Hal itu berdampak kepada bergesernya tatanan kehidupan yang sudah susah-susah dibangun oleh nenek moyang dan pendahulu kita di masa lalu. Menjadi orang Minang saat ini bukan lagi sebuah kebanggan, terutama untuk mereka yang menamai diri mereka denan kaum Milenial, kaum yang menguasai dan berada pada zaman revolusi 4.0.
Sudah saatnya kita saat ini menjadi pambangkik batang tarandam agar di masa depan dapat bermanfaat untuk anak-cucu kita nantinya. Jangan sampai modernisasi dan globalisasi semakin membuat kita sebagai orang Minang kehilangan jati diri sebagai masyarakat yang cerdas dan penggerak perubhan.
Marilah kita kembali ke surau, menempa kepribadian dengan keras, belajar menjadi orang Minang yang sesungguhnya, yang seperti dilakukan oleh Hatta, Agus Salim, Hamka, Mohammad Yamin, dimana mereka tetap menjadi orang Minang ditengah gempuran yang bertubi-tubi. Mereka tetap menjadi orang Minang ditengah-tengah keadidayaan bangsa-bangsa barat pada masa itu. Bukan mengapa, generasi pada masa itu selalu menjaga identitas mereka dengan baik, memfilter perubahan yang terjadi serta selalu memegang prinsip teguh sebagai orang Minang sejati. Sudah saatnya kita hari ini juga begitu. Menjadi orang Minang yang tangguh di era 4.0 serta kembali mengulang sejarah emas pada masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H