Mohon tunggu...
Teuku Munandar
Teuku Munandar Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Putra Aceh, menikah dikarunia 3 anak, alumni Univ. Syiah Kuala, bekerja di sebuah lembaga negara.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan featured

Di Jepang, Jangan Coba-coba Mengoperasikan Bus Tidak Laik Jalan

22 Agustus 2013   19:09 Diperbarui: 12 September 2018   11:46 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: The Japan Times

Belajar dari Negeri Sakura

Belajar dari apa yang saya lihat dan ketahui mengenai pengelolaan transportasi publik di Jepang, kepatuhan terhadap peraturan yang diiringi dengan penegakkan hukum yang konsisten, menjadi faktor utama rendahnya angka kecelakaan transportasi umum di Jepang. Uji kelaikan kendaraan atau yang dalam bahasa Jepangnya disebut dengan saken, dipatuhi oleh seluruh pengguna lalu lintas, baik kendaraan pribadi maupun umum. 

Khusus untuk kendaraan umum yang biasanya menggunakan plat hijau seperti bus dan taksi, uji kelaikan kendaraan wajib dilakukan sekali dalam setiap tahunnya. Sementara untuk kendaraan pribadi, dilakukan dua tahun sekali. 

Jangan pernah coba-coba untuk melanggar ketentuan ini, karena hukumannya sangat berat. Ketaatan terhadap peraturan uji kelaikan kendaraan tersebut, bisa menghindari kecelakaan yang disebabkan karena rem blong, ban tipis, atau mesin yang terbakar.

Dalam hal meminimalisir dampak akibat kecelakaan, pemerintah mewajibkan setiap kendaraan umum seperti bus dan taksi untuk menyediakan sabuk pengaman bagi penumpangnya. 

Memang pemerintah maupun perusahaan pemilik kendaraan tidak mewajibkan setiap penumpang mengenakan sabuk pengaman, namun setiap bus atau taksi akan berjalan, akan ada pengumuman yang mengingatkan dan menghimbau kepada penumpang untuk mengenakan sabuk pengaman. 

Ketersediaan sabuk pengaman pada bus di Indonesia setahu saya belum semuanya ada, sehingga hal ini dapat merugikan penumpang yang ingin mengenakan sabuk pengaman.

Dari sisi pengemudi, ada ketentuan di Jepang yang mengatur batas maksimum seorang pengemudi boleh mengemudikan bus dalam satu hari, yaitu selama 8 jam, ataupun sejauh 400 Km. Jadi seandainya sebuah bus akan melakukan perjalanan selama lebih dari 8 jam, ataupun lebih dari 400 Km, maka perusahaan bus harus menyediakan 2 pengemudi. 

Aturan ini diharapkan dapat menghindari kecelakaan yang disebabkan faktor kelelahan yang dialami pengemudi. Selain itu, pengemudi yang ditugaskan oleh perusahaan adalah pengemudi yang memang layak dan sehat.

Ketaatan pengemudi terhadap ketentuan berlalu lintas seperti aturan kecepatan maksimum dan marka jalan, juga menjadi faktor rendahnya angka kecelakaan transportasi umum di Jepang. Belum pernah saya melihat ada supir bus di Jepang yang mendahului/menyalip kendaraan lain di daerah yang dilarang, ataupun supir bus yang kebut-kebutan dengan bus lainnya. 

Ketaatan pengemudi terhadap ketentuan, menurut saya merupakan buah dari penegakkan hukum di Jepang yang berlangsung dengan konsisten selama puluhan tahun sehingga membentuk budaya dan prilaku tertib berlalu lintas.

Semoga musibah yang telah terjadi selama ini, menjadi pelajaran yang bisa menyadarkan bangsa Indonesia pentingnya tertib berlalu lintas. Penegakkan hukum yang tidak pandang bulu dan konsisten oleh pemerintah, kesadaran pemilik perusahaan dan pengemudi untuk mentaati peraturan, diharapkan dapat segera terwujud di negeri kita tercinta ini. Memang takdir telah ditetapkan oleh Tuhan, namun sebagai manusia, sudah sepatutnya kita berikhtiar. 

Salam tertib lalu lintas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun