Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pengakuan akan pentingnya partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi. Pemberdayaan perempuan bukan hanya masalah hak asasi manusia, tetapi juga merupakan faktor penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Namun demikian, perempuan masih menghadapi hambatan yang signifikan dalam mengakses peluang ekonomi, terutama di negara-negara berkembang. Dalam banyak kasus, hambatan-hambatan ini berakar pada norma-norma sosial dan praktik-praktik budaya yang melanggengkan ketidaksetaraan gender.
Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk meningkatkan akses perempuan terhadap kegiatan ekonomi dan mendorong partisipasi mereka dalam angkatan kerja. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai langkah, termasuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi anak perempuan dan perempuan muda, menyediakan akses keuangan dan kredit, mempromosikan kewirausahaan dan pengembangan usaha kecil, dan memastikan upah yang setara untuk pekerjaan yang setara.
Salah satu bidang utama di mana partisipasi perempuan dapat ditingkatkan adalah di bidang ekonomi informal. Perempuan sering kali terwakili secara berlebihan di sektor ini, tetapi menghadapi tantangan yang signifikan karena kurangnya perlindungan hukum, kondisi kerja yang buruk, dan terbatasnya akses ke sumber daya. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, para pembuat kebijakan perlu mengembangkan intervensi yang ditargetkan untuk mendukung hak-hak pekerja sektor informal sekaligus mempromosikan formalisasi.
Bidang penting lainnya di mana pemberdayaan ekonomi perempuan dapat dipromosikan adalah dengan mengatasi kekerasan berbasis gender (GBV). Kekerasan berbasis gender tidak hanya merugikan individu tetapi juga memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi yang luas. Perempuan yang mengalami kekerasan dapat mengurangi produktivitas di tempat kerja atau bahkan keluar sama sekali dari angkatan kerja. Oleh karena itu, perlu untuk menyediakan layanan dukungan bagi para penyintas KBG sekaligus mengatasi akar penyebab yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan.
Secara keseluruhan, meningkatkan akses perempuan dalam kegiatan ekonomi akan membutuhkan upaya komprehensif di berbagai sektor seperti kebijakan pendidikan harus fokus pada penghapusan kesenjangan gender; undang-undang ketenagakerjaan harus memastikan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama; lembaga keuangan harus memfasilitasi skema keuangan mikro yang dirancang khusus untuk wirausaha perempuan; program jaminan sosial harus mencakup ketentuan yang melayani untuk melindungi kelompok-kelompok rentan seperti ibu tunggal yang sering dikecualikan dari manfaat tersebut karena stigma masyarakat yang melekat pada status mereka sebagai ibu tunggal. Langkah-langkah ini akan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Sebagai kesimpulan tulisan ini, terbukti bahwa optimalisasi peran perempuan dalam menjawab isu marjinalisasi gender dalam pembangunan perkotaan sangatlah penting. Keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan peningkatan akses mereka terhadap kegiatan ekonomi merupakan dua aspek kunci yang dapat memfasilitasi tercapainya kesetaraan gender dan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat lokal dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan adil yang memenuhi kebutuhan dan keprihatinan semua anggota masyarakat. Perspektif, pengalaman, dan pengetahuan perempuan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengidentifikasi dan mengatasi ketidaksetaraan berbasis gender yang mungkin tidak terlihat oleh laki-laki.
Selain itu, meningkatkan akses perempuan terhadap kegiatan ekonomi dapat meningkatkan status sosial, kemandirian finansial, dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan kesempatan yang sama untuk pendidikan dan pelatihan, mempromosikan kewirausahaan di kalangan perempuan, memastikan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, dan menghapuskan hukum atau praktik yang diskriminatif.
Nanda Restu Vebrianna (S422208013)
Dosen : Dr. Sarjianto, M.Si
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H