Kesan utama setelah menyelesaikan hampir 3 jam (jika lebih lama beberapa menit lagi maka akan sama dengan film favorit saya The Godfather Part 1) adalah film ini sangat jauh berbeda dengan trilogi yang juga sangat berkesan bagi saya yaitu triloginya Chris Nolan.
Kesan kedua adalah film ini seperti bumi dan langit jika dibandingkan dengan Marvel Cinematic Universe (MCU). Film ini menganut genre slow-burning, sangat intens membangun plot cerita perlahan-lahan dan kemudian sampai ke titik finale.Â
Tidak ada jokes sama sekali walaupun masih ada plot holes namun sepertinya disiapkan untuk sekuelnya.
Cara eksekusi sang sutradara Matt Reeves tetap sama dengan beberapa filmnya terdahulu seperti Let Me In, Dawn of The Planet of The Apes, dan The War of The Planet of The Apes.
Sudut pandang Matt Reeves menyutradarai film ini juga sangat berbeda dengan banyak sekali film Batman dari yang live action sampai dengan yang animasi.
Mulai dari era Michael Keaton sampai ketika DC dan WB "membuang-buang" waktu karena ingin mirip dengan MCU dengan menginterpretasikan Batman di Batman v Superman dan Justice League. Sampai dengan yang masih dianggap salah satu terbaik yaitu The Dark Knight Garapan Chris Nolan.
Film ini plot dasarnya adalah di tahun kedua Bruce Wayne menjadi batman yang kemudian Matt Reeves dengan jenius memilih untuk tidak menceritakan kembali cerita mengenai tewasnya Thomas dan Martha Wayne yang rasanya semua orang sudah tahu.
Tanpa ada teknologi yang berlebihan dan masih sangat wajar bahkan untuk masa sekarang, The Batman mulai dari pembukaan sampai dengan babak akhir sangat terinspirasi dengan film-film semacam Zodiac, Seven, dan bahkan menurut saya Star Wars dengan scoring dari Michael Giaccino yang mirip-mirip ketika Darth Vader muncul.
Film ini memilih untuk menyatukan Batman yang masih hijau, tanpa teknologi, dan pastinya masih sangat berdarah muda untuk dibenturkan dengan dunia mafia.
Dimulai dengan pembunuhan para pejabat tinggi korup di Gotham yang sangat intens dan terinspirasi dari film-film mengenai serial killer, sadis dan brutal. Kemudian dilanjutkan dengan plot Batman dan Gordon berusaha mati-matian menyelesaikan teka-teki yang muncul di setiap pembunuhan tersebut.
Itu semua dipilih Matt Reeves untuk mengambil jalan cerita yang mungkin selama ini tidak dikenal banyak orang yaitu jalan cerita Batman sebagai The Greatest Detective.
Batman di film ini digambarkan memiliki kemampuan detektif setara dengan Sherlock Holmes yang serunya Jim Gordon (dalam film ini pun masih Letnan) seperti memiliki peran sebagai Watson.
Mereka berdua saling bahu-membahu menjawab teka-teki dari sang musuh yang digambarkan layaknya mastermind dengan dendam sangat dalam terhadap kota Gotham. Di poin ini Matt Reeves dengan berani memberikan sisi lain Batman bahwa Batman juga manusia biasa yang bisa salah dalam melakukan analisis.
Pendekatan ini sukses karena memang jalan cerita Batman sebagai detektif jarang sekali dimunculkan di film-film Batman sebelumnya.
Di film-film sebelumnya lebih banyak Batman dinarasikan mirip dengan Tony Stark, Sang Iron Man dari Marvel yang playboy, billionaire, dan punya banyak gadget yang canggih.
Padahal salah satu kekuatan penting Batman adalah kemampuan deduksi yang luar biasa. Robert Pattinson dengan cemerlang memainkan pendekatan ini dan berhasil keluar dari image pop culture 2000-an sebagai Edward Cullen dari franchise Twilight. Walaupun di kalangan penggemar pun ketika Robert Pattinson dipilih untuk menyandang mantel Batman, penggemar juga terbelah dan mulai membandingkan dengan Christian Bale di era trilogi Chris Nolan.
Sebagai film yang direncanakan sebagai reboot trilogi Nolan dan terpisah dari garis cerita DC Cinematic Universe yang dibangun oleh Zack Synder, pendekatan ini menjadi sangat terbarukan.
Kemudian di setiap cerita superhero pasti ada sidekick yang akan membantu sang jagoan menang.
Di film ini peran tersebut ada di Catwoman, diperankan oleh Zoe Kravits dan cukup sukses untuk memberikan gambaran Catwoman yang juga berbeda dengan predesornya.
Catwoman versi film ini sangat "nyambung" dengan latar belakang sang batman yaitu sama sama mempunyai daddy’s issue.
Dan chemistry mereka berdua pun sangat cocok, di beberapa scenes bahkan seakan menggambarkan tatapan Batman ke Catwoman seperti ingin mengatakan bahwa dia dan Catwoman mempunyai pemikiran yang sama.
Terakhir, film Superhero jelas butuh musuh yang setara. Dalam trilogi Nolan, memorable Villainnya jelas The Joker yang kala itu diperankan oleh Almarhum Heath Ledger. Untuk The Batman, Matt Reeves memilih The Riddler, diperankan Paul Dano yang sukses memberikan potret The Riddler yang juga sangat berbeda dengan film-film Batman sebelumnya.
The Riddler di film ini memberikan nuansa mencekam sekaligus cerdas melalui teka-teki di akhir setiap pembunuhan dan di babak ketiga dijelaskan latar belakang The Riddler yang ternyata lebih dalam dari yang diduga dan memiliki hubungan erat dengan masa lalu keluarga Wayne.
Kesimpulan:
Ini adalah film Batman yang sangat bagus dibandingkan dengan film-film Batman sebelumnya tapi ini belum tentu merupakan film Batman bagi semua orang.
Skor: 7,5/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H