Mohon tunggu...
Nanda Larasati Melody Putri B
Nanda Larasati Melody Putri B Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Student at UPN “Veteran” Yogyakarta

International Relations student who are ready to learn new skills. Have extensive skills in relationships, communication, and problem solving. Have a desire to learn new things and have an attitude for initiative and creativity.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Navigasi Perdamaian: Strategi Politik Luar Negeri Presiden SBY dalam Menciptakan Million Friends Zero Enemy

6 Desember 2024   23:04 Diperbarui: 8 Desember 2024   01:25 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bentuk perwujudan dari multilateralisme adalah Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan penting KTT ASEAN pada tahun 2011 dan pertemuan G20 di Bali pada tahun 2013. Indonesia juga memperkuat hubungan bilateral dengan berbagai negara selama periode 2009-2014 dengan menjalin hubungan diplomatik lebih dari 10 negara.

Perubahan menuju era liberalisasi informasi membawa perubahan baru dalam politik luar negeri. Berkembangnya teknologi informasi mampu mempercepat penyebaran berita dan opini publik, baik positif maupun negatif.

Pemerintahan preseiden SBY menggunakan semboyan "Zero Enemy" untuk memperbaiki reputasi Indonesia di mata dunia. Sebelum era pemerintahan SBY, Indonesia kerap terpandang negatif dengan maraknya kasus korupsi, pelanggaran HAM, dan radikalisme.

Melalui perkenalan Indonesia sebagai negara Islam moderat dan demokratis, pemerintah berusaha menarik perhatian dunia. Strategi ini terbukti berhasil, dilihat dari pengakuan internasional terhadap kepemimpinan Indonesia pada pertemuan ASEAN dan G20.

Meskipun memiliki visi yang jelas, "Zero Enemy" mendapatkan kritik asertif dalam menghadapi isu-isu tertentu. Salah satunya adalah kasus yang tidak tertangani dengan baik, sehingga terjadi insiden serius, seperti hukuman mati terhadap TKI di Arab Saudi.

Pemerintahan era SBY juga mendapat kritik isu kedaulatan. Pelanggaran batas wilayah di perairan Pulau Bintan pada 2010, mendorong Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memperkenalkan konsep "dynamic equilibrium" untuk mendukung kebijakan "Zero Enemy".

Indonesia berperan aktif dalam menjaga stabilitas kawasan, khususnya di wilayah ASEAN. Pemerintah era SBY berperan dalam mediasi konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan Tiongkok dan beberapa negara di ASEAN.

Upaya tersebut mengindikasikan bahwa "Zero Enemy" bukan hanya filosofi, tetapi juga strategi praktis. Dengan menjadi mediator, Indonesia mampu memperkuat posisinya sebagai pemimpin regional.

Pemerintahan SBY menyadari akan pentingnya membangun citra positif untuk meningkatkan pengaruh internasional. Oleh karena itu, reputasi menjadi salah satu asset kebijakan yang berharga.

Konsep "paradox of plenty" yang diperkenalkan oleh Joseph Nye relevan dalam konteks informasi. Joseph Nye berargumen bahwa kelebihan informasi dapat menciptakan kelangkaan perhatian, sehingga citra menjadi alat yang penting.

Melalui "Zero Enemy", Indonesia mampu mempromosikan citra sebagai negara yang toleran, damai, dan demokratis. Hal tersebut memberikan keuntungan dalam forum internasional, seperti KTT Asia-Afrika dan pertemuan PBB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun