9. Berkas dibawa lagi ke BPN untuk diproses menjadi sertifikat tanah. Jika ada dokumen yang belum lengkap atau kurang, maka RT dan/atau RW atau Koordinator PTSL ke BPN Kabupaten Desa untuk berkoordinasi. Ini dilakukan berulang-ulang.
Khusus surat keterangan tidak sengketa dan keterangan riwayat tanah, Desa diberikan tanggungjawab untuk melengkapi dokumen tersebut sebagaimana standar PPAT/Notaris membuat Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris. Itu merupakan pekerjaan lumayan rumit karena setidaknya harus melakukan pengecekan terhadap fisik tanah dan dokumen awal. Tidak bisa seseorang yang tidak menguasai fisik tanah dan/atau tidak memiliki dokumen apapun bisa mengajukan program PTSL.Â
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa RT, RW, Dusun harus dan wajib dilibatkan dalam program besar ini karena merekalah yang mengetahui riwayat kepemilikan tanah warganya, merekalah yang mengetahui struktur ahli waris warganya, mereka yang tahu sejarah tanah diwilayahnya. Singkat cerita mereka mengetahui kepemilikan asal usul tanah yang dimaksud. Sehingga wajar jika RT, RW, Dusun merasa keberatan dengan biaya Rp.150.000,- yang ditetapkan oleh Pemerintah karena memang mereka yang menjadi ujung tombang dari pelaksanaan PTSL ini.
KEDUA, biaya Rp.400.000,-, sesungguhnya diperuntukkan untuk apa saja?
Dipersidangan diketahui perwakilan BPN Kabupaten Bekasi, menyatakan mereka membutuhkan basecamp sendiri untuk pelaksanaan PTSL Desa Lambangsari selain basecamp mereka yang berada di Delta Mas. Meskipun telah ditawari dekat kantor namun BPN Kabupaten Bekasi meminta dicarikan basecamp yang agak tenang. Alhasil, Desa menyewa sebuah rumah untuk tinggal dan kerja 3 orang inputer dan untuk kerja 5 orang petugas honorer BPN. Basecamp tersebut disewa lebih dari 6 bulan atau setidak-tidaknya sejak Agustus 2021 s.d Januari 2022. Seluruh biaya ditanggung oleh Desa Lambangsari. Harga sewa sebesar Rp.2.000.000,/bulan, bayar listrik, bayar wifi, membeli ATK, membeli Printer, membayar inputer, biaya makan/minum inputer (dan juga honorer), pemberkasan syarat-syarat (formulir, surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan riwayat tanah dll) sampai fotocopy berkas.
Pertanyaannya, darimana biaya itu diambil? Apakah dari dana desa atau dari dana APBD? Bukan, dana itu berasal dari iuran Pemohon PTSL sebesar Rp.400.000,-/Pemohon. Dana itu berasal dari warga masyarakat Desa Lambangsari yang ikut program PTSL. Dana itu berasal dari 1100 an Pemohon PTSL yang rela iuran dan memberikan biaya operasional untuk Desanya. Jika dihitung secara kasar biaya untuk basecamp sekitar Rp.10.000.000,- perbulan, maka untuk 6 bulan mencapai Rp.60.000.000,-. Belum lagi dihitung biaya lainnya.
Selain itu, iuran Pemohon PTSL sebesar Rp.400.000,- diperuntukkan untuk operasional belasan RT, 5 RW, dan 3 Kepala Dusun, untuk melengkapi 1100 berkas persyaratan Pemohon, sejak Agustus 2021 s.d Januari 2022, se-Desa Lambangsari. Operasional RT, RW, Dusun diperuntukkan untuk membeli bensin motor/mobil jika ke basecamp Desa Lambangsari atau ke basecamp BPN Kabupaten Bekasi di Delta Mas atau ke kantor BPN Kabupaten Bekasi, membeli makan/minum sehari-hari, menjamu Tim pengukur dari BPN Kabupaten Bekasi, dst. Â Intinya biaya operasional RT, RW dan Dusun diperuntukkan kembali untuk kepentingan PTSL Desa Lambangsari. Bayangkan 1100 an Pemohon, melibatkan belasan RT, 5 RW, 3 Dusun, sejak Agustus 2021 s.d Januari 2022. Berapa biaya yang kira-kira harus dipersiapkan?
Hasilnya cukup baik, seluruh sertifikat masyarakat keluar tepat waktunya. Tidak ada yang tertahan. Untuk program yang sama, di Desa lain mulai sejak Januari 2021, sementara Desa Lambangsari mulai sejak Agustus 2021. Bukan karena pelaksanaan telat, melainkan karena keputusan BPN Kabupaten Bekasi menunjuk Desa Lambangsari sebagai Desa yang menerima program PTSL terjadi dibulan Agustus 2021. Namun, kabar baiknya menurut informasi, warga Desa Lambangsari menerima sertifikat bersamaan dengan Desa lain, bahkan beberapa sertifikat lebih cepat dari Desa lain. Â Â
KETIGA, apakah masyarakat keberatan dengan biaya tersebut? Kemudian berapa biaya PTSL yang wajar dan patut dikenakan kepada masyarakat umum untuk mendapatkan satu bidang sertifikat? Â
Program ini bukan sekedar seperti pembuatan KTP, Kartu Keluarga atau Surat Keterangan Biasa, melainkan program pembuatan sertifikat tanah, yang membutuhkan kelengkapan dokumen yang rumit, pengukuran fisik tanah serta pengecekan syarat dokumen yang ketat. Â Dahulu program yang sama, bernama PRONA dan LARASITA, membutuhkan biaya Rp.2.500.000, s.d Rp.3.000.000,- Pada waktu itu banyak masyarakat yang ingin ikut program namun tidak bisa karena terkendala biaya. Namun, hari ini hampir semua masyarakat yang ingin mensertifikatkan tanahnya bisa ikut serta.
Tidak ada masyarakat yang keberatan, seluruhnya rela dan ikhlas memberikan iuran biaya operasional sebesar Rp.400.000,-. Dilapangan ternyata Desa juga memberikan keringanan bagi warga yang benar-benar tidak mampu untuk dapat mengikuti program ini secara gratis. Kurang lebih ada sekitar 20 an warga masyarakat yang gratis. Baik yang bayar maupun yang gratis, seluruh sertifikatnya keluar sebagaimana mestinya. Kepentingan masyarakat seluruhnya terlayani dengan baik.