Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rahasia Tersembunyi dari Keinginan untuk Selalu Sempurna

18 Maret 2022   16:31 Diperbarui: 18 Maret 2022   16:33 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu melakukan kesalahan di depan publik yang menurut kamu itu sangat memalukan? Misalnya kamu salah mengucapkan kalimat dalam Bahasa Inggris dengan pengucapan yang benar di saat presentasi di depan publik, kemudian karena sangat malunya atas kesalahan tersebut kamu lantas depresi dan stres karena memikirkan apa kata dunia dan kamu berpikir apakah lantas kamu dianggap tidak kompeten, pernah?

Padahal sebenarnya kesalahan tersebut malahan membuat kamu di mata publik menjadi lebih manusiawi dan bahkan di beberapa kasus berbalik menjadi favorit.

Jika pernah artinya kamu mengalami satu hal yang dalam ilmu behavioral economics disebut dengan The Pratfall Effect (TPE).

TPE ini bisa membuat kesalahan kita menjadi malahan disukai banyak orang alih-alih dibenci. Namun perlu diingat bahwa TPE ini mempunyai syarat dan kondisi yaitu hanya bermanfaat jika kita dari awal sudah dipandang kompeten.

Jika sebelumnya memang kita dianggap belum kompeten maka TPE ini tidak akan muncul dan yang akan terjadi adalah kita kemungkinan akan dihujat dan dicaci atas kesalahan tersebut.

Alasan Memahami TPE Ini Penting

Secara definisi TPE adalah suatu kondisi ketika seseorang yang sebelumnya sudah dianggap kompeten oleh publik melakukan kesalahan yang memalukan malah menjadi lebih populer dari sebelumnya.

Hal ini menjadi suatu fenomena yang sangat menarik karena sudah banyak sekali contohnya, baik contoh yang menjadi lebih populer atau sebaliknya. Sangat tergantung posisi awal seseorang tersebut ketika melakukan kesalahan.

Menyalin laman Brescia University, TPE ini sebenarnya ingin menjelaskan bahwa orang-orang yang kita anggap sempurna dan kompeten sebenarnya juga bisa melakukan kesalahan seperti layaknya manusia lain.

Mereka juga sama tidak sempurnanya dengan kita, atau dengan kata lain ketika kita memahami TPE ini maka arti pentingnya adalah tidak ada gunanya kita mengultuskan seseorang atau memuja bak dewa yang sempurna.

TPE ini pertama kali dipelajari oleh Elliot Aronson, seorang psikolog sosial, di medio 1966.

Aronson berhipotesis bahwa ketika seseorang yang dianggap hebat dan kompeten ketika dia melakukan kesalahan maka orang tersebut akan lebih menarik di mata publik dan dianggap manusiawi.

Sebaliknya jika orang tersebut sebelumnya tidak dianggap kompeten maka yang akan hadir adalah caci maki.

Jadi arti penting TPE adalah boleh saja melakukan kesalahan selama di balik kesalahan itu membuktikan kualitas diri sendiri. Membuat kesalahan kecil umumnya akan membuat seseorang lebih menarik secara sosial.

Tapi sekali lagi kamu haruslah mendapat persepsi bahwa kamu itu hebat dan kompeten terlebih dahulu sebelum kesalahan tersebut terjadi.

Dan, sebaiknya memang kamu sudah sebenar-benarnya membuktikan diri dengan prestasi bahwa kamu itu hebat dan kompeten tanpa melalui pencitraan diri yang palsu.

Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels 
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels 

Cara Kita Berdamai Dengan TPE

Karena TPE ini tidak bisa dihindari maka jalan satu-satunya adalah dengan berdamai dengan TPE ini.

Beberapa cara dapat kita lakukan untuk berdamai dengan bias TPE ini sebagai berikut:

1. Menyadari bahwa kesempurnaan itu terkadang bukan hal yang baik

Selama ini rasanya hampir semua dari kita pasti mencari kesempurnaan dalam banyak hal.

Hal ini sah-sah saja karena memang merupakan sifat dasar manusia. Namun jika kita menjadi terbebani karena hal ini maka kita cepat atau lambat akan terjatuh dalam bias ini.

Ketika kita terjatuh dalam bias ini dan kemudian reaksi publik tidak seperti yang kita harapkan maka kita akan mengalami depresi yang pada akhirnya mempunyai pengaruh negatif ke diri kita sendiri.

Kita harus menyadari bahwa kita ini manusia biasa yang memang sangat bisa melakukan kesalahan.

Keberanian mengaku kepada diri sendiri bahwa kita bisa saja salah adalah keberanian yang hakiki.

Tanpa keberanian mengakui bahwa kita memang tidak sempurna maka TPE ini akan terus menghantui kita.

2. Menyadari bahwa pujian yang terlalu banyak juga tidak baik

Sebagai kelanjutan dari hal pertama di atas maka kita juga perlu sadar bahwa ketika kita sudah sampai titik di mana kita dianggap hebat dan kompeten, maka sebenarnya di titik inilah kita harus mulai mawas diri.

Salah satu penyebab utama kita depresi ketika kita terjebak dalam TPE adalah terlalu banyak pujian yang masuk di otak kita.

Banyaknya pujian yang lalu lalang di hati dan pikiran kita tersebut akan membuat kita masuk dalam kondisi psikologis yang tidak siap jika kita dianggap salah oleh publik.

Kita akan menjadi merasa seperti dewa dan ketika kita melakukan kesalahan maka kita tidak siap seandainya yang datang adalah bukan semakin disukai malahan dibenci.

Jadi menerima pujian itu sangat dibolehkan namun ketika pujian yang datang tersebut sudah menutup rasionalitas otak kita bahwa kita adalah manusia biasa, maka kita perlu segera menyadarkan diri sendiri agar mulai berpikir logis.

Kesimpulan

Mengakui kelemahan dan jujur kepada diri sendiri dapat membuat keaslian diri kita tampak lebih manusiawi.

Hal ini disebabkan saat ini semakin sulit mencari pribadi yang memiliki keaslian diri.

Padahal dengan keaslian diri maka TPE dapat membantu kita memanusiakan diri kita dan memungkinkan orang lain untuk merasa lebih dekat, serta memahami pesan yang ingin kita bawa dengan cara yang lebih dalam.

Terakhir, saya ingin menutup artikel ini dengan mengutip salah satu tokoh yang saya suka yaitu Stephen Hawking yang pernah mengatakan:

"One of the basic rules of the universe is that nothing is perfect. Perfection simply doesn't exist.....Without imperfection, neither you nor I would exist."

Salam Hangat Saya

Referensi:

Aronson, E., Willerman, B., & Floyd, J. (1966). The effect of a pratfall on increasing interpersonal attractiveness. Psychonomic Science

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun