Mohon tunggu...
Nandita Fitri Ananda
Nandita Fitri Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA

NIM: 43223010134 | PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS | UNIVERSITAS MERCU BUANA | DOSEN: PROF. Dr. Apollo, M. Si.,Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle

24 Oktober 2024   16:44 Diperbarui: 24 Oktober 2024   16:44 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul PPT Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Menurut Aristoteles, demokrasi akan gagal jika kebebasan dan kesetaraan tidak berjalan dengan baik. Namun, dalam oligarki, kekuasaan berada di tangan orang-orang kaya atau kelompok terpandang yang memiliki kekuatan untuk bertindak (Fadil, 2012). Berdasarkan studi Aristoteles, bentuk pemerintahan seperti oligarki, aristokrasi, atau demokrasi bukanlah yang terbaik. 

Menurutnya, wilayah yang subur sangat penting dalam membangun sistem pemerintahan yang baik karena dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Kepatuhan warga terhadap hukum dan hanya tunduk pada hukum yang berlaku menjadi bukti dari pemerintahan yang baik.

Aristoteles berpendapat bahwa bentuk pemerintahan saat ini perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

  • Variasi bentuk konstitusi yang digunakan,
  • Metode yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan,
  • Model konstitusi yang dapat diterima secara umum,
  • Pemilihan salah satu bentuk konstitusi yang lebih baik atau sebaliknya
  • Cara penerapan konstitusi baik secara khusus maupun umum.

Selain menjelaskan enam model pemerintahan yang didasarkan pada siapa yang memegang kekuasaan, Aristoteles juga membedakan jenis pemerintahan berdasarkan kekuatan ekonomi. Jika demokrasi dikendalikan oleh orang miskin, maka oligarki dikendalikan oleh orang kaya. Hal ini sejalan dengan teori politik Aristoteles yang sangat berkaitan erat dengan ekonomi (Roswantoro, 2015).

 Aristoteles memperluas pemahaman kita tentang demokrasi sebagai kualitas, bukan sekadar jumlah orang yang berkuasa. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam pembentukan negara harus sesuai dengan tujuan negara. Setiap negara memiliki tujuan yang tercantum dalam konstitusinya, yaitu untuk mewujudkan perdamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan di antara masyarakat.

Menurut Aristoteles, negara yang baik harus memiliki konstitusi dan kedaulatan hukum. Pemerintahan yang berkonstitusi terdiri dari tiga komponen utama:

  • Semua bentuk pemerintahan dijalankan untuk kepentingan umum.
  • Pemerintahan dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang bersifat umum, bukan hukum yang sewenang-wenang dan mengabaikan konstitusi serta konvensi.
  • Pemerintahan berkonstitusi berarti bahwa kekuasaan dijalankan tanpa paksaan, tetapi berdasarkan kehendak atau keinginan masyarakat.

Menurut Aristoteles, negara harus memiliki warga negara yang sempurna dan berlandaskan kebenaran. Negara juga harus menjaga keadilan, di mana peran hukum adalah memastikan setiap orang mendapatkan haknya. 

Negara dapat mengejar kehidupan yang baik dengan memenuhi kebutuhan dasar manusia terlebih dahulu. Dalam bukunya "La Politika", Aristoteles menjelaskan bahwa negara adalah kumpulan masyarakat yang dibentuk untuk kebaikan, dengan manusia sebagai tujuan tertinggi dari kebaikan tersebut. Negara harus mengutamakan tujuan manusia dalam kehidupan nasional karena manusia adalah fondasi kehidupan dan kemajuan sebuah negara. 

Dengan demikian, tujuan negara akan sejalan dengan kebaikan manusia (Aristoteles, 2004).

Aristoteles mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu atau pengetahuan yang mencakup kebenaran di dalamnya. Ia menganggap filsafat sebagai refleksi dari pemikiran sistematis manusia yang tidak bisa berdiri sendiri dan tidak dapat berkembang di tempat atau ruang yang kosong. Oleh karena itu, ia menamainya sebagai "teologi". Berikut adalah beberapa ide Aristoteles yang berasal dari teorinya:

  • Aristoteles melihat ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang digunakan manusia untuk menemukan tujuan hidup yang sebenarnya dan kebahagiaan.
  • Aristoteles percaya bahwa setiap aspek kegiatan manusia dapat dipikirkan dan dipelajari.
  • Aristoteles menciptakan gagasan tentang bagaimana seseorang bisa memperoleh pendidikan yang dapat membantu mereka mengembangkan perasaan-perasaan yang lebih tinggi, yaitu akal, dengan tujuan mengatur nafsu yang ada dalam diri manusia.

Sebagai seorang filsuf, Aristoteles memiliki pandangan yang berbeda dari ajaran Plato. Aristoteles mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin, sedangkan Plato hanya menganggap seorang filsuf yang layak menjadi pemimpin. Kedua tokoh ini memiliki perspektif yang berbeda dalam hal ini. Aristoteles, sebagai filsuf Yunani, memberikan ide-ide hebat tentang cara menciptakan atau mendorong seseorang untuk mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun