Mohon tunggu...
Nanda Mutiara
Nanda Mutiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Mercu Buana

Nama : Nanda Mutiara Ratnadewita NIM: 43221010027 Dosen : Apollo, Prof. Dr, M. Si. AK UNIVERSITAS MERCU BUANA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengetahui Pencegahan Korupsi dan Kejahatan Model Anthony Giddens

13 November 2022   10:37 Diperbarui: 13 November 2022   10:54 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alasan pentingnya Pendidikan karakter:

  • Dapat membentuk individu yang mengehargai dan menghormati orang lain dan dapat hidup di dalam masyarakat yang majemuk.
  • Sebagai upaya mengatasi akar masalah moral-sosial, seperti ketidakjujuran ketidaksopan, kekerasan, etos kerja rendah, dan lain-lain (tidak korup).
  • Merupakan cara terbaik untuk membentuk perilaku individu sebelum masuk ke dunia kerja/usaha.
  • Sebagai cara untuk mengajarkan nilai-nilai budaya yang merupakan bagian dari kerja suatu peradaban

bagaimana-upaya-dan-strategi-pemberantasan-dan-penanggulangan-korupsi-1-63706891c1d01806531649a2.png
bagaimana-upaya-dan-strategi-pemberantasan-dan-penanggulangan-korupsi-1-63706891c1d01806531649a2.png
Bagaimana kaitannya dengan teori Anthony Giddens dengan koupsi?

Korupsi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan adalah perbuatan yang merusak kebutuhan dasar manusia dan melanggar serta mengabaikan norma-norma dasar kemanusiaan yang universal. Hal-hal manusiawi belum tentu tidak manusiawi dalam arti korupsi dapat digambarkan sebagai perilaku buatan seseorang yang mencari kebutuhan dasar, keinginan, dan cara untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup.

Korupsi adalah perbuatan merusak dan merusak manusia dan lingkungan di yang mereka tinggali. Oleh karena itu korupsi adalah "jahat" karena menyebabkan penderitaan struktural bagi orang lain. Manusia diciptakan untuk memenuhi tugasnya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Orang-orang secara pribadi bertanggung jawab kepada Pencipta mereka, dan orang-orang secara sosial bertanggung jawab satu sama lain.

Giddens mengatakan (1984: xxviii), setiap manusia yang hidup dalam masyarakat sosial adalah human agent. Setiap tindakan manusia disadari atau tidak, disengaja atau pun tidak, tentu berpengaruh terhadap setiap peristiwa atau keadaan sekecil apa pun di sekelilingnya. Agen adalah orang yang memiliki kekuatan untuk campur tangan dalam kondisi yang memicu peristiwa. Agen selalu dikelilingi oleh struktur dan dapat mereproduksi struktur dalam banyak situasi.

Melalui refleksivitas dan rasionalisasi tindakan, seorang aktor secara dialektis dapat menciptakan kondisi struktural bagi dunia sosialnya, termasuk kejahatan yang berdimensi struktural. Korupsi merupakan bagian dari kejahatan struktural. Secara struktural, korupsi adalah penyebab terbesar kemiskinan dan kekacauan sosial. Korupsi adalah kejahatan yang kompleks. Meski terkesan serba masalah properti, korupsi memiliki sifat tersendiri.

Korupsi tidak hanya menimpa mereka yang berkuasa, tetapi mencakup kejahatan yang dilakukan secara langsung melalui usaha sendiri. Korupsi lebih serius dari sekadar suap, tetapi termasuk kasus-kasus di mana mereka yang berkuasa mencuri properti publik secara langsung melalui otoritas mereka tanpa mempengaruhi orang lain di luar lingkaran kekuasaan. Secara struktural, keinginan untuk korupsi melampaui ego kognitif, yang sebagai mikrokosmos mewakili potensi dasar manusia. Sebagai alasan hewani atau sebagai faktor manusia, manusia selalu merasionalisasikan hidupnya agar lebih rasional.

Meskipun manusia merupakan bagian dari mikrostruktur alam semesta, mereka memiliki dimensi sosial yang sifat evolusionernya berbeda dengan struktur alam. Perkembangan alam semesta dalam ilmu-ilmu alam bersifat deterministik dan menghasilkan risiko yang jelas dan pasti (natural risk), sedangkan perkembangan dunia sosial bersifat dialektis dan terbuka (manufactured risk). Potensi alam bersifat deterministik, teleologis, dan menghadirkan risiko yang jelas atau terukur, sedangkan potensi manusia dan sejarah sosialnya bersifat dialektis, menghasilkan risiko yang relatif tidak pasti, dinamis, dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan (Giddens, 1990: 1).

Kesadaran atau kepekaan (kemampuan merasakan) suatu kejahatan dalam kapasitas refleksif pelaku ditentukan oleh rangkaian rangsangan di sekelilingnya, yang disebut klaster struktural. Struktur adalah aturan dan sumber daya yang menjadi pedoman atau prinsip praktis dalam ruang dan waktu yang berbeda dan merupakan "hasil dari pengulangan tindakan sosial yang berbeda" (reproduksi sosial). Aturan ini berbentuk diagram yang menjadi instrumen praktik sosial. Giddens mendaftar tiga kelompok besar struktur berdasarkan mana aktor sosial mengelola aturan dan sumber daya. Pertama, struktur penandaan (meaning), yang meliputi skema simbolik, makna, penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur pemerintahan (dominasi) atas orang (politik) dan barang atau barang (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran (legitimacy), yang meliputi pola penentuan normatif yang terungkap dalam tatanan hukum atau moral (1976:123-124).

dualitas-timbal-balik-637068aa799ae12d55355ef2.png
dualitas-timbal-balik-637068aa799ae12d55355ef2.png
Pengertian korupsi sebagai kejahatan struktural tidak lepas dari pengertian tindakan moral, yang merupakan bentuk reflektif dari aktor-aktor sosial. Bentuk refleksivitas tergantung pada pengetahuan tentang faktor manusia. Refleksivitas hanya mungkin jika praktik "sama" bertahan dalam ruang dan waktu. Refleksivitas dipahami tidak hanya sebagai "kesadaran diri" tetapi juga sebagai jenis pemantauan terus menerus.

Pertimbangan aktor saja tidak cukup, karena setiap tindakan moral memerlukan tanggung jawab, oleh karena itu pentingnya pelembagaan tanggung jawab dalam bentuk legitimasi hukum. Korupsi bukanlah kejahatan struktural karena adanya struktur (sistem) sosial yang konsensual, tetapi karena adanya hubungan ganda (timbal balik) antara struktur dan aktor. Struktur korupsi tidak berdiri sendiri karena struktur tersebut tidak terdiri dari aturan atau sumber daya yang menjadi faktor pembatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun