Mohon tunggu...
M Ali Fernandez
M Ali Fernandez Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat Konsultan Hukum

S1 Hukum Pidana UIN Jakarta (Skripsi Terkait Tindak Pidana Korupsi) S2 Hukum Pidana Program Pasca UMJ (Tesis Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang) Konsultan Hukum/Lawyer (081383724254) Motto : Yakusa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Rehabilitasi Pecandu Narkotika Versus "Memiliki" Narkotika

9 September 2022   21:35 Diperbarui: 9 September 2022   21:36 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mengacu pada ketentuan diatas, maka baik bersalah atau tidak bersalah maka korban penyalahgunaan (asal terbukti menggunakan) maka wajib direhabilitasi. Meskipun Mahkamah Agung ditahun 2010 membuat Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Rehabilitasi atau Memiliki/Menguasai

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010

Berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 Mahkamah Agung menetapkan sejumlah syarat untuk penerapan Pasal 103 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :

  • Terdakwa pada saat ditanggap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan.
  • Barang bukti untuk pemakaian 1 (satu) hari. (shabu 1 gram, lainnya antara 1-5 gram). 
  • Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik. 
  • Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim. 
  • Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.  

Idealnya, Surat Edaran Mahkamah Agung diterapkan dalam praktik penegakkan hukum terhadap pecandu dan/atau korban tindak pidana narkotika sehingga mereka bisa direhabilitasi, namun yang terjadi tidak demikian. Pecandu atau korban penyalahguna narkotika dianggap "penjahat" dan dikenakan pemindanaan yang lebih berat dari yang seharusnya. Hal ini yang harus diperjuangkan oleh Pengacara Narkotika sehingga kliennya mendapatkan keadilan.

Memiliki, Menyimpan, Menguasai

Meskipun demikian, dalam praktik seringkali yang terjadi adalah para pecandu narkotika dan/atau korban penyalahgunaan narkotika dikenakan Pasal 114 UU Nomor 35 Tahun 2009, sebagaimana berikut :

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Seluruh pecandu narkotika, yang nota bene dalam menggunakan "ganja" atau "sabu-sabu", biasanya diberikan gratis dulu oleh teman sehingga mereka menjadi "penerima" atau yang "menerima" narkotika. Setelah itu mereka harus "membeli", sampai kemudian mereka dapat "menikmati" narkotika tersebut. Jadi otomatis ketika mereka menggunakan mereka melanggar dua tindak pidana sekaligus, yaitu "menggunakan" narkotika sebagaimana dimaksud Pasal 127 UU Narkotika dan "membeli/menerima" narkotika sebagaimana dimaksud Pasal 114 UU Narkotika.

Akibatnya, pecandu dan/atau korban penyalahguna narkotika yang terjerat narkotika tidak mungkin direhabilitasi karena dikenakan Pasal 114 dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun, -ingat, minimal 4 tahun, bukan Pasal 54 yang mengatur rehabilitasi. Dalam praktik, sebuah kemewahan jika pencandu narkotika disangka atau didakwa dengan Pasal 127 yaitu menggunakan narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun, -ingat maksimal 4 tahun, jadi biasanya dibawah 4 tahun.

Artinya, jika seseorang menggunakan narkotika, meskipun hanya beberapa hisap yang didapat dari "menerima" atau "membeli", maka akan berpotensi ditahan minimal 4 tahun penjara. Dan ini merupakan kelaziman yang berlaku dan terjadi dalam hukum Indonesia. Bahkan dibeberapa daerah tuntutan bisa dilakukan direntang 6-7 tahun penjara, dengan asumsi akan divonis oleh Hakim pada rentang 4-5 tahun penjara.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun