Bagaiamana kejadian-kejadian yang terjadi seperti terlalu mudah dan berkelanjutan sehingga menyisakan cacat fisik dan mental korban?
Bagaimana dunia pendidikan mengantisipasi akan hal-hal tersebut yang mana dunia pendidikan memiliki peran penting untuk mencegah akan tetapi kasus yang beredar pelakunya dari kalangan pelajar yang terdidik?
Walaupun pada kasus bullying di Balikpapan terselesaikan dengan cara kekeluargaan dan saling memaafkan oleh orangtua korban maupun pelaku, akan tetapi bagaimana kondisi mental korban?, bagaimana dia akan menghadapi masa depan tanpa trauma?, apakah hal yang terjadi semata kesalahan dari orang tua saja? Apakah kejadian yang terjadi tidak bersangkutan dengan lingkungan sekolah dan masyarakat?. Dan siapa yang akan menjamin kasus seperti itu tidak terjadi lagi?.
Pada dasarnya Bullying kurang mendapat perhatian sehingga jatuh seorang korban. Perhatian yang kurang ini bisa disebabkan karena memang efek bullying yang tidak tampak secara langsung. Juga tidak terendus karena banyak korban yang tidak melapor, entah itu karena takut, malu atau diancam maupun karena alasan yang lain. Padahal kasus bullying bukan hanya kasus yang sudah terekspos dan viral karena kekerasan yang dilakukan. Bullying juga bisa terjadi tanpa melukai fisik, luka secara mental akibat ejekan terkucilkan juga termasuk kasus bullying dan terkadang hal seperti itu tidak begitu dilirik dan diperhatikan.
Pengetahuan akan bahayanya bullying terhadap anak harus segera disadarkka kepada oranngtua maupun guru. Sebagai tempat tumbuh kembangnya anak, perundungan seharusnya juga tidak terjadi di lingkungan masyarakat. Sebagai tempat sosial hendaknya terbentuk lingkungan yang harmonis. Sebagai tempat menimba ilmu, perundungan seharusnya tidak terjadi di satuan pendidikan. Pihak sekolah harus menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak. Kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik dengan tenaga pendidik, orang tua serta masyarakat. Tindakan ini juga sebagai bentuk pencegahan perundungan di lingkungan anak-anak.
Paradigma Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Salah satu cara menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan adalah dengan menumbuhkan konsep-konsep  dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, yang mana pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti atau kekuatan batin, intelektual, dan jasmani anak-anak. Pendidikan yang merdeka, dimana pendidikan tidak lagi terbelenggu dan dapat memajukkan kesempurnaan hidup sehingga selaras dengan alamnya dan masyarakatnya.
Sejak tahun 1922, Bapak pendidikan kita juga sudah mengenalkan dan mengajarkan filosofi pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Dimana suatu hal tersebut sudah tidak asing di dunia pendidikan yang mana filosofi ini memberikan tuntunan sesuai tahapan perkembangan peserta didik secara budicipta, rasa dan karsa serta perkembangan pekerti. Pendidikan menurut KHD juga bersifat menuntun, yang artinya segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ibarat petani yang menanam berbagai macam bibit tanaman dan memelihara tanaman tersebut sesuai dengan kodratnya. Makalah tidak ada kodrat dimana anak dikucilkan, dibully dan direndahkan bahkan di lukai perasaan, batin dan fisiknya.
Peran Guru Dalam Memperkuat Nilai-nilai KHD
Ki Hajar Dewantara juga menekankan tuntunan bersifat holistic yang tidak terlepas dari pendidikan sosial dan kultural di masyarakat. Beliau menegaskan peserta didik tidak hanya meningkatkan ketajaman pikiran namun juga kebulatan jiwa dan kebijaksanaan. Dimana dalam kasus tersebut peserta didik tidak akan meningkatkan nilai tinggi rapor saja akan tetapi juga belajar untuk perkembangan hidup kejiwaan mereka. Â Ki Hajar Dewantara mengkritik keras sistem pedidikan yang hanya menekankan pendidikan pikiran saja dan menomorduakan pendidikan sosial.
KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya cara belajar anak-anak pada abad ini tentunya berbeda dengan semasa guru menjadi peserta didik pada saat itu. Dari dasar itulah seorang pendidik harus mencoba menerapkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik denngan memperhatikan kodrat alam sebagai suatu hal yang harus dituntun agar dapat merubah perilakunya dan memuncullkan tabiat baaiknya. Guru seharusnya memahami secara mendalam peran seorang pendidik dalam menuntun kekuatan kodrat anak dengan system among yang mana metode pengajaran dan pendidikan berprinsipkan pada asah, asih, dan asuh. Guru memberikan kebebasan pada peserta didik untuk belajar mengenai sesuai yang baik berdasarkan pegalamannya sendiri. Namun tetap harus pada pengawasan guru.