Saat Presiden Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia memiliki salah satu program dalam bidang pendidikan yang diberi nama Kartu Jakarta Pintar (KJP). Kartu ini ditujukan kepada siswa sekolah berumur 6-21 tahun yang kurang mampu.
Bagi pemegang kartu ini, mereka berhak mendapatkan beragam fasilitas, salah satunya dalam bentuk dana untuk dibelikan keperluan sekolah, serta penambahan dana untuk membayar SPP.
Pada periode Gubernur Anies Baswedan, KJP berubah nama menjadi KJP Plus. Meski mengalami perubahan pada nama, tujuan dari kartu itu masih sama seperti sebelumnya. Hanya saja, ada beberapa penambahan dari segi fasilitas dan fitur. Penambahannya cukup signifikan, salah satunya adalah jumlah bantuan dana yang bertambah.Â
Selain itu, perubahan yang sangat berbeda terletak pada cara penggunaan kartu tersebut. Saat masih bernama KJP, kartu ini  merupakan kartu elektronik dan hanya bisa melakukan transaksi dengan non tunai. Saat berubah menjadi KJP Plus, kartu ini bisa untuk menarik tunai.Â
Perubahan penggunaan inilah yang akhirnya memunculkan permasalahan di tengah masyarakat.Â
Seringkali penggunaannya menyimpang dari jalur yang benar, dengan menggunakan dana pemberian tersebut untuk hal di luar kegunaan awal dari kartu ini. Baik dari pihak pemegang dan pihak pencairnya, sama-sama melakukan sesuatu yang semestinya tidak dilakukan.
Pihak Keluarga Ikut Terlibat
Kami berkesempatan berbicara dengan salah satu siswa yang pernah melakukan praktik buruk ini. Melalui aplikasi pesan instan, siswa ini bersedia menjelaskan cara-caranya, namun dengan merahasiakan namanya.Â
"Saya pernah melakukan gesek tunai untuk mencairkan uang pada suatu toko," ketiknya di balon percakapan yang berbeda.Â
Menurutnya, bentuk dari penyalahgunaan penggunaan tersebut bisa berupa pembelian barang yang tidak seharusnya dibeli dan juga dalam bentuk pencairan uang. "Ada juga kasus bahwa dana KJP digunakan untuk membeli emas dan perhiasan."Â