Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Berikut Alasan Mengatur Energi Lebih Penting dari Mengatur Waktu

30 April 2022   16:30 Diperbarui: 4 Mei 2022   14:15 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu pernah dengar istilah proscrastination? Dalam satu definisi sederhana yang coba saya rujuk, proscrastination adalah kebiasaan menunda-nunda tugas atau pekerjaan dengan berbagai macam alasan.

Ada yang menunda dengan sengaja dan ada yang tidak sengaja, yang tren sekarang adalah sengaja untuk tidak sengaja alias menunda sesuatu pekerjaan karena menunggu yang lebih menantang.

Jika kamu pernah mengalaminya dan bahkan melakukannya, artinya kamu masih normal dan tentunya bagi saya hal tersebut merupakan pilihan masing-masing individu.

Kalau kamu memilih menunda artinya saya asumsikan kamu tahu konsekuensi dari hal tersebut dan sebaliknya.

Tapi, saya mempunyai opini berbeda mengenai proscrastination ini, yaitu kita sebenarnya menunda-nunda bukan karena kita memang ingin menunda, namun lebih ke arah kita tidak mempunyai energi lagi untuk menyelesaikan hal yang tertunda tersebut.

Misalnya, kita terkesan menunda-nunda tugas untuk membuat laporan penting bukan karena kita memang ingin menunda, tapi karena energi kita telah habis untuk melakukan pekerjaan lain mulai dari yang tidak penting sampai dengan sangat tidak penting.

Argumentasinya adalah jika kita bicara dalam konteks pekerjaan, tentunya menyangkut nafkah hidup. Saya yakin tidak ada satu pun dari kita yang ingin membuang begitu saja nafkah yang sudah kita jalani.

Sebagai manusia normal, saya yakin kita semua ingin punya prestasi, punya sejarah yang baik untuk bisa diberikan dan dikontribusikan.

Namun, sekali lagi kebiasaan menunda-nunda ini muncul karena energi kita sudah habis termakan hal-hal lainnya.

Dengan premis tersebut, saya ingin mengatakan bahwa adagium yang mengatakan pentingnya mengatur waktu menjadi usang dan tidak relevan lagi.

Alasannya adalah waktu setiap orang adalah sama, 24 jam dalam satu hari. Namun, energi tiap orang berbeda-beda.

Ada yang seakan-akan energinya tidak terbatas, ada yang sedang-sedang saja, dan ada yang bahkan terlalu cepat kehabisan energi di tengah perjalanan.

Jadi, alih-alih mencoba mengatur, mengurangi, dan bahkan memotong jadwal kita tanpa henti sesuai dengan taktik manajemen waktu, bagi saya lebih baik kita fokus untuk mengoptimalkan energi yang kita punya sehingga lebih produktif.

Ada beberapa cara yang bisa kita coba untuk mengatur energi agar tidak kehabisan bensin di tengah kesibukan.

1. Coba identifikasi waktu energi kamu sedang di puncak

Setiap orang mempunyai puncak energi yang berbeda-beda. Sebagian dari kita puncak energinya ada di pagi hari menjelang siang, termasuk saya. Namun ada yang puncak energinya di siang menjelang sore hari dan bahkan ada yang baru mencapai puncak di malam hari.

Tidak terlalu penting ada di waktu mana puncak energi kita, yang terpenting adalah kita tahu dengan pasti kapan energi kita akan mencapai puncak.

Memahami puncak energi pribadi ini penting agar kita bisa mengatur ritme energi dan melakukan penyesuaian tubuh dan pikiran agar kita bisa mengatur pekerjaan yang paling menghabiskan energi diletakkan ketika energi kita mencapai puncak.

Dengan cara ini maka kita tidak akan kehabisan energi justru ketika kita membutuhkannya.

Coba sekarang kamu pikirkan, apakah kamu sudah tahu kapan puncak energi kamu?

Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

2. Lakukan prioritisasi pekerjaan sesuai dengan kurva energi kamu

Ya, langkah kedua ini akan gagal kalo kita tidak tahu dimana letak puncak kurva energi kita.

Kegagalan melakukan identifikasi langkah pertama akan membuat kita selalu merasa punya waktu dan energi padahal waktu dan energi kita terbatas.

Setelah kita sukses mendefinisikan langkah pertama, maka tempatkan pekerjaan sesuai dengan kenaikan kurva energi kita tersebut.

Misalnya, saya menanggapi email itu penting tetapi tidak menghabiskan banyak energi di sebagian besar waktu.

Hal yang sama berlaku untuk mengoreksi draf laporan, atau mengikuti rapat. Di sisi lain, menulis draf pertama suatu laporan bagi saya baru membutuhkan banyak energi.

Sekali lagi, pola setiap orang berbeda-beda. Kita harus mampu menemukan pola kurva energi kita sendiri.

Intinya adalah penting untuk memperjelas tugas mana yang membutuhkan energi yang besar.

Karena jika tidak, sangat mudah untuk membuang energi terbaik kita pada tugas-tugas yang sebenarnya tidak membutuhkannya dan kemudian kita hanya akan memiliki sedikit sisa energi ketika saat tugas terpenting dan terberat tiba pada waktunya.

3. Lakukan penjadwalan pekerjaan sesuai dengan prioritas

Titik lemah langkah ketiga ini adalah setelah kita mampu menentukan kurva energi kita kemudian mampu melakukan prioritisasi tapi kita gagal melakukan penjadwalan.

Akibatnya semua hal akan menjadi penting dan mendesak dalam waktu yang bersamaan.

Misalnya, ambil contoh saya pribadi, saya tidak memiliki energi yang cukup saat bangun di pagi hari. Saya butuh secangkir kopi, dan sekitar satu jam kemudian sebelum otak saya siap untuk benar-benar “menyala.”

Saya juga tahu melalui pengalaman bahwa jendela ini tidak bertahan selamanya,  Pada pagi menjelang siang saya benar-benar melewati puncak energi saya.

Berdasarkan pemahaman yang jelas tentang pekerjaan yang harus saya lakukan dan tingkat energi saya sendiri, saya tahu bahwa dari pukul 8 pagi hingga 10 pagi adalah waktu energi terbaik bagi saya.

Jadi, 3 cara tersebut menurut saya dapat dicoba untuk memikirkan pentingnya mengelola energi kita.

Hal ini penting karena kapasitas otak kita yang terbatas sehingga kita sangat perlu energi untuk fokus secara eksponensial lebih tinggi daripada waktu lainnya.

Inilah sebabnya mengapa sangat penting untuk kita melihat hal ini sebagai fungsi energi, bukan hanya waktu, bagi saya hasil pekerjaan pada dua jam kerja ketika kita berenergi rendah tidak ada artinya dibandingkan dengan dua jam kerja saat kita berenergi tinggi!

Tentu saja, saya mengerti bahwa dalam kehidupan nyata kita tidak selalu dapat mengontrol semua pekerjaan kita sebaik yang kita inginkan.

Namun, lebih baik kita menghasilkan pekerjaan terbaik kita melalui lensa energi, bukan hanya waktu.

Salam Hangat

Referensi

Daniel Pink, When: The Scientific Secrets of Perfect Timing

Harvard Business Review, 4 Ways to Manage Your Energy More Effectively

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun