasa di bidang jasa seperti uang sekolah anak-anak. Pembayaran asuransi pendidikan, dan pelunasan cicilan motor juga yang lain-lain.
     Jika pembayaran sudah di buat lunas maka beban pikir bisa berkurang banyak sehingga tidur malam terasa enak tanpa perlu tidur sambil berfikir.
     Sesuai dong dengan kata-kata mutiara bahwa uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang.
     Di beberapa negara asing mulai melakukan relaksasi lockdown agar roda perekonomian negara tersebut kembali bangkit dari mati suri. Pemerintahan di Malaysia, Italia, Spanyol dan Wuhan (Cina) mulai memberi ijin kepada warganya untuk beraktivitas keluar rumah dengan syarat memakai masker dan jaga jarak.
     Sedangkan di negara Amerika Serikat presiden Donald Trump dan pendukungnya menolak keputusan lockdown yang di buat oleh pimpinan negara bagian. Para pendukung anti lockdown di Amerika Serikat takut terkena krisis ekonomi yang semakin mengerikan.
     Bagi yang bekerja di ring satu situasi lockdown tidak menipiskan dompet mereka karena sumber gaji sudah di atur dalam undang-undang yang mereka buat bersama pemerintah dan DPR. Tapi jika terjadi pembatasan aksi ekonomi dalam waktu yang lama maka semakin banyak rakyat yang mati kelaparan. Isi berita di tv dan di internet bercerita tentang jumlah rakyat yang mati kelaparan.
     Tapi tetap tenang ya karena keputusan relaksasi PSBB bisa terjadi bila jumlah penderita covid19 mulai berkurang banyak. Ayo kita berusaha dengan doa dan disiplin agar jumlah penderita covid19 bisa berhenti total.
     Kalau di tanya kenapa Profesor Mahfud MD berkomentar seperti itu, mungkin saja pemerintah pusat memberi harapan agar masyarakat tetap optimis bahwa badai pasti berlalu.
     Saya pun punya kesimpulan bahwa cinta sejati butuh uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H