Istilah mindfulness akhir-akhir ini semakin popular. Beberapa literatur menyebutkan manfaat mindfulness bagi kesehatan mental, seperti mengurangi kecemasan dan stres, meningkatkan fokus, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan psikologis.
Apakah sebenarnya mindfulness itu?
Istilah “mindfulness” awalnya berasal dari Pali (bahasa yang digunakan dalam ajaran Buddha), kata sati dan sampajañña yang dapat diterjemahkan sebagai kesadaran, ingatan, atau penilaian. Meski sering dikaitkan dengan tradisi Buddhis, atau bahkan tradisi yoga dalam Hindu, fenomena mindfulness juga dapat ditemukan di sebagian besar tradisi keagamaan, misalnya, Tafakkur dalam Islam, Kabala dalam agama Yahudi, dan Rosario dalam agama Kristen (Pratikta, 2020).
Mindfulness didefinisikan sebagai “awareness of present experience, with acceptance”, dimana seorang individu mampu menerima setiap pengalaman yang terjadi dengan sadar dan memperhatikan setiap detil kejadian yang sedang terjadi saat itu (Brown & Ryan, 2003). Natalie Goldberg (2014) dalam bukunya The True Secret of Writing, menyampaikan pentingnya mindfulness dalam keseharian kita, apakah kita sedang menulis, melakukan tugas, atau terlibat dalam hubungan interpersonal. Karakteristik mindfulness diantaranya tidak menghakimi, sabar, menerima, percaya, dan melepaskan.
Menurut Brown & Ryan (2003) aspek-aspek mindfulness terdiri dari kesadaran dan perhatian. Kesadaran adalah aspek dimana kita dalam keadaan kondisi sadar mulai dari masuknya rangsangan, baik itu panca indera, kinestetik, dan aktivitas pikiran, sedangkan aspek perhatian adalah suatu proses guna memfokuskan kedalam keadaan sadar.
Baer et all (2008), menyebutkan ada 5 aspek yang membangun mindfulness, yaitu :
- Observing (mengamati), yaitu bagaimana individu mampu menyadari dan memperhatikan stimulus internal (pikiran, perasaan, sensasi tubuh) dan stimulus eksternal (pemandangan, suara, dan bau).
- Describing (menjelaskan), yang terkait kemampuan individu dalam memberi label pengalaman-pengalaman internal dengan kata-kata.
- Acting with awareness (bertindak dengan sadar), yaitu kondisi individu untuk dapat secara sadar hadir dalam kegiatan yang dilakukannya.
- Non-judging to inner activity (tidak menghakimi), yaitu individu dapat merasakan sesuatu tanpa mengevaluasi atau menilai perasaan dan pemikiran serta membiarkan diri untuk mengalaminya.
- Non-reacting to inner experience (tidak beraksi), yaitu kecenderungan individu untuk membiarkan pikiran dan perasaan datang tanpa mengikuti atau meresponnya lebih jauh.
Mengapa mindfulness ini diperlukan?
Sadarkah bahwa kita seringkali tidak “mindful”? Kejadian-kejadian di masa lalu yang tidak sesuai dengan harapan ataupun kecemasan akan sesuatu di masa yang akan datang banyak menyita fokus kita. Pikiran kita pun seringkali “lompat” dari satu hal ke hal yang lain, layaknya sebuah monyet yang bergelantungan di pohon. Pikiran-pikiran ini kita sebut dengan “monkey mind”. Monkey mind ini menjauhkan kita akan kesadaran saat ini dan menariknya ke masa lalu maupun masa depan. Pada dasarnya monkey mind ini tidak dapat dihilangkan. Sebaliknya, kita perlu menghadapinya dengan menyadari bahwa pikiran tersebut ada dalam diri kita.
Lalu, bagaimana mempraktekkan mindfulness?
Mindfulness tidak selalu identik dengan meditasi. Berlatih mindfulness dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Yang terpenting adalah kita berusaha “hadir” dan “sadar” pada momen saat itu. Contoh mindfulness yang dapat dilakukan seperti :
Mindful breathing. Saat nafas, fokuskan pada udara yang masuk dan keluar dari lubang hidung. Rasakan dada dan perut yang mengembang dan mengempis. Bernafaslah secara dalam dan perlahan. Ketika ada pikiran-pikiran yang mengggangu, tidak perlu ditolak dan biarkan ia pergi dengan sendirinya. Lalu tarik lagi perhatian Anda pada nafas.
Mindful eating. Saat makan, fokuslah pada aktivitas makan tersebut. Berikan perhatian penuh pada apa yang dimakan, rasakan kegiatan mengunyah dan menelan, dan rasakan cita rasa makanan tersebut.
Dengan berlatih mindfulness, individu akan mengembangkan ketrampilan baru untuk sepenuhnya sadar berada dalam momen saat ini dan menerima stimulus yang datang tanpa memberikan penilaian baik atau buruk. Dengan demikian maka kita dapat sadar secara penuh, dan hadir secara utuh.
Referensi :
Baer, R. A., Smith, G. T., Lykins, E., Button, D., Krietemeyer, J., Sauer, S., ... & Williams, J. M. G. (2008). Construct validity of the five facet mindfulness questionnaire in meditating and nonmeditating samples. Assessment, 15(3), 329-342.
Brown, K. W., & Ryan, R. M. (2003). The benefits of being present: mindfulness and its role in psychological wellbeing. Journal of Personality.
Goldberg, N. (2014). The true secret of writing: Connecting life with language. Simon and Schuster.
Pratikta, A. C. (2020). Mindfulness: An effective technique for various psychological problems. ProGCouns: Journal of Professionals in Guidance and Counseling, 1(1).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H