Suara pisau berdecit-decit memotong dan mengiris sayuran dan daging dengan lincah. Jari-jemari Maya menari-nari serentak dengan gerakan pisau yang ada di tangannya.
Apartemen Maya dan Adi terletak di tengah-tengah kota. Mereka membeli sebuah apartemen dan mengambil satu unit di griya tawangnya. Entah berapa harga satu unit apartemen griya tawang itu. Bagi Adi uang tidak masalah.
Jemarinya berhenti memotong dan mengiris, Maya memandang lurus ke arah kaca. Dari posisinya, dia bisa melihat keindahan malam kotanya. Pemandangan langit waktu itu sedang merah bercampur dengan semburat biru.Â
Maya menyukai pemandangan ini. Ada perasaan teduh di hatinya ketika dia melihat warna langit pada malam itu. Malam ini akan dia nikmati bersama suaminya. Begitu ujarnya dalam hati.
Suara ketel air berdesis nyaring menyadarkan Maya itu untuk berhenti memandang langit. Maya membalikkan badan menuju ke arah ketel dan mengangkat ketel air dan menaruhnya sudut meja masak.
Maya lalu menuangkan air panas mendidih itu ke cangkir dan menaruh sekantung teh ke dalamnya. Dia menambahkan satu sendok gula dan mengaduk-aduk perlahan.
Tangannya berhenti mengaduk-aduk gelas teh-nya ketika dia mendengar nada dering dari telepon genggamnya.
"Hai sayang..," Â suara yang renyah dan dia rindukan terdengar.
"Hai sayang, kamu sudah dalam perjalanan ke rumah?"
"Sayang, aku minta maaf, aku masih harus membereskan setumpuk pekerjaan di kantor." Pria tersebut menjelaskan.
"Aku akan sedikit terlambat"