Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mulut Sosialis Otak Kapitalis

21 Juli 2019   15:07 Diperbarui: 21 Juli 2019   15:13 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banyak orang berjuang untuk bertahan hidup di jaman sulit dengan bermacam cara. Baik dengan cara halal atau dengan cara haram. Ada pakai cara lama yang sudah bernilai positif atau pakai cara baru yang bernilai negatif.

Manusia bertahan hidup dengan cara bekerja. Dari bekerja manusia mendapatkan uang untuk bertahan hidup. Dengan uang manusia bisa beli beras, susu, obat, dan bumbu penyedap.

Dari bekerja manusia mendapatkan hasil imbal balik setelah uang yaitu kehormatan. Dengan gelar kehormatan manusia merasa sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia.

Tuhan memang memberikan gelar kehormatan kepada manusia sesuai dengan rencananya. Rencana yang tidak bisa di gugat  kepengadilan tinggi di mana pun. Apa saja rencana Tuhan, mahluk ciptaannya harus takluk tak boleh protes walau pun berjumlah mayoritas.

Rencana Tuhan adalah kepastian. Kepastian dari Tuhan adalah Takdir. Takdir adalah kehendak Tuhan yang absolut, tidak bisa diganggu gugat. Pasrah deh, karena pasrah alias berserah diri adalah sikap yang paling sempurna di bandingkan bunuh diri.

Namun Tuhan memberikan perintah kepada suatu ciptaannya yang punya nama manusia agar berusaha dan jangan mudah putus asa. Bekerja keras dan berfikir cerdas adalah sikap berjuang manusia untuk bertahan hidup dan mendapatkan gelar terhormat.

Ternyata menurut kenyataan tidak semua manusia mempunyai takdir yang sama walau pun berasal dari rahim kandung ibu yang sama. Padahal anak-anak itu mendapatkan dukungan yang sama.

Contohnya, anak pertama dan kedua mendapatkan pendidikan, mendapatkan asupan gizi, mendapatkan bonus naik kelas yang punya nilai sama. Tapi tetap saja ada tangan tak terlihat yang mengatur arus lalu lintas nasib hambanya.

Tangan-tangan tak terlihat begitu mudah merubah nasib manusia. Dari nasib di bawah berubah ada di atas, dari nasib di awan landing ke darat. Perjalanan hidup manusia mirip pesawat terbang. Ada saat mengangkasa, di awan posisi pesawat naik turun miring kanan-kiri, terus turun lagi karena tiba di tujuan.

Hingga suatu hari saya bertemu dengan kawan lama saat sekolah lanjutan tingkat atas. Pemampilannya ada di menengah bawah, nggak miskin amat. Punya motor matik satu unit berumur satu tahun dan bisa lunas kedit tujuh tahun kemudian.

"Halo Bro," panggil saya dengan rasa semangat. Maklum bertemu kawan lama setelah pisah dua puluh tahun.

"Lo ngapai aja sekarang. Ajak gue dong, siapa tau lo untung gede," ucap Bro bernada lucu.

"Gue sih usaha apa aja, yang penting halal," kata saya sambil malu-malu.

"Apaan tuh, ajak dong. Kayaknya lo untung gede nih."

"Lumayan sih, bisa buat bayar sekolah kedua anak gue."

"Sembako gimana?"  

"Alhamdulillah bisa kebeli walaupun nggak banyak."

"Pulsa lancar dong?"

"Alhamdulillah walau pakai pulsa kuota kaum duafa hehe."

Teman saya yang punya nama lengkap Brondong berfikir keras, terlihat dari bentuk wajahnya yang kusut. Sepertinya akan ada pertanyaan yang lebih sulit untuk saya jawab. Perasaan saya nggak enak. Rasanya seperti akan ada sesuatu yang buruk.

"Begini kawan. Kita sering di ajarkan untuk saling tolong menolong apalagi jika melihat orang susah. Kudu wajib kita tolong agar orang tersebut hidupnya menjadi lebih baik."

"Terus?" dada saya mulai berdetak keras.

"Menolong orang adalah sikap yang di anjurkan oleh guru-guru kita saat sekolah dulu. Karena sikap baik seperti menolong orang susah bisa menjadi tiket hamba Tuhan untuk masuk surga."

Benar kata lo bro tapi gue masih mikir rahasia apa akan terkuak, kata hati saya.

 "Banyak orang baik yang akhirnya menjadi manusia jahat karena tidak dapat pertolongan. Misalnya ada orang baik yang harus jadi maling akibat kesulitan ekonomi padahal dia sudah kemana saja mencari bantuan keuangan. Dulunya punya cita-cita mau masuk surga tapi akhirnya pasti masuk neraka. Kenapa? Karena saat dia mati penyebabnya kena tembak polisi."

Saya mengangguk pura-pura ngerti.

"Nah itulah kisah maling jalanan. Untung kecil tapi sangsinya sangat berat. Beda dengan maling negara, untung besar tapi hukumannya masih ringan. Makanya kita wajib berbuat baik agar kisah buruk seperti itu tidak bertambah besar tapi harus di buat bertambah kecil."

"Bagaimana caranya bro?"

"Caranya gampang kok. Berikan orang seperti bantuan keuangan seperti pinjaman atau sedekah. Hal itu yang di ajarkan oleh pendidikan moral."

"Pendidik moral yang mana?" saya mulai serius.

"Yang mana saja," jawaban Brondong terdengar gugup.

Saya merasa aneh.

"Tapi kawan, apakah kamu senang melihat orang yang pernah tertawa bersama namun saat ini nasibnya sedang hancur? Apalagi orang itu punya niat tulus untuk menjadi hamba Tuhan yang setia. Dan dia punya niat suci untuk membantu orang lain agar tetap berada di jalur yang benar, yaitu jalur suci menuju surga."

Ucapannya membuat saya tersindir.

"Marilah kawanku, kita harus saling tolong menolong, bahkan harus ada jiwa gotong royong dengan sesama sesuai dengan nasehat leluhur agar rasa keadilan tertanam di nurani yang tak akan pernah ternoda."

Saya gelisah, langsung to point aja.

"Maksud lo apa? Lo mau jadi wakil rakyat? Tumben kasih nasehat moral. Padahal jaman putih abu-abu kan elo yang paling getol ngajak teman-teman nonton bareng film porno. Waktu itu masih bentuk kaset vidio, beda sama jaman sekarang pakai CD."

"Begini kawan. Ijinkan temanmu ini mengajakmu menjadi orang bermanfaat bagi manusia lainnya."

"Caranya?"

"Pinjamkan aku uang sedikit saja hanya dua ratus juta rupiah."

"Ha! Banyak banget," hampir saya lompat dari kursi.

"Seratus juta rupiah?"

"Tidak ada bro," jawab saya tegas.

 "Lima puluh juta?"

"Aduh bro, kan tadi gue udah ngomong. Pakai pulsa aja yang kuota khusus kaum duafa. Mana mungkin punya uang sebanyak itu. Uang hasil usaha dalam satu bulan kadang-kadang ada kadang-kadang kosong. Kalau ada uang bisa tersenyum bahagia tapi kalau kosong bengong deh lalu bertanya dalam hati,Tuhan apa salahku?"

Wajah brondong berubah seperti di bulan desember, berwarna putih cerah menjadi hitam mendung.

Akhirnya setelah lelah bernegosiasi Brondong memelas," ok lah kawan. Berapa kau punya rupiah pasti ku terima."

Setelah diam sesaat, dengan rasa terpaksa agar si awan mendung segera berlalu saya berikan dua lembar uang seratus ribu rupiah. Syukur deh dia angkat kaki, tanpa ingat berkata terima kasih. Dasar orang stres.

Selanjutnya saya merapat ke suatu warung kopi untuk berusaha melupakan tragedi hari ini. Rasa kopinya mantap. Rasa kopi yang tidak pernah di buat oleh pabrik kopi sekelas kapitalis dunia.

Biasanya rasa kopi terbagi dari rasa kopi hitam murni dan kopi hitam capur susu. Tapi yang ini rasa kopinya belum ada yang mengkopi di mana pun. Kopi rasa surga bercampur dengan hangatnya api neraka, kopi hitam pahit panas menyatu dengan aduhainya rasa pisang goreng pakai cabe rawit tiga biji sekali makan.

Memang enak tinggal di Indonesia. Modal sedikit untung gede.

Tiga puluh menit si awan mendung berlalu saya di hampir lagi oleh kawan satu kelas ketika musim putih abu-abu berlangsung.

 "Oe ! bro," sapa saya rasa bahagia.

"Salam jumpa pejuang!" ucap kawan saya yang punya nama lengkap Brojol.

"Ada berita apa nih? Sepertinya heboh banget," saya merasa penasaran melihat wajahnya seperti orang kecewa.

Setelah Brojol meminum seteguk teh jahe di warung yang sama, dia berkata," temanku yang baik. Waspadalah dengan Brondong."

"Ha! Kenapa Bro?" saya kaget lagi.

"Dia sedang di cari polisi," suara Brojol pelan.

"Kenapa? Penampilan santun, pakaiannya rapi, cara berucapnya enak di dengar."

"Banyak kawan-kawan kita tertipu oleh ucapannya. Ada yang meminjamkan uang jutaan, puluhan juta, sampai ratusan juga. Kalau di hitung total uang yang dia gelapkan bisa mencapai dua miliar rupiah."

"waduh! Banyak banget!"

"Nah kan sudah tahu nih. Nanti kalau bertemu si Brondong jangan percaya ucapannya."

"Tadi dia bertemu saya di sana. Ada sekita empat puluh menit kita berbincang."

"Wah gawat, kena berapa lo?"

"Awalnya dia minta dua ratus juta rupiah..."

"Waduh!" Brojol menepuk jidatnya.

"Terus turun menjadi seratus juta rupiah terus turun lagi jadi lima puluh juta rupiah..."

"Lalu kamu berikan gitu?" Brojol cemas.

Brojol terlihat emosi.

"Santai Bro. Lo tenang dulu. Ayo minum lagi. Lo masih doyang sate kambing? Biar gue yang bayar," saya bujuk biar Brojol tidak berbuat aneh.

Brojol sepakat untuk tenang dan tidak memotong perkataan saya. Sambil melihat Brojol yang lahap memakan sate kambing, saya bercerita tentang pertemuan dengan Brondong.

"Wah lo masih punya nasib bagus. Syukur deh. Teman-teman banyak yang kena tipu sama Brondong. Penampilan dan ucapannya meyakinkan bahwa dia orang baik. Ternyata tidak. Dia nggak pernah bayar hutang yang jatuh tempo."

Saya serius mendengar tragedi ini.

"Akhirnya kita sepakat lapor polisi biar Brondong tahu diri. Jangan jadi pengkhianat, jangan jadi orang munafik, jangan mau menang sendiri, jangan jadi manusia curang. Apalagi yang di tipu teman baik. Kita akan cari terus sampai ketemu, walau Brondong sembunyi di Amerika, kita kejar! Kita seret ke sini. Di jamin dia nggak bisa tidur tenang."

Brojol emosi lagi. Dia remas bungkus rokok yang kosong sampai remuk. Saya berusaha tenang, walau sempat punya pikiran untuk membakar hidup-hidup si Brondong.

Setelah di berikan es campur gratis emosi Brojol menjadi dingin.

Kesepakatan tentang kasus ini sudah di buat yaitu jangan percaya dengan Brondong dan segera lapor tangkap.

Kami bertukar nomor telepon kemudian Brojol pamit untuk bertemu kawan yang lain. Brojol membawa pesan mulia agar kezoliman segera berhenti.

Saya bersyukur tragedi saya tidak separah seperti kawan-kawan yang lain. Sebelum naik motor menuju istana sederhana, saya melihat jumlah uang lima ratus ribu rupiah yang masih utuh dan hadiah manis untuk permaisuri tercinta dua bikini tali berwarna kuning dan merah jambu.

Syukurlah masih ada yang bisa di selamatkan dari rangkulan manusia cerdas dan zolim. Saya masih berdoa, semoga saya masih bisa selamat. Amin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun