Mohon tunggu...
Nandasari Dompu
Nandasari Dompu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

( masak/ lakukan apa yang disukai/lucu )

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Emotional Intelligence menurut daniel goleman

19 November 2024   09:24 Diperbarui: 19 November 2024   10:26 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Emotional Intelligence (EI) atau kecerdasan emosional adalah konsep yang pertama kali dikenalkan oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer pada awal 1990-an, namun lebih luas dikenal melalui karya Daniel Goleman yang memperkenalkan konsep ini dalam bukunya yang sangat berpengaruh, Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (1995). Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, mengelola, dan menggunakan emosi dengan cara yang positif untuk memfasilitasi pemikiran, hubungan sosial yang sehat, dan pencapaian tujuan.

Menurut Goleman, Emotional Intelligence terdiri dari lima komponen utama yang saling terkait, yang melibatkan keterampilan yang tidak hanya penting untuk keberhasilan individu dalam kehidupan pribadi dan profesional, tetapi juga dalam menjaga hubungan interpersonal yang baik. Komponen-komponen tersebut adalah kesadaran diri (self-awareness), pengendalian diri (self-regulation), motivasi (motivation), empati (empathy), dan keterampilan sosial (social skills). Masing-masing komponen ini memiliki peran yang sangat penting dalam cara kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Komponen pertama dan paling fundamental dalam emotional intelligence adalah kesadaran diri. Ini merujuk pada kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi kita sendiri, serta dampaknya terhadap pikiran dan perilaku kita. Kesadaran diri bukan hanya sekadar mengenali perasaan kita, tetapi juga mengetahui apa yang memicu perasaan tersebut dan bagaimana perasaan kita memengaruhi cara kita bertindak atau berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki kesadaran diri yang tinggi cenderung lebih mampu membuat keputusan yang baik, menghindari reaksi berlebihan, dan memahami hubungan antara emosi dan kinerja mereka.

Kesadaran diri ini juga mencakup pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan pribadi. Goleman menekankan bahwa individu yang sadar diri cenderung lebih percaya diri, lebih mampu mengenali nilai-nilai mereka, serta lebih terbuka terhadap umpan balik konstruktif dari orang lain.

2. Pengendalian Diri (Self-Regulation)

Setelah kita memiliki kesadaran diri, langkah selanjutnya adalah kemampuan untuk mengelola emosi kita dengan cara yang positif dan produktif. Ini adalah inti dari pengendalian diri. Orang yang memiliki kemampuan pengendalian diri yang baik dapat mengelola reaksi emosional mereka, tidak terbawa oleh emosi negatif, dan mampu menjaga ketenangan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan atau konflik. Pengendalian diri membantu kita untuk tidak bertindak impulsif, menjaga perilaku yang konsisten, dan membuat keputusan yang lebih bijak.

Pengendalian diri juga termasuk kemampuan untuk menunda kepuasan (delayed gratification), mengatasi stres, serta mempertahankan disiplin diri dalam menghadapi tantangan. Orang yang memiliki pengendalian diri yang baik mampu menghindari perilaku yang merugikan diri mereka atau orang lain, seperti kemarahan yang tidak terkendali atau kecanduan.

3. Motivasi (Motivation)

Komponen ketiga dalam EI adalah motivasi. Motivasi ini merujuk pada dorongan internal yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan, bahkan ketika menghadapi kegagalan atau hambatan. Individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi cenderung memiliki motivasi yang kuat untuk meraih kesuksesan dan selalu berusaha untuk memperbaiki diri. Mereka tidak hanya mencari imbalan eksternal, tetapi lebih didorong oleh kebutuhan untuk berkembang, memenuhi potensi diri, dan mencapai tujuan jangka panjang.

Goleman menekankan bahwa orang yang memiliki motivasi intrinsik, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri mereka, cenderung lebih tahan terhadap stres dan lebih dapat bertahan dalam menghadapi tantangan. Mereka juga lebih kreatif dalam mencari solusi ketika menghadapi masalah, karena mereka melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang.

4. Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Ini adalah kemampuan untuk melihat situasi dari perspektif orang lain dan merespons dengan cara yang penuh pengertian. Empati bukan hanya sekadar memahami perasaan orang lain, tetapi juga mengakui pentingnya perasaan tersebut dan menunjukkan perhatian yang tulus.

Goleman mengidentifikasi bahwa empati adalah kunci dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Dengan memiliki empati, kita dapat lebih mudah berhubungan dengan orang lain, memahami kebutuhan mereka, dan bekerja sama dalam suasana yang harmonis. Empati juga berperan dalam kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain secara efektif, karena kita dapat menyesuaikan respons kita sesuai dengan emosi dan keadaan orang yang kita hadapi.

5. Keterampilan Sosial (Social Skills)

Komponen terakhir dalam kecerdasan emosional adalah keterampilan sosial, yang merujuk pada kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain secara positif, membangun hubungan yang konstruktif, serta mengelola dinamika sosial. Keterampilan sosial mencakup kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif, mendengarkan dengan baik, mengelola konflik, memimpin, serta bekerja sama dalam tim.

Orang dengan keterampilan sosial yang baik mampu membangun dan memelihara hubungan yang sehat, berempati dengan orang lain, dan menciptakan iklim kerja yang positif. Mereka juga mampu memotivasi orang lain, menanggapi kritik dengan cara yang tidak defensif, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan produktif.

Relevansi Emotional Intelligence dalam Kehidupan

Goleman berargumen bahwa emotional intelligence berperan lebih besar dalam kesuksesan hidup dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (IQ). Meskipun IQ penting untuk kemampuan kognitif, EI lebih berfokus pada bagaimana kita berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain. EI yang tinggi dapat meningkatkan kinerja di tempat kerja, meningkatkan kepemimpinan, mengurangi stres, dan memperkuat hubungan sosial.

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki emotional intelligence yang baik cenderung lebih berhasil dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Mereka lebih mampu mengelola stres, menjaga hubungan yang sehat, mengatasi konflik, dan memimpin dengan empati. Dengan kata lain, kecerdasan emosional adalah salah satu faktor kunci yang menentukan kesuksesan jangka panjang dalam karier, hubungan, dan kehidupan secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun