Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Masih Validkah Mitos 10 Ribu Jam untuk Menjadi Ahli?

4 Maret 2022   18:32 Diperbarui: 13 April 2022   23:31 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via pixabay.com

Fenomena 10 Ribu Jam

Pernahkah kamu mendengar bahwa kita harus berlatih minimum 10 ribu jam agar kita menjadi ahli dalam bidang yang kita tekuni?

Konsep 10 ribu jam tersebut dijelaskan dalam buku yang sangat terkenal dari penulis Malcom Gladwell yaitu "Outliers."

Bagi penulis atau kamu yang suka belajar sesuatu yang baru maka konsep ini menjadi mungkin sedikit menyebalkan.

Bayangkan kamu harus berlatih suatu hal baru atau bahkan yang sudah lama kamu kerjakan minimal 10 ribu jam untuk menjadi ahli!

Jadi misalnya penulis ingin belajar memasak maka penulis harus meluangkan waktu 10 ribu jam untuk menjadi ahli masak agar bisa juara Master Chef.

Misalnya lagi kamu ingin menjadi juara catur maka kamu harus berlatih minimal 10 ribu jam untuk menjadi seorang Magnus Carlsen (yang dari kecil memang sudah dianggap seorang Prodigy).

Penulis tidak mencoba untuk menghitung 10 ribu jam itu menjadi berapa hari atau berapa bulan. Hal ini dikarenakan kapasitas setiap orang berbeda-beda.

Pertanyaan mendasarnya adalah apakah konsep ini memang nyata atau hanya sekedar mitos?

Di sisi lain ada konsep yang disebut dengan bakat, yaitu sesuatu yang sudah dari lahir memang ada dalam genetis kita.

Misalnya lagi adalah untuk menjadi seorang Lionel Messi kalau menurut konsep di atas kamu harus berlatih minimal 10 ribu jam. Namun jika kamu memang punya bakat mungkin bisa berkurang dari 10 ribu jam.

Sayangnya tidak ada ilmu pasti yang mengukur besaran bakat tersebut.

Artinya jika kita teruskan logikanya maka konsep 10 ribu jam ini pun tidak ada ukuran pastinya untuk mengukur hasil dari 10 ribu jam tersebut.

Misalnya, ada dua orang yang sama-sama berlatih 10 ribu jam menendang bola agar bisa melengkung seperti tendangan David Beckham di Piala Dunia 1998, walaupun sudah 10 ribu jam, tidak ada jaminan dua orang ini akan menjadi David Beckham.

Dan, tidak ada ukuran pasti siapa dari dua orang ini yang mendapatkan hasil terbaik dari 10 ribu jam tersebut.

Ahli atau  tidak ahli itu bukan berdasarkan 10 ribu jam. Namun didasarkan kepada target yang ingin dicapai.

Ketika orang pertama menentukan targetnya adalah bukan seperti David Beckham maka mungkin dua ribu jam cukup membuat dia bisa menendang sesuai keinginannya.

Sebaliknya juga begitu untuk orang kedua, mungkin target dia bukan hanya menjadi David Beckham namun lebih dari itu dan tentunya membutuhkan mungkin seratus ribu jam.

Foto dari Pixabay
Foto dari Pixabay

Jangan Terjebak Miskonsepsi 10 Ribu Jam

Pemahaman konsep 10 ribu Jam tersebut di atas tentunya harus kita cermati lebih mendalam agar kita tidak terjebak keinginan sesegera mungkin menjadi ahli.

Keinginan agar segera menjadi ahli tersebut biasanya menjadikan kita mendorong diri kita ke titik yang sebenarnya malah tidak sehat.

Kita jadi terobsesi dengan sesegera mungkin mencapai 10 ribu jam dengan mengorbankan kesehatan fisik dan mental kita.

Banyak orang menjadi tertekan secara mental karena melihat orang lain yang sudah mencapai "angka ajaib" ini lebih cepat dari dirinya.

Padahal kita mungkin tidak mencapai taraf ahli dengan cepat dan tidak perlu memaksakan diri juga untuk mencapai 10 ribu jam ini dengan cepat, tetapi kita bisa menjadi lebih baik secara eksponensial dengan usaha yang konsisten.

Cara Untuk Meningkatkan Kapasitas Diri Secara Eksponensial

Alih-alih untuk memaksakan harus segera mencapai 10 ribu jam, sebenarnya ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan diri secara gradual dan  eksponensial

Cara-cara di bawah ini bisa dicoba untuk dilakukan dan tentunya mungkin membutuhkan sentuhan yang berbeda untuk setiap individu.

1. Terima kenyataan kondisi kita sekarang

Prinsip pertama adalah terima saja dulu kondisi dan posisi di mana kita berada sekarang. 

Sebagai contoh misalnya, kamu sangat mengidolakan dan ingin menjadi seorang penulis hebat sekelas JK Rowling dan terpacu menulis 10 ribu jam per hari untuk menjadi seorang JK Rowling. Tetapi dengan risiko tidak tidur dan menjadi seperti zombie.

Dari pada memaksakan diri menjadi zombie maka lebih baik terima saja dulu kenyataan bahwa kita memang bukan JK Rowling. Sadar bahwa kapasitas kita memang belum di titik seperti JK Rowling.

Poinnya adalah setiap kali kita memulai suatu keterampilan baru, kita benar-benar harus jujur di mana kita berada dan membiarkan diri kita sadar oleh proses penguasaan keterampilan kita butuh waktu.

2. Mulai menyusun target-target pencapaian secara bertahap

Setelah sadar bahwa kita bukan JK Rowling, maka langkah berikutnya adalah menetapkan langkah-langkah kecil agar tetap termotivasi.

Misalnya mulai belajar menulis di blog pribadi dan kemudian memberanikan diri menulis di platform lain untuk mengasah kemampuan menulis secara bertahap.

Apakah harus 10 ribu jam? rasanya tidak. Namun tetap memberikan target dan pencapaian setahap demi setahap

3. Memilih kualitas dari pada kuantitas

Prinsip berikutnya adalah memilih untuk menulis sesuatu yang berkualitas dan benar-benar melalui proses berpikir dari pada terobsesi menghasilkan tulisan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat.

Dengan fokus kepada kualitas maka kita akan terbiasa untuk menghasilkan karya yang benar-benar kita pikiran secara matang sehingga secara otomatis kemampuan kita terasah.

Tentunya setiap orang bisa berbeda mengenai ketiga poin tersebut. Namun pesannya adalah untuk menjadi ahli atau tidak ahli tidak perlu terpaku 10 ribu jam.

Fokus saja untuk untuk mengembangkan dan memaksimalkan hal yang kita suka dengan berlatih cerdas.

Jujurlah dengan diri sendiri, tantang diri kita, dan kita akan kagum dengan seberapa cepat kita dapat mengembangkan keterampilan baru tersebut.

Salam hangat saya

Referensi:

North, J. (2012). An overview and critique of the'10 thousands hours rule'and'theory of deliberate practice'.

Popova, M. (2014). Debunking the myth of the 10 thousands hours rule: What it actually takes to reach genius level excellence. Brain Pickings. January, 22.

Harwell, K., & Southwick, D. (2021). Beyond 10 thousands hours rule: Addressing misconceptions of the expert performance approach. Journal of Expertise/June, 4(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun